Dulu, kereta kuda digantikan oleh kereta api uap. Tak menutup kemungkinan kendaraan berbahan bakar minyak akan digantikan oleh kendaraan listrik berbasis baterai. Waktu yang akan membuktikan.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
Masa mendatang disebut-sebut akan menjadi masa pertarungan minyak dengan baterai sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Secara perlahan dan pasti, bahan bakar minyak atau BBM mulai digantikan baterai yang bertenaga listrik untuk menggerakkan mesin motor.
Bagaimana nasib rencana pengembangan kilang di Indonesia?
Dalam rapat dengar pendapat jajaran direksi PT Pertamina (Persero) dengan anggota Komisi VII DPR, pekan lalu, terlontar pertanyaan mengenai nasib pembangunan kilang baru dan pengembangan kilang milik Pertamina. Inti pertanyaan beberapa anggota Dewan, bagaimana masa depan proyek tersebut saat kendaraan listrik semakin menjadi tren. Tentu kendaraan listrik akan merebut pangsa pasar penjualan BBM.
Sejak 2015, pemerintah bersama Pertamina sepakat meningkatkan kapasitas kilang yang ada dan membangun dua kilang baru, yakni di Bontang, Kalimantan Timur, dan di Tuban, Jawa Timur. Belakangan, selain masalah pendanaan, Pertamina membatalkan rencana pembangunan kilang baru di Bontang dan tetap melanjutkan program di Tuban. Pertamina berdalih penyesuaian tersebut mempertimbangkan, salah satunya, pertumbuhan kendaraan listrik di masa mendatang yang pesat.
Keputusan Pertamina tersebut ada benarnya. Kendaraan listrik tengah menjadi tren global saat ini, termasuk di Indonesia. Pemerintah bahkan memasang target 15 juta kendaraan listrik—terdiri dari 2 juta roda empat dan 13 juta roda dua—beroperasi di Indonesia pada 2030. Target tersebut diharapkan dapat menghemat impor BBM setara 77.000 barel per hari senilai 1,8 miliar dollar AS dan menurunkan emisi gas karbon 11,1 juta ton.
Pertamina berdalih penyesuaian tersebut diambil dengan mempertimbangkan, salah satunya, pesatnya pertumbuhan kendaraan listrik di masa mendatang.
Kendati demikian, target kendaraan listrik di Indonesia belum signifikan dibandingkan dengan populasi kendaraan konvensional yang masih membakar BBM. Pada 2018, populasi kendaraan bermotor di Indonesia hampir menyentuh 150 juta unit. Rantai pasok yang mapan dan harga yang relatif murah masih menjadi pertimbangan bagi masyarakat untuk memiliki kendaraan bermotor konvensional.
Namun, tidak demikian di sejumlah negara lain. Dalam beberapa laporan media, Norwegia dan Belanda hanya akan menjual kendaraan listrik mulai 2025. Jerman dan India melakukan hal yang sama mulai 2030. Demikian pula produsen kendaraan di Swedia yang hanya akan memproduksi kendaraan listrik pada 2030. Sementara Inggris melarang penjualan kendaraan non-listrik setelah 2030. Sekali lagi, kendaraan listrik menjadi sebuah fenomena untuk menggantikan kendaraan konvensional di jalanan.
Keputusan Pertamina yang merespons fenomena tersebut, selain membatalkan rencana membangun kilang baru di Bontang, diikuti rencana bisnis perusahaan untuk bermain di area produksi baterai kendaraan listrik. Sebelumnya, Pertamina juga telah membangun stasiun pengisian daya listrik bagi kendaraan listrik meski dalam jumlah terbatas. Pertamina juga kian serius menggandeng sejumlah badan usaha di dalam negeri dan luar negeri terkait rencana produksi baterai tersebut.
Akan tetapi, bukan berarti pemakaian baterai begitu saja menggantikan BBM di Indonesia. Selain memerlukan waktu, pemerintah juga belum memiliki peta jalan yang jelas terkait pemanfaatan baterai untuk kendaraan. Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), hingga 2050, minyak bumi masih punya peran strategis dalam bauran energi nasional, bersama jenis bahan bakar fosil lain, yaitu batu bara dan gas bumi. Porsi bahan bakar fosil 69 persen, sedangkan sisanya energi terbarukan 31 persen.
Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), sampai 2050 pun, minyak bumi masih punya peran strategis dalam bauran energi nasional, bersama jenis fosil lainnya, yaitu batu bara dan gas bumi.
Pemerintah sebaiknya segera merespons tren pemanfaatan baterai untuk kendaraan sebagai pengganti BBM. Pembuatan peta jalan atau penyesuaian RUEN bisa menjadi salah satu pilihan. Tren ini tak bisa dihindari kecuali Indonesia memilih untuk tertinggal. Di sisi lain, ada komitmen Indonesia untuk mengurangi laju emisi gas rumah kaca lewat penandatanganan Perjanjian Paris 2015.
Tak bisa dimungkiri, pembakaran BBM menjadi salah satu biang pencemaran udara. Apalagi, BBM dengan oktan rendah masih banyak diperjualbelikan, seperti jenis solar, premium, dan pertalite. Kendaraan listrik yang berbasis baterai dapat mengurangi pencemaran udara karena kendaraan jenis ini sama sekali tak menghasilkan gas buang.
Kendaraan listrik bak angin perubahan. Sama ketika kereta kuda digantikan kereta api sejak pemanfaatan batu bara. Waktu yang akan membuktikan, BBM akan menjadi sejarah dan digantikan baterai.