Pemerintah menargetkan inflasi tahun 2022-2023 berkisar 2-4 persen, sementara tahun 2024 berkisar 1,5-2,5 persen. Target itu diharapkan mendorong daya beli masyarakat dan menekan suku bunga tetap rendah.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indeks harga konsumen atau inflasi diproyeksikan terus menurun paling tidak sampai tahun 2024. Tren perlambatan inflasi diharapkan berdampak positif terhadap daya beli dan sektor keuangan.
Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) telah menetapkan sasaran inflasi tahun 2022-2024. Sasaran inflasi tahun 2022-2023 ditetapkan 2-4 persen, sementara tahun 2024 berkisar 1,5-2,5 persen. Kesepakatan inflasi tiga tahun ke depan akan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Adapun sasaran inflasi tahun 2021 ditetapkan 2-4 persen. Sasaran inflasi melanjutkan tren perlambatan setelah sepanjang tahun 2020 mencapai 1,68 persen. Selama periode 2011-2020, inflasi tahun 2020 merupakan inflasi tahunan terendah.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andry Asmoro, saat dihubungi Senin (15/2/2021), berpendapat, target inflasi yang menurun hingga 2024 merupakan hal positif. Jangkar inflasi yang relatif lebih terkendali akan mendorong daya beli dan menekan suku bunga nominal tetap rendah.
”Tren perlambatan inflasi bukan menunjukkan daya beli menurun karena dibarengi proyeksi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dalam jangka waktu empat tahun ke depan,” kata Andry.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan terus membaik setelah terkontraksi cukup dalam pada 2020. Perbaikan ekonomi dipengaruhi pengendalian pandemi Covid-19 yang lebih optimal dan pelaksanaan vaksinasi. Indonesia ditargetkan kembali tumbuh ke kisaran 5 persen paling tidak mulai tahun depan.
Andry mengatakan, penurunan inflasi juga berdampak positif bagi dunia usaha pascapandemi. Permintaan masyarakat akan meningkat sehingga kredit bisa kembali tumbuh dibarengi biaya pinjaman yang turun. Inflasi rendah menjadi salah satu pertimbangan BI mempertahankan tren suku bunga acuan rendah.
”Jika inflasi bisa dijaga stabil rendah, Indonesia akan lebih berdaya saing dengan negara lain,” kata Andry.
Tren penurunan inflasi berpotensi menciptakan titik keseimbangan baru. Selama periode 2015-2019, pemerintah cukup berhasil menjaga inflasi stabil di kisaran 3 persen setelah sebelumnya sempat mencapai 8,36 persen tahun 2014. Sasaran inflasi yang turun bisa disebabkan sistem logistik dan pengendalian pasokan yang lebih baik.
Biaya produksi
Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Wisnu Wardhana, saat dihubungi secara terpisah, Senin, menambahkan, inflasi sepanjang tahun 2021 diperkirakan lebih tinggi dari 2020 kendati tetap rendah, yakni pada level 2,8 persen. Salah satu faktor yang memengaruhi peningkatan inflasi adalah kenaikan biaya produksi.
”Produksi manufaktur pada Januari 2021 telah memberikan sinyal kenaikan biaya produksi bahan baku,” ujar Wisnu.
Peningkatan biaya produksi dipengaruhi oleh harga komoditas global, terutama energi dan minyak sawit, yang naik dibandingkan dengan awal pandemi Covid-19. Namun, tren peningkatan atau perlambatan inflasi ke depan tetap bergantung pada permintaan agregat dalam ekonomi nasional.
Menurut Wisnu, kendati pemerintah dan BI telah menetapkan sasaran inflasi rendah, tren peningkatan inflasi tetap akan terjadi seiring pemulihan ekonomi nasional yang bertahap. Geliat ekonomi akan kembali meningkat sehingga daya beli dan aktivitas usaha berpotensi kembali ke level sebelum pandemi Covid-19.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, inflasi yang rendah dan stabil diharapkan dapat mendukung pemulihan serta mendorong pertumbuhan ekonomi lebih kuat dan berkesinambungan. Sasaran inflasi dalam tiga tahun ke depan akan menjangkar pembentukan ekspektasi inflasi.
Guna menekan inflasi agar tetap stabil rendah, pemerintah dan BI berkomitmen memperkuat sinergi di tingkat pusat maupun daerah agar inflasi indeks harga konsumen terjaga. Hal itu akan mendorong pertumbuhan daya beli masyarat sebagai faktor utama dalam pemulihan ekonomi nasional pascapandemi.