Pencapaian target bauran energi nasional bisa diselaraskan dengan program pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19. Salah satunya lewat pengembangan PLTS di skala rumah tangga.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyediaan energi di skala rumah tangga ataupun di perdesaan bisa menyerap tenaga kerja baru. Selain mendukung pencapaian target bauran energi nasional, program tersebut juga dapat menjadi solusi pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19. Ada peran strategis dana desa pada program ini.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengatakan, penyediaan listrik di perdesaan menjadi salah satu kegiatan dalam program padat karya tunai desa (PKTD) tahun ini. Program strategis lainnya adalah pengembangan usaha ekonomi produktif. Adapun anggaran program PKTD dari dana desa pada tahun ini sebesar Rp 37,08 triliun.
”Dengan alokasi program PKTD senilai Rp 37,08 triliun dari total dana desa 2021 yang Rp 72 triliun, target serapan tenaga kerja di perdesaan adalah 4,2 juta tenaga kerja,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (12/2/2021).
Abdul Halim menambahkan, khusus untuk program penyediaan listrik di perdesaan, pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Dana desa yang dipakai untuk program ini hanya menjangkau bidang yang tidak dianggarkan oleh Kementerian ESDM ataupun yang tidak dibiayai PLN. Dengan catatan, porsi anggaran bidang tersebut tidak melebihi anggaran yang sudah dikeluarkan dua instasi tersebut.
Berdasarkan evaluasi pemerintah, lanjut Abdul Halim, program PKTD 2020 terbukti dapat mengurangi jumlah pengangguran dan penduduk miskin di perdesaan. Salah satu indikatornya adalah jumlah keluarga penerima manfaat penyaluran bantuan langsung tunai dana desa tahun ini berkurang dibandingkan dengan tahun lalu. Pada 2020, realisasi dana program PKTD Rp 16,57 triliun dengan serapan tenaga kerja 3,36 juta orang.
Program PKTD 2020 terbukti dapat mengurangi jumlah pengangguran dan penduduk miskin di perdesaan.
Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi pada Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyatakan, program pengembangan energi terbarukan di Indonesia yang diharapkan dapat menyerap tenaga kerja baru adalah pengadaan lampu penerangan jalan umum tenaga surya (PJUTS). Dengan pembiayaan APBN, tahun ini ada pengadaan PJUTS 22.000 unit yang tersebar di seluruh Indonesia.
”Meski pengadaannya lewat tender, pengerjaan proyek PJUTS harus melibatkan tenaga kerja lokal,” katanya.
Menurut Dadan, program lain yang melibatkan partisipasi masyarakat adalah pencampuran biomassa sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Metode ini dikenal dengan istilah co-firing. Limbah kayu atau pelet, misalnya, dicampur dengan batubara sebagai bahan bakar dengan kadar campuran hingga 10 persen.
”Sudah ada nota kesepahaman antara PLN dengan Perhutani dan PTPN untuk pengadaan biomassa sebagai campuran bahan bakar PLTU. Program ini tidak diviayai APBN,” ujar Dadan.
PLTS atap
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat, salah satu program pengembangan energi terbarukan yang dapat mendukung pemulihan ekonomi nasional secara cepat adalah lewat pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap. Dari kajian IESR, setiap pemasangan berkapasitas 1 megawatt (MW), serapan tenaga kerja yang dibutuhkan mencapai 8-10 orang.
”PLTS ini bisa menjadi jalan atau cara tercepat untuk penyerapan tenaga kerja baru karena tidak membutuhkan syarat pendidikan tinggi untuk kegiatan instalasi dan penyaluran logistiknya,” kata Fabby.
Dari kajian IESR, setiap pemasangan berkapasitas 1 megawatt (MW), serapan tenaga kerja yang dibutuhkan mencapai 8-10 orang.
IESR juga pernah mengusulkan program substitusi subsidi listrik bagi pelanggan PLN golongan 450 volt ampere (VA) dan 900 VA dengan pemasangan PLTS atap. Apabila program ini menargetkan kapasitas terpasang 1.000 MW per tahun, serapan tenaga kerjanya mencapai 20.000 orang hingga 30.000 orang. Selain mengoptimalkan energi terbarukan, subsidi listrik juga bisa ditekan.