Wapres Ma’ruf Amin menegaskan, gerakan nasional wakaf uang bukan untuk menutup kekurangan anggaran pemerintah. Dana dari wakaf tunai akan menjadi dana abadi yang nantinya dimanfaatkan untuk kepentingan umat Islam.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·4 menit baca
JAKARTA,KOMPAS — Informasi mengenai gerakan nasional wakaf uang yang dijalankan untuk menutup kekurangan anggaran pemerintah yang beredar di masyarakat tidaklah benar. Dana yang terhimpun dari wakaf tunai tidak akan masuk ke rekening pemerintah, tetapi menjadi dana abadi yang nantinya dimanfaatkan untuk kepentingan umat Islam.
”Gerakan nasional wakaf uang ini bukan untuk pemerintah,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat membuka webinar literasi wakaf uang yang digelar secara virtual oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kamis (11/2/2021).
Sejak Presiden Joko Widodo meluncurkan gerakan nasional wakaf uang, beredar informasi di kalangan masyarakat bahwa gerakan itu dilaksanakan karena pemerintah kekurangan dana untuk pembangunan. Tak sedikit masyarakat yang mencurigai dana dari wakaf uang akan digunakan untuk membiayai program-program pembangunan yang sudah direncanakan pemerintah.
Wapres yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI menegaskan, informasi yang beredar di masyarakat itu tidak benar. Pemerintah hanya memfasilitasi agar wakaf uang menjadi gerakan bersama sehingga hasilnya besar dan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan umat.
Pemerintah, lanjut dia, memiliki mekanisme sendiri untuk menghimpun dana dari masyarakat untuk membiayai pembangunan. Salah satunya dengan menerbitkan surat utang negara (SUN) dan surat berharga syariah negara (Sukuk).
Penetapan wakaf tunai sebagai gerakan nasional dilakukan karena pemerintah ingin membantu umat agar memiliki dana abadi dalam jumlah besar. Pasalnya, selama ini potensi wakaf uang yang tergolong besar belum sepenuhnya tergali.
Selain itu, pemerintah juga ingin memfasilitasi wakaf yang selama ini dimanfaatkan untuk penyediaan fasilitas keagamaan dan pendidikan, seperti masjid, makam, dan madrasah, bisa lebih bernilai. Karena itu, wakaf tunai perlu dikelola secara profesional sehingga dana yang terhimpun bisa menjadi dana abadi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umat.
”Pemerintah ini hanya ingin mengarahkan, nanti hasilnya jangan sampai habis. Wakaf itu harus abadi dan nanti hasilnya dibagikan sesuai dengan apa yang diminta si wakif (pemberi wakaf). Jadi, saat menyerahkan wakaf tunai, si wakif menyebutkan nanti hasilnya untuk apa,” kata Wapres.
Dalam praktik selama ini, wakaf uang biasanya langsung disumbangkan kepada para pengusaha untuk dikelola. Menurut Maruf, dana pokok wakaf yang dikelola oleh pengusaha berpotensi habis jika usahanya mengalami kerugian. Padahal, ketentuannya, nilai wakaf harus tetap, tidak boleh berkurang.
Untuk mengelola wakaf tunai, pemerintah telah membentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI). Penghimpunan dana wakaf akan dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah Pengelola Wakaf Uang (LKSPWU) yang bekerja di bawah koordinasi BWI.
Direktur Pengelolaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama Tarmizi Tohor, yang juga menjadi narasumber dalam webinar, menjelaskan, BWI merupakan lembaga independen yang menghimpun dana wakaf melalui LKSPWU. ”Jadi, nanti, wakaf uang dari masyarakat langsung masuk LKSPWU, bukan ke kas negara,” ucapnya.
Wakaf uang yang terhimpun akan dikelola untuk mendapatkan keuntungan. Hasil atau keuntungan dari pengelolaan dana wakaf tunai itulah yang nantinya dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan produktif. Dengan begitu, dana pokok wakaf tidak pernah berkurang meski terjadi kerugian dalam kegiatan produktif yang dilakukan masyarakat.
Dengan dijadikannya wakaf uang sebagai gerakan nasional diharapkan dana yang terhimpun pun menjadi lebih besar. Dengan begitu, keuntungan dari pengelolaan dana wakaf pun akan bertambah besar sehingga bisa terus dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi umat yang selama ini masih tertinggal.
Edukasi masif
Sementara itu, anggota BWI, Irfan Syauqi Beik, menyampaikan, sebenarnya wakaf sudah dikenal lama di Indonesia. Akan tetapi, belum banyak yang benar-benar memahami perihal wakaf karena masih rendahnya literasi dan edukasi. ”Padahal, literasi itu kunci pemahaman dan kunci untuk mendorong orang agar mau berwakaf,” katanya.
Karena itu, BWI akan berupaya melakukan penguatan edukasi dan literasi wakaf kepada masyarakat. Untuk kepentingan itu, BWI mengharapkan semua pemangku kepentingan membantu BWI melakukan edukasi tentang wakaf uang.
Dalam kesempatan itu, Irfan memaparkan bahwa dalam sejarah peradaban Islam, wakaf menjadi mesin pertumbuhan ekonomi umat. Wakaf dikelola dan dikembangkan menjadi basis pembiayaan bisnis umat. Hal itu salah satunya dilakukan di Turki pada abad ke-2 Hijriah, di mana wakaf menjadi mesin ekonomi umat Islam.
Keberhasilan itu memotivasi BWI untuk membangkitkan kembali potensi wakaf uang yang nilainya bisa mencapai Rp 180 triliun. Dengan pengelolaan yang baik dan profesional, wakaf uang bisa menjadi sumber pemberdayaan ekonomi umat Islam di Tanah Air.