Krisis Masih Berlanjut, Perlindungan Pekerja Jangan Sampai Kendur
Perlindungan pekerja jangan sampai kendur karena ketidakpastian. Kendati vaksinasi telah mulai bergulir, pemulihan ekonomi diperkirakan tidak akan cepat dan timpang antarsektor usaha.
Oleh
Agnes Theodora/karina isna irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya pemulihan ekonomi masih dibayangi ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 yang belum usai. Seiring dengan upaya penciptaan lapangan kerja, program perlindungan dan bantuan sosial yang efektif untuk pekerja tetap dibutuhkan, khususnya bagi kelompok paling rentan seperti pekerja berupah dan berketerampilan rendah yang terdampak pandemi.
Badan Pusat Statistik mencatat, per Agustus 2020, ada 29,12 juta pekerja di Indonesia yang terdampak pandemi. Sebanyak 2,56 juta orang kehilangan pekerjaan dan menganggur akibat Covid-19, sementara 24,03 juta orang bekerja dengan pengurangan jam kerja. Ada pula 1,77 juta orang yang sementara tidak bekerja karena Covid-19 dan 760.000 orang yang teridentifikasi bukan angkatan kerja karena Covid-19.
”Akibat pandemi ini, dampak terbesar yang dirasakan adalah ada 24,03 juta orang yang saat ini bekerja, tetapi penghasilannya berkurang,” kata Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam paparan Laporan Tahunan Kementerian Ketenagakerjaan 2020 secara daring di Jakarta, Rabu (10/2/2021).
Menurut Ida, salah satu program yang mendapat perhatian publik sepanjang tahun 2020 adalah bantuan subsidi upah. Bantuan langsung tunai itu diberikan kepada 12,4 juta pekerja dengan rata-rata besaran gaji Rp 3,1 juta per bulan di 413.649 perusahaan. Hingga 10 Februari 2021, penyaluran bantuan itu sudah terealisasi 98,82 persen.
Kendati demikian, program dengan nilai bantuan Rp 600.000 per bulan selama empat bulan itu tidak dilanjutkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021. ”Pemerintah memilih fokus pada program Kartu Prakerja untuk pemberian bantuan kepada pekerja. Kartu Prakerja mendapat anggaran Rp 20 triliun dalam APBN 2021,” katanya.
Pemerintah memilih fokus pada program Kartu Prakerja untuk pemberian bantuan kepada pekerja. Kartu Prakerja mendapat anggaran Rp 20 triliun dalam APBN 2021.
Laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengenai Covid-19 dan Dunia Ketenagakerjaan pada 25 Januari 2021 menyoroti tingginya pengurangan jam kerja dan penghasilan pekerja akibat pandemi. Sepanjang 2020, ada 114 juta pekerjaan yang terdampak, dengan tingkat pengangguran global diperkirakan meningkat hingga 33 juta orang. Pengurangan jam kerja akibat Covid-19 tercatat empat kali lebih besar dibandingkan saat krisis keuangan global pada 2008-2009.
ILO memprediksi, kondisi pada 2021 masih akan dibayangi ketidakpastian yang tinggi meski vaksinasi sudah mulai bergulir di banyak negara. Pemulihan ekonomi diprediksi tidak akan cepat dan timpang antara sektor usaha yang mulai pulih dan yang masih terdampak, serta antara negara yang memiliki akses memadai untuk vaksinasi dan negara yang tidak memiliki kapasitas serupa.
Pemulihan ekonomi diprediksi tidak akan cepat dan timpang antara sektor usaha yang mulai pulih dan yang masih terdampak, serta antara negara yang memiliki akses memadai untuk vaksinasi dan negara yang tidak memiliki kapasitas serupa.
ILO merekomendasikan, pendekatan kebijakan yang berpusat pada pekerja (human-centred recovery) masih dibutuhkan, antara lain insentif bagi perusahaan serta program bantuan sosial bagi kelompok pekerja rentan (pekerja perempuan, pekerja berupah rendah, dan berketerampilan rendah) dan pekerja di sektor yang paling terdampak.
Kebijakan-kebijakan itu diseimbangkan pula dengan pembenahan sistem perlindungan sosial yang lebih inklusif dan efektif, serta upaya menggenjot investasi dan penciptaan lapangan kerja di sektor-sektor yang mampu bertumbuh selama pandemi.
Terkait itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal berharap pemerintah tetap melanjutkan program subsidi upah. Program ini setidaknya bisa menjaga daya beli buruh yang masih bekerja di tengah ancaman pemutusan hubungan kerja dan penurunan penghasilan.
”Dulu pemerintah menjanjikan pada tahun 2021 program BSU (Bantuan Subsidi Upah) tetap ada, tetapi kenapa sekarang tiba-tiba tidak ada?” katanya.
KSPI, lanjut Said, juga telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo dan meminta agar program subsidi upah dipertahankan. Jika program itu tidak dialokasikan dalam APBN 2021, setidaknya dimasukkan dalam APBN Perubahan 2021.
Kementerian Ketenagakerjaan juga perlu memperjuangkan hal ini di Dewan Perwakilan Rakyat agar saat pembahasan dengan Badan Anggaran muncul. ”Kalau daya beli masyarakat menurun, konsumsi juga menurun, sementara investasi juga turun. Presiden berulang kali mengingatkan, ekonomi ditingkatkan, apa lagi yang mau diandalkan untuk pertumbuhan ekonomi?” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah telah menyiapkan tujuh strategi mengakselerasi pertumbuhan ekonomi 2021, yakni vaksinasi Covid-19, melanjutkan program Pemulihan Ekonomi Nasional, dan mengimplementasikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Selain itu, pemerintah juga memprioritaskan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), menyusun daftar negatif investasi, membentuk lembaga pengelola investasi, dan penandatanganan perjanjian dagang internasional.
”Ketujuh strategi itu akan menjaga optimisme pertumbuhan ekonomi 2021 dan 2022,” ujarnya.
Di lingkup Kementerian Ketenagakerjaan, Ida menyebutkan ada sembilan agenda prioritas pada tahun ini. Agenda-agenda itu adalah reformasi birokrasi di internal kementerian, pengembangan ekosistem digital ketenagakerjaan melalui Sistem Informasi Ketenagakerjaan (Sisnaker), serta program transformasi balai latihan kerja untuk mengembangkan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja yang berdaya saing.
Selain itu, ada juga agenda penyelarasan pelatihan tenaga kerja dengan kebutuhan dan permintaan pasar kerja (link and match), mengembangkan program kewirausahaan untuk perluasan kesempatan kerja, serta mengembangkan talenta muda menyambut pekerjaan masa depan.
”Kami juga akan memperluas pasar kerja di luar negeri, mengembangkan hubungan industri yang lebih berkualitas dan adil, serta mereformasi kualitas dan efektivitas sistem pengawasan ketenagakerjaan,” katanya.