Perumahan tapak diprediksi tumbuh di tengah masa pandemi yang belum berakhir. Meski demikian, angka kekurangan rumah yang tinggi masih menjadi persoalan akibat ketersediaan rumah yang tidak sebanding dengan kebutuhan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sektor properti diperkirakan masih menghadapi tekanan pada tahun ini sebagai dampak perlambatan ekonomi nasional akibat imbas pandemi Covid-19. Namun, perumahan tapak dan logistik yang mampu tumbuh pada tahun 2020 diproyeksikan bisa melaju tahun ini.
Head of Research JLL Indonesia Yunus Karim, Rabu (10/2/2021), mengatakan, subsektor properti yang paling menjanjikan pada masa pandemi adalah perumahan tapak dan logistik yang tahun lalu terbukti dapat bertahan dan tetap tumbuh. Pengembangan proyek rumah tapak berasal dari pengembang lokal dan asing. Sementara itu, penyerapan rumah tapak didominasi oleh pengguna (end user).
JLL Indonesia memprediksi pasokan baru rumah tapak pada 2021 mencapai 35.000 unit, meningkat 118 persen dibandingkan dengan tahun 2020. Pada 2020, peluncuran produk rumah tapak di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi mencapai 16.000 unit, dengan tingkat penjualan sekitar 71 persen. Pasokan terbanyak terdapat di Tangerang (78 persen), diikuti Bekasi dan Bogor.
”Segmen rumah tapak yang terjual sepanjang tahun lalu didominasi harga Rp 600 juta-Rp 1,3 miliar per unit. Di tengah pembatasan sosial akibat pandemi, penggunaan media sosial dan pemasaran virtual menunjang pemasaran produk,” ujarnya.
Menurut Yunus, tren pembangunan rumah tapak diprediksi berlanjut tahun ini dengan banyaknya proyek rumah baru di segmen menengah. Sebagian pengembang besar mengubah strategi dengan menggarap hunian tapak yang harganya lebih terjangkau untuk mendapat respons baik dari pasar. Hal ini juga ditopang dengan kerja sama usaha patungan antara pengembang lokal dan asing untuk proyek hunian tapak.
”Rumah tapak merupakan sektor yang kuat dalam menghadapi pandemi. Pasar perumahan tapak untuk end user masih stabil karena pembelian rumah bukan hanya untuk nilai tambah, tetapi untuk dihuni,” katanya.
Rumah tapak merupakan sektor yang kuat dalam menghadapi pandemi. Pasar perumahan tapak untuk end user masih stabil karena pembelian rumah bukan hanya untuk nilai tambah, tetapi untuk dihuni.
Sebaliknya, lanjut Yunus, permintaan untuk kondominium terus menurun dalam beberapa tahun terakhir. Penjualan yang melemah itu juga diiringi oleh rendahnya peluncuran proyek baru kondominium. Harga jual kondominium juga cenderung stagnan dalam lima tahun terakhir.
Tahun 2020, pasokan kondominium tercatat 1.300 unit, dengan tingkat serapan hanya 9 persen. Tingkat suplai dan penjualan kondominium itu jauh di bawah rata-rata penjualan dalam kurun 10 tahun terakhir, yakni 11.300 unit per tahun.
”Peluncuran dan penjualan kondominium menunjukkan titik terendah pada tahun 2020. Ini karena pembeli masih cenderung hati-hati dalam berinvestasi melihat situasi pandemi saat ini,” ujarnya.
Untuk tahun 2021, JLL Indonesia memprediksi pasokan kondominium baru masih akan terbatas. Hal ini karena pengembang masih fokus memasarkan produk yang sudah terbangun dan menjaga kontinuitas bisnis. Harga jual kondominium juga masih akan stagnan.
”Pengembang menawarkan cara bayar yang menarik dan fleksibel untuk mendongkrak penyerapan,” kata Yunus.
Head of Advisory JLL Indonesia Vivin Harsanto mengemukakan, pemasaran kondominium yang masih menghadapi tantangan berat membuat sebagian pengembang beralih membangun rumah tapak untuk menopang bisnis. Tren rumah yang diminati konsumen saat ini adalah rumah dengan harga terjangkau, dibangun oleh pengembang besar, dan kedekatan dengan akses transportasi publik.
”Pembangunan rumah tapak saat ini menyasar kelas menengah dan milenial,” katanya.
Tren rumah yang diminati konsumen saat ini adalah rumah dengan harga terjangkau, dibangun oleh pengembang besar, dan kedekatan dengan akses transportasi publik.
Kebutuhan rumah
Saat membuka Musyawarah Nasional VI Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia, secara daring, Selasa (9/2/2021), Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan, rumah merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan masyarakat untuk melangsungkan kehidupan. Tingkat kekurangan rumah (backlog) masih tinggi seiring dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat. Kebutuhan rumah berdasarkan kepemilikan mencapai 11,4 juta unit.
Ketimpangan antara kebutuhan rumah dan pasokan menyebabkan tingkat kekurangan rumah terus bertambah setiap tahun. Diperlukan kerja sama dan koordinasi dari semua pihak yang menangani pemenuhan rumah ini, termasuk kerja sama pemerintah dengan pengembang perumahan dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal bagi masyarakat.
”Ini merupakan tantangan bagi kita semua untuk segera mengatasinya (kekurangan rumah),” kata Wapres.
Pada 2015, pemerintah telah mencanangkan program sejuta rumah sebagai salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap perumahan. Akan tetapi, akibat pandemi Covid-19 pada tahun 2020, program satu juta rumah tidak mencapai target, yaitu hanya sebesar 965.217 unit, dengan 80 persen di antaranya disalurkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
”Meskipun demikian, capaian tersebut cukup bagus karena di tengah kondisi perekonomian yang sulit ini, (program sejuta rumah) terealisasi sekitar 96,5 persen dari target yang ditetapkan,” ujar Wapres Amin.