Kolaborasi Perusahaan Rintisan Bentuk Ekosistem Digital bagi UMKM
Kolaborasi perusahaan rintisan yang membentuk ekosistem digital dapat mendukung UMKM untuk kembali bergeliat. Di sisi lain, pelaku UMKM pun harus meningkatkan kualitas produk agar bisa berdaya saing.
Oleh
SHARON PATRICIA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah masih tetap menghadapi berbagai tantangan di masa pandemi Covid-19, termasuk kendala pemasaran. Kolaborasi perusahaan rintisan untuk membentuk ekosistem digital dibutuhkan guna membantu pelaku usaha beradaptasi dan pulih.
Hasil survei Badan Pusat Statistik yang dikutip pada Rabu (10/2/2021) menunjukkan, 5 dari setiap 10 pelaku UMKM mengaku terkendala dalam pemasaran produk. Hingga triwulan III-2020, lebih dari 67 persen pelaku UMK mengaku masih mengalami penurunan pendapatan di triwulan III-2020.
Sebesar 28,37 persen pelaku usaha pun memanfaatkan teknologi informasi dan internet untuk mengubah model pemasaran dalam upaya bertahan di masa pandemi. Dalam kondisi ini, hanya sekitar 48 dari setiap 100 pelaku UMKM yang memperkirakan dapat bertahan hingga November 2021 atau lebih.
Survei ini terangkum dalam Hasil Analisis Survei Dampak Covid-19 terhadap Pelaku Usaha Jilid II yang melibatkan 35.992 responden secara nasional. Survei yang dilakukan terhadap mayoritas pelaku UMK (28.923 responden) dilaksanakan pada 12-23 Oktober 2020.
Sejalan dengan itu, Co-founder dan CEO Investree Adrian Gunadi menyampaikan, hasil analisis Investree terhadap kondisi UMKM, sebagian besar masih menggunakan praktik manual dalam menjalankan bisnis. Cara ini membuat pengelolaan data dan kesalahan perhitungan menjadi kendala utama.
”Terlepas dari masalah yang dihadapi, keengganan pelaku usaha mendigitalkan proses bisnis terjadi karena kurangnya pengetahuan dan anggapan biaya investasi yang tinggi. Ini merupakan kesempatan untuk melayani kebutuhan mereka sebagai satu platform terintegrasi untuk solusi pembiayaan dan bisnis,” kata Adrian dalam keterangan pers.
Untuk mendukung UMKM, sebagai perusahaan fintech P2P lending (layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi), Investree meluncurkan layanan Billtree, yaitu e-faktur bagi pelaku usaha. Layanan ini bermitra berbagai perusahaan rintisan sehingga membentuk ekosistem digital.
Sejak 2020, Investree bermitra dengan Bukalapak untuk memberikan pembiayaan produktif bagi penjual e-dagang di platform digital ini. Kemitraan juga dijalin dengan Gramindo untuk menyalurkan pembiayaan mikro produktif bagi pinjaman komunitas perempuan di perdesaan dan bermitra dengan e-Fishery untuk menyalurkan pinjaman bagi nelayan.
”Fokus kemitraan ekosistem yang kami lakukan dalam situasi pandemi Covid-19 ini juga untuk menjamin keamanan pembiayaan. Kami menjaga hubungan erat dengan Mbiz dan Pengadaan.com,” kata Adrian.
Dalam upaya meningkatkan penilaian kredit, Investree meluncurkan Aiforesee untuk mengembangkan model penilaian kredit, khususnya bagi UMKM. Penilaian nantinya dilakukan dengan mengintegrasikan data internal Investree dan data mitra.
”Tahun 2021, fokus Investree tetap pada ritel produktif. Sejalan dengan itu, kami akan mempertajam dan memperdalam kemitraan dengan berbagai perusahaan rintisan, baik di ekosistem e-commerce, logistik, maupun agritech,” ujar Adrian.
Adapun Pintek, perusahaan teknologi finansial yang memberikan pembiayaan untuk sektor pendidikan, berkolaborasi bersama PT INTI (Persero), salah satu mitra marketplace Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) yang dirancang oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kolaborasi dilakukan untuk memberikan solusi permodalan bagi UKM SIPLah dalam hal pengadaan barang kebutuhan sekolah.
Dalam hal ini, Pintek memberikan pilihan pembiayaan kepada UKM SIPLah yang terdaftar di INTI. Sementara SIPLah memfasilitasi para pelaku usaha yang bergerak di bidang pendidikan untuk menyediakan kebutuhan sekolah, seperti buku, seragam, dan barang elektronik.
Co-founder dan Direktur Utama Pintek Tommy Yuwono menyampaikan, kolaborasi diharapkan dapat membantu permodalan UKM SIPLah untuk pengelolaan bisnis. Selain itu, diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap penyediaan fasilitas kebutuhan pendidikan agar pelaksanaan kegiatan pembelajaran jarak jauh tetap terlaksana dengan baik melalui kemudahan solusi dari Pintek.
”Kami akan senantiasa mendukung seluruh ekosistem pendidikan dengan menyediakan alternatif pembiayaan, termasuk untuk kebutuhan permodalan UKM SIPLah. Selain itu, kami juga menguatkan strategi kemitraan dengan marketplace SIPLah untuk mempermudah penyaluran modal bagi UKM, salah satunya dengan INTI,” lanjut Tommy.
Direktur Bisnis INTI, Teguh Adi Suryandono menyampaikan, kolaborasi bersama Pintek diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi sektor pendidikan khususnya untuk pengadaan barang dan jasa. Selain itu, diharapkan kolaborasi ini dapat menguatkan dan menumbuhkan semangat UKM dalam melakukan bisnis walaupun berada di tengah pandemi Covid-19.
Tingkatkan kualitas
Ninja Xpress, perusahaan rintisan di bidang logistik, turut mendukung pelaku UMKM dalam beradaptasi dengan teknologi. Dukungan diberikan dalam rangkaian program Aksilerasi yang berfokus pada pelatihan pemasaran digital, penjualan digital, dan finansial.
”Bersama dengan para Sensei (pelatih) andal, tahun ini kami berupaya menggandeng lebih banyak pelaku UKM dengan memberi kebebasan akses secara gratis. Tujuannya agar bersama-sama dapat meningkatkan kapabilitas untuk mendorong keberlangsungan bisnis tidak hanya di masa pandemi, tetapi juga bisa menjadi bekal di masa yang akan datang,” tutur Ignatius Eric Saputra, Country Head Ninja Xpress.
Untuk dapat menjangkau UKM secara lebih luas, kata Ignatius, Ninja Xpress bekerja sama dengan beberapa komunitas dan dinas terkait. Misalnya, Komunitas Santri Mendunia, Komunitas Tangan di Atas (TDA), Cirebon Creative, Dinas Koperasi dan UKM Kota Padang, dan Kadin Tangerang Selatan.
Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menyampaikan, pelatihan bagi UMKM diperlukan untuk meningkatkan kualitas produk serta membantu pelaku usaha beradaptasi dengan teknologi. Dengan begitu, produk UMKM dapat menjadi bagian dari rantai pasok global atau setidaknya untuk menyuplai perusahaan besar.
”Pemerintah juga bisa mengeluarkan kebijakan yang mendukung pengembangan equity crowdfunding (penggalangan dana) sehingga memberi peluang akses kredit UMKM lebih besar. Untuk membentuk ekosistem digital yang lebih komprehensif, akses internet dan literasi digital pun harus lebih ditingkatkan,” kata Esther.