Lonjakan kasus yang terjadi setiap hari itu membuat masyarakat masih enggan untuk melakukan aktivitas konsumsi.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha/m paschalia judith j
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aktivitas penjualan ritel pada awal 2021 diproyeksi masih akan terkontraksi, seperti yang terjadi pada akhir 2020. Hal ini menjadi sinyal bahwa konsumsi domestik belum akan mampu menopang pertumbuhan ekonomi pada twiwulan pertama tahun ini.
Berdasarkan Indeks Penjualan Riil (IPR) hasil Survei Penjualan Eceran yang dirilis Bank Indonesia (BI), Selasa (9/2/2021), penjualan ritel Indonesia pada Desember 2020 minus 19,2 persen dibandingkan dengan Desember 2019. Kontribusi penurunan penjualan disumbangkan kelompok sandang atau busana yang penjualannya minus 59,7 persen daripada periode sama tahun sebelumnya.
Sementara penjualan kelompok makanan-minuman juga minus 10,3 persen secara tahunan. Penjualan pada Januari 2021 diproyeksi masih akan berada dalam fase kontraksi secara tahunan meski penurunannya tidak separah bulan sebelumnya, yakni minus 14,2 persen.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, perbaikan penjualan tahunan pada Januari 2021 dibandingkan dengan Desember 2020 terjadi pada sebagian besar kelompok, terutama kelompok sandang dan kelompok makanan-minuman.
”Namun, secara bulanan, IPR Januari 2021 diperkirakan masih akan minus 1,8 persen sejalan dengan faktor musiman permintaan masyarakat yang menurun setelah Natal dan Tahun Baru serta penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM),” ujarnya dalam siaran pers.
IPR Januari 2021 diperkirakan masih akan minus 1,8 persen sejalan dengan faktor musiman permintaan masyarakat yang menurun setelah Natal dan Tahun Baru serta penerapan PPKM.
Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menuturkan, menurunnya ekspektasi penjualan eceran pada Januari 2021 bisa menjadi semacam peringatan awal bagi pemerintah yang tengah berupaya mendorong proses pemulihan.
”Hasil survei ini seharusnya menjadi sinyal bagi pemerintah bahwa mereka harus melakukan evaluasi dalam kebijakan penanggulan kesehatan sembari memperhatikan kualitas bantuan ke masyarakat,” ujarnya.
Yusuf menambahkan, perkiraan penurunan penjualan eceran pada Maret 2021 semakin menguatkan potensi kembali terkontraksinya pertumbuhan ekonomi triwulan I-2021. Kekhawatiran ini diperparah dengan kenyataan penanganan Covid-19 yang diakui belum optimal.
BI juga mencatat, Indeks Ekspektasi Penjualan (IEP) pada tiga bulan mendatang atau Maret 2021 mencapai 152,5 atau lebih rendah dibandingkan dengan IEP pada Februari 2021 yang sebesar 153,4. Penurunan disebabkan menurunnya permintaan yang dipengaruhi oleh faktor cuaca yang kurang mendukung.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, menilai, pemulihan konsumsi masih belum bisa terjadi dalam waktu dekat karena sejumlah faktor. Salah satunya adalah penambahan jumlah kasus baru Covid-19 belum menunjukkan penurunan secara signifikan.
Ekonomi Indonesia masih akan terkontraksi pada triwulan I-2021 mengingat konsumsi belum membaik. Hal ini diperparah dengan kebijakan pemerintah yang terpaksa kembali mengetatkan mobilitas warga untuk mengurangi kasus penularan Covid-19.
”Lonjakan kasus yang terjadi setiap hari itu membuat masyarakat masih enggan untuk melakukan aktivitas konsumsi,” ujarnya.
Lonjakan kasus yang terjadi setiap hari itu membuat masyarakat masih enggan untuk melakukan aktivitas konsumsi.
Sementara itu, Gojek berkomitmen mendorong pertumbuhan sektor riil serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui layanan digitalnya. Head of Merchant Platform Business Gojek Novi Tandjung, Selasa, mengatakan, pandemi mengubah perilaku berbelanja dan bertranskasi konsumen.
Gojek mencatat, 97 persen konsumen bertransaksi digital untuk layanan pesan-antar makanan secara daring. Sebanyak 76 persen konsumen juga bertransaksi digital untuk jasa pengiriman barang.
Menurut Novi, belanja daring merupakan tren yang berlanjut hingga jangka panjang dan menjadi peluang bagi UMKM sehingga digitalisasi perlu diperkuat. Hal ini tampak dari perkiraan transaksi digital konsumen yang dapat mencapai 3,5 kali lipat pada 2025 dibandingkan dengan posisi pada 2018.
Pandemi Covid-19 membuat usaha rumahan menjadi tren. Peringkat pertama kategori usaha rumahan yang dijalani masyarakat ialah bisnis kuliner. Pada 2021, produk kuliner yang akan menjadi favorit konsumen di antaranya pencuci mulut dalam kotak (dessert box), aneka nasi dalam mangkuk (rice bowl), dan pangan berbahan dasar Milo.
”Kecenderungan itu berdampak pada kinerja logistik. Pengiriman barang dengan layanan Gosend untuk kategori makanan dan minuman naik sekitar 80 persen. Secara keseluruhan, penggunaan Gosend meroket hingga 90 persen selama pandemi Covid-19,” katanya.