Tuntaskan Masalah Sosial Korban Lumpur Lapindo Sidoarjo
Semburan lumpur Sidoarjo, 15 tahun silam, menyisakan masalah sosial terkait pembayaran ganti rugi. Lebih kurang 30 pelaku usaha yang asetnya terendam hingga kini masih terus berjuang mendapatkan penggantian.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, 15 tahun silam, masih menyisakan masalah sosial terkait pembayaran ganti rugi bagi penyintas. Sekitar 30 pelaku usaha yang asetnya terendam lumpur hingga kini masih terus berjuang mendapatkan penggantian.
Lebih dari sepuluh orang perwakilan pelaku usaha korban semburan lumpur Sidoarjo mendatangi Pendopo Delta Wibawa, Senin (8/2/2021). Mereka berharap Pemerintah Kabupaten Sidoarjo menyampaikan aspirasinya ke kementerian terkait, terutama Presiden Joko Widodo.
”Korban lumpur berharap persoalan pembayaran ganti rugi yang belum tuntas ini bisa dibuka kembali dan dicarikan solusinya. Nasib korban sangat menderita karena telah menanti selama hampir 15 tahun tanpa kepastian,” ujar Sungkono, salah satu pengusaha.
Korban lumpur Lapindo lainnya, Ritonga, menambahkan, perjuangan untuk mendapatkan hak berupa pembayaran ganti rugi secara penuh telah ditempuh. Bahkan, upaya hukum untuk mendapatkan keadilan juga sudah dilakukan. Namun, hingga saat ini mereka belum menerima hak-haknya.
Menurut Ritonga, terdapat 32 pelaku usaha korban lumpur yang belum mendapatkan ganti rugi penuh. Total nilai aset pelaku usaha yang terendam lumpur itu mencapai Rp 780 miliar, dengan nilai uang saat itu. Nilai aset itu sebenarnya sangat kecil apabila dihitung dengan mempertimbangkan inflasi tahunan selama 15 tahun.
Pelaku usaha berharap pemerintah bisa mengalokasikan anggaran untuk korban semburan lumpur yang belum mendapat pembayaran ganti rugi. Mereka memiliki hak yang sama dengan warga korban lainnya yang telah mendapatkan pelunasan ganti rugi melalui dana talangan yang bersumber dari APBN sebesar Rp 781 miliar.
”Pelaku usaha berharap Pemkab Sidoarjo menyampaikan informasi sebenarnya tentang kondisi pembayaran ganti rugi yang belum terealisasi. Fakta bahwa masih ada masalah sosial harus dicarikan solusinya,” ujar kuasa hukum pengusaha korban lumpur, Mursyid.
Korban lumpur berharap persoalan pembayaran ganti rugi yang belum tuntas ini bisa dibuka kembali dan dicarikan solusinya. Nasib korban sangat menderita karena telah menanti selama hampir 15 tahun tanpa kepastian. (Sungkono)
Menanggapi keluhan tersebut, Kepala Bappeda Sidoarjo Heri Soesanto mengatakan pemda sudah mengirim surat ke Kementerian Koordinator Polhukam mengenai kondisi riil terkait masalah sosial korban lumpur. Selain kalangan pelaku usaha, masih ada warga yang belum menerima pembayaran ganti rugi karena ada persoalan seperti ketidaksepahaman mengenai status tanah.
”Inti dari surat itu menegaskan bahwa persoalan sosial masih ada dan memerlukan jalan keluar. Pemda juga sudah mengumpulkan data tentang jumlah korban lumpur yang belum menerima pembayaran ganti rugi berikut nilai nominalnya,” ucap Heri.
Kepala Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Sidoarjo Imam Mukri menambahkan, pihaknya sudah mendapat balasan dari Kementerian Koordinator Polhukam yang mengabarkan bahwa akan ada audiensi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk membahas masalah sosial korban lumpur. Aspirasi dari pelaku usaha akan disampaikan dalam audiensi tersebut.
Penataan desa
Selain menuntaskan masalah sosial, Pemkab Sidoarjo juga tengah berupaya menyelesaikan masalah penataan desa-desa terdampak lumpur. Desa-desa dengan kondisi terendam dalam proses penghapusan dari daftar desa di Sidoarjo. Ada juga desa yang digabung dengan desa terdekat karena penduduknya tinggal sedikit.
Desa yang terendam ini sempat disebut desa siluman karena dianggarkan sebagai penerima dana desa, tetapi tidak bisa menyerap anggaran tersebut sebab faktanya sistem pemerintahannya tidak lengkap. Desa terdampak lumpur itu meliputi Mindi, Siring, Jatirejo, Renokenongo, dan Besuki.
”Proses penghapusan dan penggabungan desa terdampak semburan lumpur ini menunggu peraturan daerah yang saat ini tengah disusun bersama DPRD Sidoarjo,” kata Imam Mukri.