Kinerja BUMN tak hanya dilihat dari laba, tetapi juga dampak sosial dan ekonominya bagi masyarakat. Tahun ini, penyertaan modal negara untuk BUMN Rp 42,38 triliun.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengalokasikan Rp 42,38 triliun sebagai penyertaan modal negara untuk perusahaan BUMN pada tahun anggaran 2021. Suntikan dana dioptimalkan untuk meningkatkan kinerja perseroan serta memberikan dampak signifikan bagi kondisi sosial-ekonomi masyarakat di tengah pandemi.
Alokasi penyertaan modal negara (PMN) pada APBN 2021 akan diberikan pada sembilan BUMN.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (8/2/2021), mengatakan, investasi pemerintah di BUMN dibutuhkan sebagai katalis pemacu pembangunan dan kegiatan ekonomi nasional. BUMN diyakini dapat menjadi agen pembangunan untuk mendorong kegiatan ekonomi yang berdampak sosial dan ekonomi tinggi, yang biasanya dinilai kurang menguntungkan oleh swasta.
”Meski BUMN tidak punya profitabilitas seperti swasta, dampak sosial-ekonominya penting sehingga harus terus dikembangkan dan dibangun. Dukungan PMN ditujukan supaya BUMN tetap memiliki neraca yang relatif sehat dan kuat, tetapi tetap akuntabel dan efisien,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR secara daring.
Investasi pemerintah di BUMN dibutuhkan sebagai katalis pemacu pembangunan dan kegiatan ekonomi nasional.
Ia menambahkan, pada 2010-2020, PMN yang diberikan negara ke BUMN mencapai Rp 186,47 triliun. Dalam lima tahun terakhir, suntikan modal ke BUMN naik signifikan karena fokus pemerintah pada pembangunan infrastruktur membutuhkan BUMN sebagai motor penggerak.
PMN untuk peningkatan kapasitas usaha Rp 179,1 triliun dan perbaikan struktur modal Rp 7,3 triliun. Adapun penggunaan PMN terbesar selama satu dekade untuk membangun infrastruktur dan konektivitas Rp 84,47 triliun serta kemandirian energi Rp 35,6 triliun.
Sebagai gantinya, pada 2010-2020, BUMN menyetor penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam bentuk dividen Rp 377,8 triliun dan menyetor penerimaan pajak Rp 1,518 triliun.
PT Permodalan Nasional Madani (Persero) telah menyalurkan suntikan dana dari pemerintah kepada nasabah. Pada 2020, PT PNM mendapat suntikan PMN Rp 2,5 triliun sebanyak dua kali.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Direktur Utama PT PNM Arief Mulyadi mengatakan, PMN pertama diterima pada 29 Juli 2020 dan telah disalurkan pada 18 Agustus 2020 kepada 342.555 pelaku usaha ultra mikro selaku nasabah PNM Mekaar. Rata-rata plafon pembiayaan di bawah Rp 3 juta..
Adapun PMN tahap kedua diterima pada 4 Desember 2020 dan telah disalurkan semuanya pada 23 Desember 2020 kepada 599.962 nasabah dengan rata-rata plafon di bawah Rp 3 juta.
Selain membantu program pembiayaan pelaku usaha ultra mikro, PMN juga membantu meningkatkan posisi tawar perusahaan dalam mencari sumber pembiayaan lain demi menyehatkan kondisi keuangan.
”Dananya langsung kami salurkan untuk nasabah. Tetapi, dengan masuknya dana itu sebagai modal, otomatis menambah kemampuan kami juga untuk me-leverage pembiayaan lain. Kebetulan, pada 2020 banyak dana yang kami ambil dari pasar modal, baik lewat obligasi, perbankan, maupun pinjaman dari pemerintah lewat Pusat Investasi Pemerintah,” kata Arief.
Sementara PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) atau Indonesia Financial Group mendapat PMN sebesar Rp 6 triliun. Direktur Utama BPUI Robertus Bilitea mengatakan, dana dari pemerintah diterima pada 28 Desember 2020 dan akan diteruskan pada dua anak usaha BPUI sebagai suntikan modal, yaitu PT Jamkrindo (Persero) dan PT Askrindo (Persero), senilai masing-masing Rp 3 triliun.
Kedua perseroan itu ditugaskan memberi penjaminan kredit usaha rakyat (KUR) dan kredit modal kerja bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pada program pemulihan ekonomi nasional.
Saat ini, penyaluran modal masih menunggu hasil persetujuan rapat umum pemegang saham dari tiap perseroan. ”Jika persetujuan didapat dalam 1-2 minggu ini, dananya akan kami pindahbukukan ke rekening Askrindo dan Jamkrindo. Terkait dengan penggunaan dananya, kami di BPUI selaku holding akan memastikan kontrol internal didampingi BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan),” kata Robertus.
Belum optimal
Pengajar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Toto Pranoto, mengatakan, secara umum, BUMN belum bisa mengoptimalkan suntikan dana dari pemerintah. ”Kondisi BUMN ini sifatnya masih ’pareto’. Artinya, dari keseluruhan BUMN, hanya beberapa BUMN yang kinerjanya bagus dan berkontribusi pada total pendapatan BUMN,” ujarnya.
BUMN belum bisa mengoptimalkan suntikan dana dari pemerintah.
Ia mencontohkan, sampai dengan akhir 2020, total aset semua perusahaan BUMN mendekati Rp 8.000 triliun, tetapi perolehan labanya sekitar Rp 150 triliun. Hal itu menunjukkan tingkat pengembalian aset perusahaan masih relatif kecil, yakni di bawah 2 persen.
Ia menambahkan, tolok ukur performa BUMN bukan semata-mata profit, tetapi juga dampak sosial ekonominya. Itu karena BUMN menanggung beban penugasan melayani publik. Oleh karena itu, pemeriksaan performa BUMN tidak cukup melalui hasil audit dan laporan kinerja keuangan, tetapi juga dampaknya terhadap publik.
Tolok ukur performa BUMN bukan semata-mata profit, tetapi juga dampak sosial ekonominya.