BCA Tetap Andalkan Segmen Korporasi di Tahun Pemulihan Ekonomi
Penyaluran kredit segmen korporasi diharapkan semakin baik pada periode pemulihan ekonomi tahun ini, dengan asumsi mobilitas masyarakat dapat lebih baik dan kasus penularan Covid-19 berkurang dibanding triwulan IV-2020.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Bank Central Asia masih akan tetap mengandalkan segmen kredit korporasi untuk menopang kinerja perusahaan pada periode pemulihan ekonomi sepanjang 2021. Tahun lalu, penyaluran kredit korporasi ini juga menjadi andalan perusahaan di tengah perlambatan ekonomi yang membuat laba bersih BCA turun hingga 5 persen.
BCA mencatat, laba bersih perusahaan sepanjang 2020 turun 5 persen menjadi Rp 27,1 triliun. Penurunan disebabkan penumpukan pencadangan yang lebih tinggi untuk mengantisipasi potensi pengurangan kualitas aset.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja, Senin (8/2/2021), mengatakan, dari sisi pembiayaan, tahun lalu penyaluran kredit korporasi meningkat 7,7 persen menjadi Rp 255,1 triliun. Kenaikan ini sejalan dengan upaya perusahaan menggerakkan roda perekonomian nasional di tengah pandemi. Sementara itu, kredit komersial dan usaha kecil menengah menurun 7,9 persen menjadi Rp 186,8 triliun.
”BCA mencatatkan pertumbuhan rata-rata kredit sebesar 4,7 persen secara tahunan sepanjang 2020. Namun, pelemahan aktivitas bisnis membuat total penyaluran kredit BCA per akhir Desember 2020 turun 2,1 persen menjadi Rp 575,6 triliun,” ujarnya dalam paparan kinerja BCA tahun 2020 yang berlangsung secara virtual.
Kinerja intermediasi BCA masih akan ditopang oleh kredit korporasi yang kinerjanya tetap gemilang di tengah pelemahan ekonomi.
Jahja optimistis pada tahun ini kinerja intermediasi BCA masih akan ditopang oleh kredit korporasi yang kinerjanya tetap gemilang di tengah pelemahan ekonomi. Penyaluran kredit untuk segmen korporasi diharapkan semakin baik pada periode pemulihan ekonomi tahun ini, dengan asumsi mobilitas masyarakat dapat lebih baik dan kasus penularan Covid-19 berkurang dibandingkan triwulan IV-2020.
Total penyaluran kredit perusahaan secara konsolidasi sepanjang tahun lalu tercatat sebesar Rp 588,7 triliun atau melemah 2,5 persen. Segmen kredit konsumer paling berkontribusi terhadap penurunan kredit dengan penurunan 10,8 persen secara tahunan.
Kredit pemilikan rumah (KPR) turun 3,7 persen menjadi 90,2 triliun dan kredit kendaraan bermotor (KKB) terkontraksi 22,6 persen menjadi Rp 36,9 triliun. Adapun total pembiayaan yang belum dilunaskan (outstanding) melalui kartu kredit menurun 20,6 persen menjadi Rp 11,2 triliun.
Penurunan pada segmen konsumer, lanjut Jahja, disebabkan oleh tingkat pelunasan yang lebih tinggi dibandingkan pemberian fasilitas kredit baru. Dari total portofolio kredit, 21,6 persen atau Rp 127,2 triliun merupakan portofolio kredit keuangan berkelanjutan dalam rangka mendukung implementasi program lingkungan, sosial, dan tata kelola (environmental, social, and governance/ESG).
”Kami mengapresiasi respons cepat regulator dalam merelaksasi kebijakan restrukturisasi untuk membantu perbankan dan nasabah melewati masa-masa sulit,” katanya.
Hingga akhir Desember 2020, kata Jahja, BCA membukukan restrukturisasi kredit sebesar Rp 104,2 triliun atau 18 persen dari total kredit, yang berasal dari sekitar 100.000 nasabah. Rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) berada di level 1,8 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 1,3 persen.
”Normalisasi restrukturisasi kredit akan menjadi fokus BCA pada tahun 2021. Segala tantangan di tahun 2020 telah membuktikan pentingnya fokus dan strategi perbankan untuk mengembangkan platform digital,” ujarnya.
Bank digital
Jahja optimistis perusahaan dapat meluncurkan anak usaha bank digital atau neobank pada semester I-2020. Neobank adalah bank yang menjalankan seluruh bisnisnya secara digital, tidak mempunyai kantor cabang.
Nantinya Bank Digital BCA juga akan tergabung dengan ekosistem perseroan, misalnya ATM BCA. ”Bank digital tidak akan punya kantor cabang, tidak menangani uang tunai, tetapi tetap mendompleng kepada ATM BCA,” ujarnya.
Bank digital tidak akan punya kantor cabang, tidak menangani uang tunai, tetapi tetap mendompleng kepada ATM BCA.
Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim mengatakan, saat ini perusahaan sedang mengembangkan aplikasi Bank Digital BCA, tetapi untuk lingkup internal. Segmen nasabah yang menurut rencana akan disasar Bank Digital BCA utamanya adalah kelompok milenial.
”BCA digital akan diluncurkan awal tahun, tujuannya khusus melayani (kaum) milenial. Banyak (nasabah) milenial kurang puas dengan layanan Mobile BCA. Kami sajikan anak perusahan BCA digital agar bisa secara pas melayani kebutuhan nasabah milenial,” ujarnya.
BCA sudah mengambil ancang-ancang sejak 2019 untuk masuk ke bank digital dengan mengakuisisi PT Bank Royal Indonesia. Bank Royal inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Bank Digital BCA.
Sementara itu, PT Bank BCA Syariah sepanjang 2020 juga mencatatkan kontraksi pada penyaluran pembiayaan sebesar 1,35 persen secara tahunan atau sebesar Rp 5,6 triliun. Presiden Direktur BCA Syariah John Kosasih menuturkan, penyaluran pembiayaan BCA Syariah tahun ini masih difokuskan pada sektor produktif, di antaranya sektor perdagangan dan proyek-proyek infrastruktur strategis pemerintah.
”Di tengah pandemi Covid-19, BCA Syariah tetap berkomitmen untuk melakukan fungsi intermediasi dengan tetap menyalurkan pembiayaan, di samping melakukan restrukturisasi disesuaikan dengan kondisi usaha dan kebutuhan nasabah,” ujarnya.
Kualitas pembiayaan BCA Syariah dapat dipertahankan pada level yang rendah dan sehat dengan pembiayaan bermasalah (NPF) bruto tercatat sebesar 0,50 persen dan NPF neto sebesar 0,01 persen.
Sejalan dengan kebijakan stimulus perekonomian nasional dari regulator, BCA Syariah melakukan restrukturisasi pembiayaan pada 2020 sebesar Rp 876 miliar dengan komposisi 70 persen restrukturisasi pembiayaan atau sebesar Rp 614 miliar diberikan kepada nasabah yang terdampak Covid-19.