Bangkitkan Gairah Berwisata dengan Fasilitas Toilet yang Memadai
Toilet menjadi fasilitas penunjang pariwisata yang kerap diabaikan. Kini, toilet mulai mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
JAKARTA, KOMPAS — Kenyamanan berwisata tidak hanya bergantung dari kemewahan fasilitas liburan atau akses transportasi, tetapi juga dari toilet. Fasilitas penunjang yang kerap diabaikan, tetapi sangat dibutuhkan wisatawan ini mulai mendapatkan perhatian serius dari komunitas dan pemerintah.
Toilet merupakan fasilitas sanitasi untuk tempat buang air besar dan kecil, tempat cuci tangan dan muka. Toilet untuk umum yang mengakomodasi kebutuhan membuang hajat dan dikelola dengan baik tentunya dibutuhkan wisatawan.
Sayangnya, masyarakat seperti Abdullah Akhmadi mengaku kerap menemukan toilet di tempat wisata yang tidak sesuai kapasitas dan dirawat dengan seadanya. Situasi itu banyak ditemui di destinasi wisata yang belum secara profesional dikelola masyarakat, bahkan oleh pemerintah daerah.
”Saat berwisata di dalam negeri, saya masih sering menemui kekurangan toilet, terutama di tempat wisata alam. Pemandangannya bagus, tapi pas kebelet pipis harus antre dan kadang berbau tak sedap. Jadi, ada yang kurang begitu,” ujar warga Jakarta tersebut kepada Kompas, Senin (8/2/2021).
Buruknya fasilitas toilet di lokasi liburan pun kerap merepotkannya karena ia harus mencari toilet lain yang lebih baik, seperti di tempat ibadah terdekat.
Pengalaman sama juga sering ditemui Ratna Listi, yang hobi berwisata alam ke pegunungan dan pantai.
Dari belasan gunung di Tanah Air yang pernah didaki, Ratna tidak pernah menemui toilet di atas gunung. Pendaki pun harus siap buang air di tempat terbuka, yang bisa berisiko untuk keselamatan diri, bahkan kelangsungan lingkungan akibat sampah alat cebok. Kendati sudah terbiasa, ia memimpikan destinasi seperti gunung yang dikelola taman nasional bisa membangun banyak fasilitas toilet yang layak.
”Berkaca dari pengalaman mendaki Gunung Fuji di Jepang, misalnya, mereka bisa membangun fasilitas toilet yang layak di ketinggian walaupun harus membayar. Kalau Indonesia bisa meniru ini, wisatawan seperti saya atau wisatawan asing akan semakin betah liburan di sini,” tutur Ratna.
Baca Juga: Kebersihan Toilet Masih Diabaikan
Wakil Ketua Umum Bidang Pariwisata Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Kosmian Pudjiadi mengakui, masalah sanitasi termasuk toilet masih terjadi di hampir di semua obyek wisata. ”Kondisinya sangat minim dan tidak memenuhi syarat. Coba anda ke pantai, terus mau ke-WC, apa ada toilet di pantai? Begitu juga dengan di gunung,” katanya saat dihubungi.
Ricky Wirjan, Public Relation dan Media Asosiasi Toilet Indonesia (ATI), mengatakan, pembangunan dan pengembangan toilet di destinasi wisata terbilang kurang cepat dan belum banyak mendapat perhatian. Sejauh ini, baru fasilitas toilet di bandar udara (bandara) yang sudah menunjukkan perbaikan dalam waktu 15 tahun terakhir, berkat dorongan mereka kepada pemerintah.
Perbaikan fasilitas toilet di bandara, sebagai pintu masuk wisatawan asing maupun domestik, penting untuk menunjukkan citra negara atau satu daerah. Namun, tidak hanya untuk pencitraan, kondisi toilet bisa meningkatkan daya saing. ”Toilet di setiap tempat wisata yang bersih dan sehat bisa meningkatkan daya saing,” ujarnya.
Kendati masih dalam posisi rendah, laporan dua tahunan Daya Saing Pariwisata Forum Ekonomi Dunia (WEF) 2019 menyatakan Indonesia paling pesat pertumbuhannya pada kategori kesehatan dan kebersihan.
Kategori tersebut antara lain memperhitungkan penggunaan layanan sanitasi dasar termasuk toilet, selain penggunaan air minum, ketersediaan kasur rumah sakit, rasio jumlah dokter, prevalensi HIV, dan penyakit malaria.
Daya saing pariwisata Indonesia tercatat naik dari peringkat ke-42 pada 2017 menjadi ke-40 dari 140 negara pada 2019. Indikator kesehatan dan kebersihan Indonesia masih di peringkat ke-102, jauh tertinggal dari Jepang yang mencatatkan skor tertinggi. Indonesia juga masih mencatatkan prestasi terendah pada indikator infrastruktur jasa wisata (peringkat ke-98), serta kebijakan ketahanan lingkungan (peringkat ke-135).
Momentum
Untuk meningkatkan sanitasi lewat toilet dan secara tidak langsung menjaga reputasi pariwisata Indonesia, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mulai menggalakkan Satuan Tugas Toilet Indonesia. Hal ini disampaikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, kemarin.
”Saya mengajak seluruh pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif untuk sama-sama ikut membentuk satgas toilet di masing-masing destinasi pariwisata. Harus dicek kondisi toiletnya layak atau tidak, air bersihnya lancar, dan tentunya harus selalu dijaga kebersihannya,” kata Sandiaga dalam keterangan pers yang dikeluarkan pada Minggu (7/2/2021).
Adapun target revitalisasi dan pengembangan toilet pada 2021 diprioritaskan untuk lima destinasi superprioritas, yaitu Danau Toba, Likupang, Borobudur, Mandalika, dan Labuan Bajo. Kemenparekraf pun akan menggandeng sejumlah kementerian terkait, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, juga pemerintah daerah serta komunitas masyarakat pelaku wisata dan ekonomi kreatif.
Selain sebagai momentum pengembangan dan pemasaran destinasi superprioritas, pengembangan toilet juga dikaitkan dengan kebijakan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan atau CHSE (cleanliness, cleanliness, health, safety, environment friendly). Protokol CHSE kini juga jadi prioritas berkenaan dengan upaya pencegahan penyebaran Covid-19.
Baca Juga: Toilet untuk Wisata Minim Kajian
Organisasi nonprofit seperti ATI pun terlibat dalam proyek jangka panjang tersebut. Ricky mengatakan, masa pandemi yang meningkatkan kesadaran akan kebersihan menjadi momentum untuk perbaikan dan pengembangan fasilitas toilet di tempat wisata.
Dalam proyek tersebut, ATI turut serta memberikan pendampingan dan pelatihan. Pendampingan dilakukan untuk memastikan toilet didesain secara benar dan terstandar.
”Toilet harus menggunakan desain dengan kapasitas tepat. Kalau target kunjungan sekian ribu harus memiliki jumlah kloset, urinal, beserta perlengkapan, sepeti tempat cuci tangan dan tempat sabun, yang cukup. Ini juga bisa tergantung demografi dan geografis juga,” katanya.
Tidak hanya terkait desain, perawatan toilet juga penting. Oleh karenanya, ATI akan ikut memberikan pelatihan perawatan kepada masyarakat sekitar atau penyedia jasa kebersihan toilet.
Program pengembangan toilet untuk wisata juga membutuhkan komitmen dari segi pembiayaan. Pasalnya, pembangunan toilet secara fisik membutuhkan banyak infrastruktur pendukung, tidak hanya dari ketersediaan ruang dan fasilitas, tetapi juga sumber air bersih dan sistem pembuangan. Kolaborasi dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta, untuk berinvestasi pun diperlukan.