Tren perbaikan ekonomi Indonesia berlanjut kendati sepanjang 2020 terkontraksi 2,07 persen. Pengendalian kasus Covid-19 menjadi tantangan terberat bagi Indonesia guna menggerakkan ekonomi lebih kencang.
Oleh
Karina Isna Irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 2,07 persen pada 2020. Kendati masih terkontraksi, tren perbaikan berlanjut di triwulan IV-2020, tecermin dari angka kontraksi yang semakin tipis. Namun, Indonesia menghadapi tantangan berat dalam hal menekan angka kasus Covid-19.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto, dalam telekonferensi pers, Jumat (5/2/2021), mengatakan, kendati masih terkontraksi, tren kontraksi membaik, yakni dari negatif 5,32 persen pada triwulan II-2020, lalu negatif 3,49 persen pada triwulan III-2020, dan negatif 2,19 persen triwulan IV-2020. Sejumlah lapangan usaha dan kelompok pengeluaran masih terdampak pandemi Covid-19.
Sektor industri pengolahan, perdagangan, dan transportasi, misalnya, masih terkontraksi meski menunjukkan tren membaik tiga triwulan terakhir. Sementara konsumsi rumah tangga yang menjadi penyumbang utama pertumbuhan masih terkontraksi 3,61 persen secara tahunan (yoy) pada triwulan IV-2020.
Pandemi Covid-19 berdampak buruk bagi perekonomian global. Menurut Suhariyanto, ekonomi negara-negara mitra dagang utama Indonesia juga masih tumbuh negatif, seperti Amerika Serikat yang minus 3,5 persen, Singapura minus 5,8 persen, Korea Selatan minus 1 persen, dan Uni Eropa minus 6,4 persen. Hanya China dan Vietnam yang tumbuh positif pada 2020, masing-masing 2,3 persen dan 2,9 persen.
Suhariyanto menambahkan, kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun lalu merupakan yang terdalam sejak tahun 1998, yakni negatif 13,13 persen. Tantangan terberat untuk membalikkan arah pertumbuhan ekonomi tahun ini adalah pengendalian kasus infeksi Covid-19. Selama Covid-19 belum bisa dikendalikan, aktivitas ekonomi akan terus tertahan.
”Semua pihak optimistis perekonomian 2021 akan lebih baik dari 2020. Namun, hanya dengan program vaksinasi dan kepatuhan masyarakat aktivitas ekonomi dapat bisa kembali bergerak,” kata Suhariyanto.
Dihubungi secara terpisah, Jumat, ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Wisnu Wardhana, berpendapat, beberapa indikator utama merefleksikan keberlanjutan pemulihan ekonomi pada 2021. Salah satunya, Indeks Manajer Pembelian (PMI) sektor manufaktur yang meningkat dari 51,3 pada Desember 2020 menjadi 52,2 pada Januari 2021.
Akan tetapi, kata Wisnu, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2021 berpotensi masih negatif. Hal ini dipengaruhi kebijakan pemerintah yang masih menerapkan pembatasan kegiatan, terutama di Jawa dan Bali. Pembatasan akan menahan mobilitas penduduk dan aktivitas ekonomi.
Menurut ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, hampir semua komponen pertumbuhan memang masih terkontraksi, tetapi kedalamannya berkurang. Hal ini dipengaruhi kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi di sejumlah daerah yang mendorong mobilitas. Peningkatan mobilitas masyarakat mendorong perbaikan konsumsi rumah tangga dan investasi.
Josua menambahkan, perbaikan sisi permintaan, terutama konsumsi rumah tangga, masih bisa didorong dengan mengoptimalkan serapan belanja pemulihan ekonomi. Sementara investasi melalui perbaikan iklim berusaha dan pembentukan Lembaga Pengelola Investasi sebagai implementasi dari Undang-Undang Cipta Kerja.
Sebelumnya, ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia, Teuku Riefky, mengingatkan, kontraksi ekonomi sepanjang 2020 secara umum disebabkan langkah penanganan krisis kesehatan yang kurang efektif dan efisien. Sistem penelusuran kontak dan pengetesan tak ada perbaikan signifikan sehingga kasus Covid-19 meningkat.
Selain itu, implementasi PSBB di sejumlah daerah tak optimal. Protokol kesehatan tidak diterapkan secara ketat sehingga penyebaran Covid-19 cukup masif. Akibatnya, PSBB berulang kali diberlakukan sehingga semakin memperburuk kontraksi ekonomi. ”Secara teori, penerapan PSBB benar, tetapi dalam implementasinya lemah sehingga dampak yang diinginkan tidak tercapai,” ujarnya.
Strategi pemerintah
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, kontraksi ekonomi yang mengecil tidak terlepas dari intervensi pemerintah. Belanja pemerintah menjadi satu-satunya komponen yang berkontribusi positif terhadap produk domestik bruto, yakni 0,15 persen.
”Konsumsi pemerintah pada triwulan IV-2020 masih tumbuh positif 1,76 persen didukung realisasi anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional Rp 579,78 triliun,” ujar Airlangga dalam telekonferensi pers, Jumat.
Menurut dia, tren perbaikan ekonomi akan dijaga dengan memperbaiki sisi permintaan dan penawaran. Pemerintah menyiapkan beberapa strategi yang difokuskan untuk mempertahankan daya beli masyarakat menengah bawah melalui perlindungan sosial serta meningkatkan produktivitas usaha mikro, kecil, dan menengah.
Guna menjaga momentum pertumbuhan, pemerintah akan menjalankan vaksinasi sesuai jadwal dan mengendalikan pandemi Covid-19 lebih optimal. Implementasi protokol kesehatan juga akan melibatkan aparat keamanan di tingkat pusat ataupun daerah.
”Pemerintah akan melibatkan Babinsa, Babinkamtibnas, Satpol PP, dan TNI/Polri dalam operasi yustisi protokol kesehatan,” kata Airlangga.
Pada 2021, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi berkisar 4,5-5,5 persen. Catatannya, perekonomian triwulan I-2021 bisa tumbuh 1,6-2,1 persen. Pertumbuhan positif ditopang konsumsi rumah tangga dan investasi. ”Kontraksi ekonomi diupayakan berbalik arah ke jalur positif. Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2021 ditargetkan bisa tumbuh 1,3-1,8 persen,” ujar Airlangga.