Indonesia Intens Jajaki Peluang Investasi Kendaraan Listrik
Pemerintah Indonesia makin intens bernegosiasi dengan sejumlah produsen kendaraan listrik dunia untuk berinvestasi di Indonesia. Infrastruktur dan insentif disiapkan agar masyarakat beralih ke kendaraan listrik.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia telah mengantongi proposal investasi dari produsen kendaraan listrik asal Amerika Serikat, Tesla, serta mematangkan negosiasi dengan dua perusahaan lain, yakni Contemporary Amperex Technology asal China dan LG Chem asal Korea Selatan. Pada tahap awal, Indonesia berambisi menjadi basis produksi dan mengekspor komponen kendaraan listrik, seperti baterai.
Proposal Tesla diterima Pemerintah Indonesia, Kamis (4/2/2021). Negosiasi direncanakan akan digelar pekan depan dengan melibatkan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto, Jumat, mengatakan, momentum hilirisasi industri harus sigap dimanfaatkan untuk menempati posisi signifikan di rantai pasok global. Dengan cadangan sumber daya mineral berlimpah, Indonesia digadang menjadi pemain utama industri kendaraan listrik di masa depan.
Dengan salah satu syarat utama berupa transfer teknologi, penjajakan kerja sama investasi dengan sejumlah perusahaan kendaraan listrik kelas dunia menjadi strategi awal pemerintah untuk mengembangkan industri itu di dalam negeri. ”Ini kesempatan baik untuk belajar dari tiga perusahaan yang memiliki teknologi baterai litium terbaik di dunia. Suatu saat kita bisa mengembangkan teknologi kita sendiri di nikel, bauksit, dan tembaga,” kata Seto.
Selain dengan Tesla, Antam dan Inalum juga akan dilibatkan dalam proyek investasi pabrik baterai litium lain, seperti LG Chem. Proyek ini masih dalam tahap negosiasi bisnis ke bisnis setelah penandatanganan nota kesepakatan dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, pengembangan industri otomotif, khususnya mobil listrik, menjadi salah satu prioritas yang disasar pemerintah lima tahun ke depan. Ke depan, Indonesia tidak akan lagi mengekspor bijih nikel, tetapi menjadi pemain utama produsen baterai litium sebagai komponen utama kendaraan listrik.
Catatan BKPM, ada empat pabrik yang bergerak di ekosistem kendaraan listrik yang tertarik berinvestasi. Pertama, Contemporary Amperex Technology (CATL) yang berencana membangun industri baterai terintegrasi dengan nilai investasi 5,2 miliar dollar AS. Menurut rencana, CATL akan memulai pembangunan pabrik sel baterai tahun 2024. Kedua, investasi LG untuk industri baterai terintegrasi dengan nilai investasi 9,8 miliar dollar AS.
Ketiga, Badische Anilin-und Soda Fabrik (BASF) yang berencana membangun industri prekursor dan katoda. Keempat, Tesla, yang akan membuat ekosistem industri mobil listrik. Namun, berapa nilai investasi Tesla belum diketahui, demikian pula terkait pabrik apa yang akan dibangun di Indonesia.
Menurut Seto, proposal investasi yang diajukan Tesla sedikit berbeda dengan proposal CATL dan LG. ”Sepintas, teknologi dasar yang digunakan Tesla agak beda. Maka, kami bersemangat bekerja sama dengan Tesla, bisa dibilang mereka memiliki salah satu teknologi baterai litium terbaik di dunia,” katanya.
Harus tegas
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, berpendapat, pemerintah harus tegas dalam menetapkan koridor investasi. Penjajakan kerja sama untuk mengembangkan industri di dalam negeri diperlukan, tetapi jangan sampai Indonesia hanya dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku.
Selama ini, aturan main yang longgar membuat Indonesia kalah bersaing. Investasi hanya menyasar pasar Indonesia yang besar atau sumber daya alam yang melimpah. ”Indonesia harus tegas dengan batas aturan yang pasti. Misalnya, harus ada transfer teknologi dan pengetahuan, lalu jangan sampai jenis investasinya ternyata hanya berupa pengambilan bahan baku nikel dan sejenisnya dari Indonesia,” kata Esther.
Batasan lain, pengaturan tenaga kerja asing harus diperhatikan agar tidak merugikan masyarakat setempat dan tidak menghalangi kegiatan operasional usaha. Dalam rangka transfer teknologi dan pengetahuan, tenaga kerja asing boleh diizinkan masuk dengan porsi 30 persen dari total pekerja. Namun, secara bertahap, jumlahnya harus dikurangi agar diambil alih pekerja Indonesia.
Pemerintah harus berani mengeluarkan insentif untuk mendorong permintaan kendaraan listrik. Jika pasar dalam negeri tercipta, Indonesia tidak akan sekadar jadi pengekspor nikel olahan atau baterai litium, tetapi juga memproduksi mobil listriknya sendiri.
Bertahap
Seto mengatakan, dalam waktu dekat, Indonesia baru akan menjadi basis produksi dan mengekspor baterai litium ke negara lain yang sudah lebih siap beralih ke kendaraan listrik. Perlahan, pasar dalam negeri akan dikembangkan. Namun, kesiapan infrastruktur dan struktur Indonesia sebagai negara kepulauan jadi pertimbangan.
”Penetrasinya akan gradual, mungkin perlahan mulai tahun 2025, perlahan naik sampai 2030. Dalam estimasi kami, tidak mungkin pasar mobil listrik langsung meroket naik begitu dikasih insentif dan merebut pasar mobil konvensional (combustion engine) atau mobil hibrida, ” katanya.
Sebagai langkah awal, insentif berupa penetapan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mobil listrik sebesar 0 persen akan dimulai pada Oktober atau November 2021. Menurut Seto, jika ingin lebih cepat mendorong peralihan ke kendaraan listrik, kebijakan pajak yang lebih agresif dibutuhkan, seperti penerapan pajak karbon di Eropa. Eropa mematok denda atas kelebihan emisi di atas batas. Namun, Indonesia belum akan menerapkan strategi serupa.