KPPU Perketat Pengawasan Merger dan Akuisisi Perusahaan Digital
Komisi Pengawas Persaingan Usaha akan memperketat pengawasan penggabungan usaha atau akuisisi perusahaan digital yang belakangan meningkat. Hal ini untuk mencegah konsentrasi ekonomi digital hanya di kelompok tertentu.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pengawas Persaingan Usaha akan memperketat pengawasan terhadap merger dan akuisisi yang dilakukan perusahaan digital. Langkah ini dilakukan untuk mencegah konsentrasi ekonomi digital hanya di kelompok tertentu.
Pada 2019, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menerima notifikasi tujuh perusahaan digital yang melakukan merger atau akuisisi. Di tahun 2020, jumlah perusahaan digital yang menyampaikan notifikasi merger atau akuisisi ke KPPU meningkat menjadi 12 perusahaan.
”Terkait ekonomi digital ini KPPU tidak ingin pengonsentrasian ekonomi ke kelompok tertentu, seperti yang terjadi di ekonomi nondigital, terulang lagi,” kata Komisioner KPPU, Ukay Karyadi, dalam forum jurnalis secara daring di Jakarta, Kamis (4/2/2021).
Menurut Ukay, tren merger atau akuisisi perusahaan digital belakangan ini menarik diperhatikan. Hal ini karena pasar ekonomi digital diperkirakan bakal semakin terkonsentrasi apabila pemain-pemain besar rajin mengakuisisi pelaku-pelaku ekonomi digital skala menengah dan kecil.
Tren tersebut sekarang terjadi di Indonesia, bukan hanya oleh pemain ekonomi digital domestik, melainkan pemain dari luar negeri. Terkait hal ini, pengawasan sektor usaha digital di Indonesia perlu diperketat, terutama dalam hal merger dan akuisisi. ”Sebab, walaupun ada pertumbuhan dan perkembangan, konsentrasinya lebih mengerucut pada beberapa perusahaan saja,” ujarnya.
Merujuk data Google, Temasek, dan laporan e-conomy SEA 2020, nilai ekonomi digital Indonesia tahun 2020 mencapai 44 miliar dollar AS atau meningkat 11 persen dibandingkan tahun 2019. Nilai valuasi ekonomi digital Indonesia diprediksi akan mencapai 124 miliar dollar AS pada 2025.
Menurut Ukay, pihaknya kini sedang menangani perkara keterlambatan notifikasi yang dilakukan oleh perusahaan digital. Berdasarkan peraturan baru KPPU, akuisisi tidak dimaknai hanya sebagai pengambilalihan saham.
Pengambilalihan aset pun sekarang harus dilaporkan ke KPPU. ”(Ketentuan seperti) Ini harus diketahui publik, seperti halnya perusahaan perkebunan yang membeli kebun pun sekarang harus melaporkan ke KPPU kalau pembeliannya signifikan,” kata Ukay.
Dengan demikian, walaupun tidak mengakuisisi suatu perusahaan, perusahaan digital yang mengambil alih aset perusahaan lain juga harus melapor ke KPPU. Posisi ekonomi digital yang kini sedang tumbuh merupakan momentum untuk mengawasi dan menata sektor tersebut.
”Pertumbuhan sektor ekonomi digital harus berdampak kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum, bukan hanya ke pelaku usaha tertentu,” kata Ukay.
Ketua KPPU Kodrat Wibowo menambahkan, secara umum di berbagai negara, perusahaan besar petahana biasanya yang menjadi pecundang akibat disrupsi digital. Di Indonesia, mayoritas usaha adalah informal.
Banyak pelaku usaha kecil menengah menjadi pihak yang kalah dalam ekonomi digital. ”KPPU, dengan domain atau ranah kewenangannya di persaingan usaha, harus sangat hati-hati dalam melihat pasar ke depan,” kata Kodrat.
Terkait perkembangan ekonomi digital, kata Kodrat, KPPU akan membela kepentingan persaingan usaha itu sendiri demi kesejahteraan negara dan masyarakat.
Menurut pengamat teknologi informasi dan komunikasi, Heru Sutadi, tren konsolidasi tidak dapat dihindari di tengah pandemi Covid-19 yang memukul segala sendi ekonomi, apalagi di perusahaan digital. ”Kalau perusahaan konvensional aset dimiliki sendiri, aset perusahaan digital adalah milik mitra. Kalau mitra terkendala, platform juga akan terkena dampaknya,” ujar Heru.
Oleh karena tren konsolidasi tak bisa dihindari, ketika terjadi konsolidasi, KPPU bertugas mengevaluasi, apakah dapat direstui atau tidak. Menurut Heru, kondisi seperti ini merupakan momentum bagi KPPU untuk masuk ke evaluasi bisnis digital yang selama ini terasa kurang mendapat perhatian.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan, aksi korporasi seperti merger memang dapat mendorong efisiensi dari sisi penawaran dan permintaan. Efisiensi yang tercipta dapat menjadikan harga barang ataupun jasa lebih murah.
Akan tetapi, kata Faisal, semua harus dilihat secara seimbang agar tidak bias satu sisi kepentingan. ”Perilaku bisnis mesti dijaga agar mendorong iklim usaha yang kompetitif dan adil,” kata Faisal.