Untuk mampu menopang pertumbuhan industri halal di dalam negeri, layanan keuangan syariah harus mampu bersaing dengan produk-produk keuangan konvensional.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Bank Syariah Indonesia Tbk resmi beroperasi per 1 Februari 2021. Presiden Joko Widodo meminta agar bank hasil merger tiga bank syariah milik negara ini bersifat terbuka dan inkusif. Adapun pelaku usaha berharap bank ini dapat memperkuat ekosistem industri halal.
Bank Syariah Indonesia (BSI) merupakan gabungan dari PT Bank BRI Syariah (Persero) Tbk, PT Bank Syariah Mandiri (Persero) Tbk, dan PT Bank BNI Syariah (Persero) Tbk. Total aset hasil merger per akhir Desember 2020 sebesar Rp 240 triliun. Hal ini menempatkan BSI di peringkat ke-7 bank terbesar di dalam negeri secara kapitalisasi aset.
Dalam peluncuran BSI di Istana Negara, Jakarta, Senin (1/2/2021), Presiden mengatakan, hari peluncuran BSI ini merupakan hari bersejarah bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Sudah lama Indonesia dikenal sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Status ini sudah menjadi salah satu identitas global Indonesia.
”Sudah sewajarnya Indonesia menjadi salah satu negara yang terdepan dalam hal perkembangan ekonomi syariah. Salah satunya dengan kehadiran BSI,” ujarnya.
Presiden berharap BSI memberi sumbangan besar pada pengembangan ekonomi syariah yang menyejahterakan umat dan seluruh rakyat. Untuk itu, BSI harus bersifat terbuka dan inklusif. Semua orang yang mau bertransaksi atau berinvestai secara syariah harus disambut sebaik-baiknya.
BSI juga wajib memaksimalkan penggunaan digital guna menjangkau masyarakat yang selama ini belum terjangkau layanan bank. BSI juga diharapkan menarik minat generasi muda milenial sebagai nasabahnya.
”Produk dan layanan keuangan syariah BSI juga harus kompetitif dan memenuhi berbagai kebutuhan konsumen di berbagai segmen,” katanya.
BSI memberi sumbangan besar pada pengembangan ekonomi syariah yang menyejahterakan umat dan seluruh rakyat. Untuk itu, BSI harus bersifat terbuka dan inklusif.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, untuk mampu menopang pertumbuhan industri halal di dalam negeri, layanan keuangan BSI harus mampu bersaing dengan bank konvensional.
”Hampir seluruh produk makanan dan minuman produksi dalam negeri merupakan produk halal sehingga BSI harus memberikan alternatif pembiayaan yang lebih menarik dan menguntungkan untuk industri makanan dan minuman,” ujarnya saat dihubungi pada Senin (1/2/2021).
Hampir seluruh produk makanan dan minuman produksi dalam negeri merupakan produk halal sehingga BSI harus memberikan alternatif pembiayaan yang lebih menarik dan menguntungkan untuk industri makanan dan minuman.
Meski tidak memegang data pasti, Adhi mengatakan, saat ini porsi pembiayaan syariah pada industri makanan-minuman nasional masih sangat minim. Dalam memutuskan pilihan sumber pembiayaan, pelaku industri mempertimbangkan beberapa hal, di antaranya adalah kemudahan akses dan bunga yang terjangkau.
”Pelaku industri berharap BSI bisa menjadi salah satu alternatif pendanaan produk-produk halal dengan tetap harus mengedepankan komparasinya dengan layanan keuangan dari bank konvensional,” tuturnya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pangsa pasar keuangan syariah hingga Juni 2020 baru mencapai 9,68 persen. Padahal, sepanjang tahun lalu pertumbuhan penyaluran pembiayaan syariah mencapai 9,5 persen atau jauh di atas pertumbuhan penyaluran kredit nasional yang terkontraksi negatif 2,41 persen.
Seiring dengan pulihnya daya beli masyarakat, Adhi optimistis sepanjang 2021 kinerja industri makanan dan minuman bisa tumbuh 5 persen-7 persen secara tahunan dibandingkan pada 2020. Momentum ini, lanjutnya, dapat dimanfaatkan BSI untuk menyalurkan pembiayaan berkualitas.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengemukakan, BSI memiliki sejumlah fokus, yakni menumbuhkan segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), ritel, konsumer, serta wholesale dengan produk yang inovatif; termasuk bisnis global, seperti global sukuk.
”Selain menjalankan fungsi intermediasi dan menyalurkan pajak, BSI juga memiliki konsep yang dapat dioptimalkan untuk memeratakan ekonomi masyarakat melalui zakat, infak, sedekah, dan wakaf,” ujarnya.
Peneliti Ekonomi Syariah Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Fauziah Rizki Yuniarti, mengingatkan, preferensi masyarakat untuk memilih layanan berbasis syariah atau konvensional tidak sepenuhnya berlandaskan keyakinan agama.
”Kemudahan akses layanan keuangan dan produk yang berbasis teknologi menjadi faktor pendorong masyarakat untuk memilih produk layanan keuangan,” ujarnya.
Proses merger, lanjut Fauziah, diharapkan turut mewariskan spesialisasi dari masing-masing induk bank sebelum adanya penggabungan usaha. Dengan begitu, BSI dapat bersinergi dengan memberikan berbagai ragam layanan yang lebih luas untuk berbagai segmen nasabah.
Segmen debitor UMKM diharapkan tetap bisa dilayani mengingat pengalaman dari Bank Rakyat Indonesia telah bertahun-tahun menjadi pemain besar di segmen mikro dan kecil. Di sisi lain, kemampuan dan keahlian dari Bank Mandiri dalam pemberian kredit korporasi membuat BSI tidak gagap dalam menggarap segmen korporasi besar.
Sementara itu, pengalaman luas dari BNI dalam mendukung pembiayaan perdagangan luar negeri menjadi suatu keunggulan tersendiri bagi BSI untuk bersaing dengan bank-bank lain dalam pembiayaan ekspor-impor.
Secara terpisah, ekonom Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi Manajemen IPB University, Irfan Syauqi Beik, mengatakan, kehadiran BSI bukan semata-mata untuk memperbesar nilai aset perbankan syariah, melainkan juga untuk memperbesar manfaat sosial dan kemaslahatan umat.
”Keunggulan dari bank syariah adalah aspek manfaat sosial dan kemaslahatan. Kemaslahtan ini, antara lain, ditunjukkan dengan penunaian kewajiban zakat perusahaan dan penyaluran pembiayaan tanpa bunga,” kata Irfan.
Penguatan sisi sosial bank syariah diharapkan dapat membantu upaya untuk mereduksi kembali angka kemiskinan, yang saat ini diperkirakan naik menyentuh angka 11-13 persen dari jumlah penduduk pada akhir tahun 2020.
”Dengan situasi seperti ini tentu semua institusi ekonomi syariah, termasuk BSI, memiliki tanggung jawab moral untuk terlibat dalam upaya penurunan angka kemiskinan di Indonesia,” ujarnya.