Berawal dari kekhawatiran anak didik mengonsumsi camilan dengan bahan berbahaya, Irayati (57) berkreasi membuat jajanan aman. Tak hanya dipasarkan di sekolah, hasil laut Madura olahannya melanglang ke penjuru Nusantara.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA/IQBAL BASYARI
·4 menit baca
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Irayati dan beraneka produk olahannya.
Irayati, guru di Sekolah Dasar Prancak 1 Bangkalan, mulai menggeluti usaha bidang kuliner sekitar 10 tahun silam. Ketertarikannya dengan dunia usaha berawal dari ruang usaha kesehatan sekolah atau UKS.
”Saat saya bertugas sebagai guru pendamping UKS, mayoritas siswa yang membutuhkan perawatan mengeluhkan sakit tenggorokan. Setelah saya tanya, mereka mengaku sering mengonsumsi jajanan yang dijual oleh pedagang di sekitar sekolah,” kata Irayati di Bangkalan, Jawa Timur, akhir September 2020.
Setelah ditelusuri, ternyata banyak siswa yang tidak membawa bekal makanan dari rumah. Mereka membeli jajanan di sekolah yang sebagian mengandung bahan pengawet kimia. Tentu, konsumsi makanan berpengawet kimia membahayakan kesehatan anak-anak.
Sebagian siswa terpaksa membeli jajanan itu karena dianggap enak dan murah. Mereka tidak memiliki banyak pilihan jajanan karena memang pedagang di sekolah tidak banyak. Jajanan yang mereka lihat adalah yang mereka konsumsi.
Irayati yang gelisah kemudian berinisiatif menyediakan jajanan yang aman tanpa bahan pengawet kimia untuk anak didiknya. Ia lalu memutar otak untuk berkreasi membuat jajanan yang aman dan disukai oleh anak-anak.
Perempuan kelahiran Bangkalan, 25 Februari 1963, itu melihat potensi yang ada di sekitar tempat tinggalnya di Kecamatan Sepulu, Kabupaten Bangkalan. Dia sadar ada potensi besar dari sektor kelautan yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Mayoritas hasil tangkapan laut dari kawasan itu dijual tanpa diolah sehingga tidak memberikan nilai tambah bagi nelayan.
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Aneka produk olahan Irayati.
Dia kemudian mencoba mengolah hasil laut tangkapan nelayan, seperti kepiting, teripang, ikan asin bulu ayam, dan udang. Keterampilan mengolah makanan yang pernah didapatkan ketika beberapa kali mengikuti pelatihan dipraktikkan untuk membuat jajanan bagi anak-anak.
Tak disangka, jajanan buatannya laris manis di sekolah. Hal itu memunculkan peluang untuk meningkatkan usahanya ke level yang lebih besar. Profesinya sebagai guru yang setiap hari harus mengajar di sekolah memunculkan permasalahan, waktu untuk memproduksi jajanan yang terbatas.
Jiwanya sebagai pengajar pun muncul. Irayati membagikan ilmu kepada istri nelayan di desanya. Dia ingin istri nelayan itu ikut memproduksi olahan hasil laut dari tangkapan para suami sehingga mereka bisa mendapatkan tambahan penghasilan. ”Banyak waktu dari istri nelayan dihabiskan hanya untuk menunggu suami pulang melaut,” ujarnya.
Irayati lalu membentuk kelompok dan membekali mereka dengan modal dan keterampilan mengolah hasil laut. Ada lima kelompok terdiri dari istri nelayan yang ikut memproduksi olahan hasil laut. Untuk memulai produksi, setiap kelompok mendapatkan pinjaman senilai Rp 2 juta hingga Rp 3 juta.
”Saya memberikan resep agar cita rasa makanan yang diproduksi oleh istri-istri nelayan sama seperti olahan saya sendiri,” ujar peraih Juara 3 Lomba UKM Pengolahan Ikan Terbaik di Jatim pada 2017 tersebut.
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Irayati
Di rumah produksi UMKM Putri Rachmi, setidaknya ada enam olahan yang dijual, yakni rengginang kepiting, crispy ikan bulu ayam, fishtuna, terasi udang, kerupuk teripang, dan ikan asin bulu ayam. Produknya dijual Rp 6.000 hingga Rp 22.000 per bungkus dengan masa kedaluwarsa hingga delapan bulan tanpa pengawet kimia.
Dalam memasarkan produknya, Irayati memanfaatkan jejaring toko oleh-oleh di luar Pulau Madura. Dia percaya diri dengan olahannya sehingga berani menawarkan jajanan sebagai makanan dari Madura yang dijual ke berbagai penjuru Nusantara. Dia telah bekerja sama dengan beberapa pemilik toko jajanan dan oleh-oleh, antara lain di Batam, Jakarta, Malang, dan Makassar.
Ternyata, dagangannya laris dan cocok dengan lidah orang dari berbagai penjuru Nusantara. Omzetnya pun turut terdongkrak rata-rata Rp 20 juta hingga Rp 50 juta per bulan. Olahan hasil laut Madura yang awalnya hanya diedarkan di sekolah kini turut mengenalkan potensi laut Madura ke berbagai daerah di Indonesia.
Irayati cukup cerdik memanfaatkan jejaring untuk melebarkan sayap. Ketika menjadi usaha kecil dan menengah (UKM) binaan Pemerintah Kabupaten Bangkalan, dia beberapa kali mengikuti pameran di daerah lain. Ajang itu dimanfaatkan untuk mengenalkan produknya ke konsumen sekaligus membuka pasar lain.
Ternyata, dagangannya laris dan cocok dengan lidah orang dari berbagai penjuru Nusantara.
Keuletannya bahkan mendorong PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore mendukung langkahnya meningkatkan potensi daerah. Dia dibantu menambah alat-alat produksi dan diajak dalam berbagai ajang pameran.
”Saya tidak ingin ilmu saya berhenti. Beberapa kali saya diundang untuk berbagi pengalaman mengembangkan olahan dari hasil laut ke UMKM di daerah-daerah,” katanya.
Layaknya seorang guru, Irayati ingin agar ilmu yang dimiliki bisa dirasakan oleh lebih banyak orang. Dari produk olahan hasil laut, masyarakat dapat menikmati camilan khas Madura dan orang-orang bisa lebih sejahtera.