IHSG Tertekan Sentimen Kasus Positif Covid-19 yang Masih Meningkat
Koreksi indeks lebih dari 2 persen pada perdagangan Kamis (28/1/2021) membuat kapitalisasi pasar ikut anjlok ke posisi Rp 6.969 triliun dari perdagangan sehari sebelumnya yang sebesar Rp 7.124 triliun.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indeks Harga Saham Gabungan melemah dalam enam hari perdagangan secara beruntun. Selain tekanan dari peningkatan kasus positif Covid-19 di dalam negeri, sentimen perdagangan spekulatif turut membebani indeks saham sehingga sulit keluar dari zona merah.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perdagangan Kamis (28/1/2021), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 2,12 persen ke level 5.979,387. Akumulasi sejak awal tahun hingga Kamis, pertumbuhan IHSG hanya 0,01 persen.
Koreksi indeks yang lebih dari 2 persen membuat kapitalisasi pasar ikut anjlok ke posisi Rp 6.969 triliun dari sehari sebelumnya yang sebesar Rp 7.124 triliun. Pelemahan terhadap IHSG terjadi selama enam hari berturut-turut dan menjadi periode penurunan terpanjang sejak awal tahun ini.
Berdasarkan data perdagangan BEI, investor asing membukukan beli bersih Rp 52,5 miliar pada perdagangan Kamis.
Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali mengatakan, kasus positif Covid-19 yang tinggi di dalam negeri mengganggu persepsi pelaku pasar dan investor. Mereka mengantisipasi kebijakan pembatasan kegiatan bisnis akan kembali dibuat pemerintah untuk mengurangi peningkatan kasus.
”Pelaku pasar juga khawatir pembatasan akan membuat masyarakat kembali menahan konsumsi yang ujungnya dapat berdampak pada perekonomian Tanah Air,” katanya.
Kekhawatiran akan peningkatan Covid-19 membuat investor melepas saham-saham mereka di pasar modal. Berdasarkan data BEI, sektor saham yang anjlok paling dalam adalah pertambangan dengan penurunan 4,34 persen dalam sehari perdagangan, diikuti sektor infrastruktur (3,94 persen), lalu industri dasar dan kimia (3,29 persen).
Jika pembatasan kegiatan bisnis dan ekonomi kembali dilakukan, kata Frederik, sejumlah kegiatan usaha akan berhenti dan permintaan terhadap sejumlah produk dan jasa akan anjlok. Di sisi lain, hal tersebut memang perlu dilakukan karena distribusi vaksin memerlukan waktu yang tidak sebentar.
Berdasarkan laman covid19.go.id dan worldometers.info per Kamis (28/1/2021), sejak 2 Maret 2020 ada 1.037.993 kasus terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia. Dari jumlah kasus terkonfirmasi, jumlah kasus di Indonesia nomor empat tertinggi di kawasan Asia, setelah India, Turki, dan Iran.
Perdagangan spekulatif
Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich menilai, pelemahan IHSG belakangan ini dipengaruhi tren perdagangan spekulatif yang membawa harga saham naik terlalu cepat. ”Penurunan mayoritas harga saham dalam beberapa hari terakhir bisa terjadi karena investor merealisasikan keuntungan,” ujarnya.
Pada saat investor domestik ramai-ramai membukukan aksi jual, aliran modal masuk dari investor asing belum cukup kuat menahan laju penurunan IHSG. Meski demikian, ia mengakui IHSG sulit keluar dari zona merah karena tertekan sentimen negatif lonjakan kasus positif Covid-19 di Indonesia.
Secara virtual, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen mengatakan, peningkatan jumlah investor di pasar modal pada masa pandemi menjadi perhatian.
Kami akan lihat lebih jauh apakah peningkatan jumlah investor murni terjadi karena masyarakat sudah terliterasi terkait di pasar modal atau sekadar ikut-ikutan.(Hoesen)
OJK berkomitmen mewaspadai fenomena peningkatan jumlah investor dan mengkaji fenomena ini lebih lanjut. ”Kami akan lihat lebih jauh apakah peningkatan jumlah investor murni terjadi karena masyarakat sudah terliterasi terkait di pasar modal atau sekadar ikut-ikutan,” ujarnya.
Dia mengaku kerap menemukan kasus viral di media sosial yang menunjukkan investor tidak menggunakan dana simpanan untuk melakukan investasi, melainkan menggunakan dana hasil pinjaman atau dana dari pos pengeluaran lain.
”Kegiatan investasi harus didasarkan pada sumber dana di luar kebutuhan pokok dan tentu arah investasi juga harus didasarkan dengan pengetahuan atau informasi yang cukup, bukan sekadar ikut-ikutan,” katanya.
Untuk itu, lanjut Hoesen, OJK bersama pemangku kebijakan pasar modal lainnya akan terus menggalakkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, termasuk generasi milenial, terkait perilaku berinvestasi secara benar dan bijak.