Insentif pada Tahun Ini Tetap Ada, Penerimaan Pajak Masih Akan Tertekan
Pemerintah masih akan memberikan sejumlah insentif untuk mendukung pemulihan ekonomi. Konsekuensinya, penerimaan pajak pada tahun ini masih akan tertekan.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan perpajakan tahun 2021 masih diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi. Konsekuensinya, realisasi penerimaan perpajakan masih akan tertekan.
Dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021, target penerimaan perpajakan dipatok Rp 1.444,5 triliun. Jumlah itu terdiri dari penerimaan pajak Rp 1.229,6 triliun dan kepabeanan Rp 217,6 triliun. Penerimaan perpajakan tahun 2021 ditargetkan tumbuh 2,9 persen dari realisasi tahun 2020, yang sebesar Rp 1.404,5 triliun.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama menyampaikan, pemerintah masih akan memberikan sejumlah insentif untuk mendukung pemulihan ekonomi. Konsekuensi, dari pemberian insentif akan menekan penerimaan, seperti pada tahun 2020.
Realisasi penerimaan pajak pada 2020 sebesar Rp 1.072 triliun atau 89,3 persen dari target. Penerimaan pajak pada tahun lalu anjlok 19,7 persen dibandingkan dengan penerimaan pajak pada 2019.
”Pada 2021, target pajak sudah dipatok Rp 1.229,6 triliun atau naik 14,7 persen dari realisasi tahun 2020. Target ini sangat menantang dengan kondisi ekonomi yang tidak pasti,” ujar Hestu dalam webinar kebijakan perpajakan tahun 2021, Kamis (28/1/2021).
Pada 2021, pemerintah mengalokasikan anggaran insentif usaha dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional senilai Rp 20,26 triliun. Insentif mencakup pajak ditanggung pemerintah, pengembalian Pajak Penghasilan (PPh) impor, dan pengembalian pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Pada 2021, pemerintah mengalokasikan anggaran insentif usaha dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional senilai Rp 20,26 triliun.
Insentif dunia usaha di luar insentif perpajakan untuk bidang kesehatan serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Fasilitas insentif bidang kesehatan itu seperti PPh Pasal 22 impor dan PPN untuk produk farmasi. Sementara insentif pajak UMKM berupa PPh final UMKM ditanggung pemerintah. Seluruh insentif pajak diberikan hingga 31 Desember 2020.
Hestu menekankan, penerimaan pajak sangat bergantung pada aktivitas ekonomi. Selama pandemi Covid-19 belum teratasi dan risiko kesehatan belum terkelola, penerimaan pajak belum bisa pulih. Risiko bersumber dari wajib pajak badan yang pendapatannya terkena dampak Covid-19.
Sebagai contoh, mayoritas wajib pajak badan mengaku tidak memperoleh laba pada April 2020. Kegiatan bisnis mereka terpaksa tutup akibat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kondisi ini berdampak terhadap kontraksi penerimaan PPh badan Pasal 25. PPh badan diperkirakan masih tertekan pada tahun ini.
”Salah satu strategi untuk memitigasi kontraksi penerimaan lebih dalam dengan memberlakukan pajak digital,” kata Hestu.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita berpendapat, insentif pajak cukup efektif menolong bisnis di tengah krisis sehingga perlu diperpanjang paling tidak sampai 2021. Pemberian insentif bukan hanya membantu pelaku usaha dalam negeri, melainkan juga bagi investor asing.
Insentif pajak cukup efektif menolong bisnis di tengah krisis.
Pemulihan pajak
Pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Darussalam, menuturkan, dampak krisis Covid-19 terhadap penerimaan pajak tidak akan jauh berbeda dengan situasi pada tahun 2008. Pemulihan penerimaan pajak tidak akan secepat pemulihan ekonomi karena ada masa transisi.
Setelah krisis, mayoritas negara akan melancarkan kebijakan insentif pajak. Hal itu dilakukan untuk menarik lebih banyak investasi untuk penciptaan lapangan kerja. Kebijakan obral deinsentif ini akan menyebabkan tekanan terhadap penerimaan pajak lebih lama kendati kondisi ekonomi mulai pulih.
Pemulihan penerimaan pajak tidak akan secepat pemulihan ekonomi karena ada masa transisi.
”Pemulihan penerimaan pajak paling tidak tiga sampai empat tahun setelah pemulihan ekonomi,” ujar Darussalam.
Menurut Darussalam, paling tidak ada empat prioritas kebijakan perpajakan pada tahun 2021, yakni melanjutkan perluasan basis pajak, mengoptimalisasi penerimaan pajak yang tidak mendistorsi pemulihan ekonomi, memberikan insentif pajak secara selektif dan temporer, serta meneruskan digitalisasi administrasi perpajakan.