Manajemen Bank Syariah Indonesia akan memastikan proses integrasi layanan dan inti bisnis atau ”core banking” dari ketiga bank berjalan baik dan minim disrupsi demi peningkatan layanan kepada masyarakat dan nasabah.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan telah menyetujui rencana penggabungan usaha tiga bank syariah milik himpunan bank milik negara atau Himbara. Jika seluruh proses akhir berjalan sesuai rencana, merger tiga bank syariah milik Himbara akan berlaku efektif pada 1 Februari 2021.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik Otoritas Jasa Keungan (OJK) Anto Prabowo mengatakan, OJK telah menyetujui rencana penggabungan usaha PT Bank BRIsyariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri Tbk, dan PT Bank BNI Syariah Tbk menjadi satu di bawah identitas baru PT Bank Syariah Indonesia Tbk per Rabu ini. Persetujuan ini ditandai dengan keluarnya Salinan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor 4/KDK.03/2021.
”Selanjutnya Bank Syariah Indonesia akan mengurus perubahan anggaran dasar di Kementerian Hukum dan HAM, serta perubahan atau pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia. Jika seluruh proses akhir ini berjalan sesuai rencana, merger ketiga bank syariah itu akan berlaku efektif per 1 Februari 2021,” ujarnya, Rabu (27/1/2021).
Jika seluruh proses akhir ini berjalan sesuai rencana, merger ketiga bank syariah itu akan berlaku efektif per 1 Februari 2021.
Melalui ketarangan resmi, Ketua Project Management Office Integrasi dan Peningkatan Nilai Bank Syariah BUMN serta Direktur Utama Bank Syariah Mandiri Hery Gunardi menyambut baik persetujuan OJK terhadap rencana penggabungan ketiga bank umum syariah.
”Meski di tengah pandemi, seluruh pihak tetap bekerja, saling bahu-membahu, mendukung bersatunya tiga bank syariah dan melahirkan Bank Syariah Indonesia. Sejatinya kita semua ini bersatu untuk Indonesia,” kata Hery.
Lebih lanjut, Hery mengatakan, selepas tanggal efektif penggabungan usaha, jajaran manajemen Bank Syariah Indonesia akan fokus untuk memastikan proses integrasi layanan dan inti bisnis (core banking) dari ketiga bank berjalan baik dan minim disrupsi demi peningkatan layanan kepada masyarakat dan nasabah.
Direktur Utama BRIsyariah Ngatari menambahkan, sampai dengan proses administrasi badan hukum tersebut selesai dan merger dinyatakan efektif, layanan dan operasional di tiga bank tetap berjalan seperti biasa. Perubahan-perubahan layanan dan operasional sebagai hasil proses integrasi akan diinformasikan secara bertahap sesuai dengan tahapan integrasi tersebut melalui berbagai kanal informasi.
”Kami juga menjamin seluruh dana nasabah tetap aman dan dijamin sesuai regulasi,” ujar Ngatari.
Sementara itu, Direktur Utama BNI Syariah Abdullah Firman Wibowo menuturkan, pascamerger dan tuntasnya proses integrasi, layanan keuangan syariah bagi masyarakat akan semakin beragam dengan cakupan layanan yang lebih luas. Kualitas layanan juga akan meningkat.
”Bank Syariah Indonesia akan memiliki layanan dan produk keuangan syariah yang bisa diakses serta memenuhi kebutuhan nasabah UMKM, korporasi, ritel, dan investor global. Kualitas layanan akan terus kami pacu sesuai standar internasional dengan rasa lokal,” ujarnya.
Bank Syariah Indonesia akan memiliki layanan dan produk keuangan syariah yang bisa diakses serta memenuhi kebutuhan nasabah UMKM, korporasi, ritel, dan investor global.
Bank Syariah Indonesia akan melakukan kegiatan usaha di lebih dari 1.200 kantor cabang dan unit eksisting yang sebelumnya dimiliki BRIsyariah, Bank Syariah Mandiri, dan BNI Syariah. Dari hasil proforma keuangan Bank Hasil Gabungan per 30 Juni 2020, total aset Bank Syariah Indonesia tersebut nantinya mencapai Rp 214,6 triliun dengan modal inti lebih dari Rp 20,4 triliun.
Jumlah tersebut menempatkan Bank Hasil Penggabungan dalam daftar 10 besar bank terbesar di Indonesia dari sisi aset. Bank Hasil Penggabungan akan berstatus sebagai perusahaan terbuka dan tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham BRIS.
Komposisi pemegang saham dari Bank Syariah Indonesia adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar 51,2 persen, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 25 persen, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sebesar 17,4 persen, Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) BRI-Saham Syariah sebesar 2 persen, serta publik sebesar 4,4 persen.