Izin Usaha Dipermudah, Pengawasan Diperkuat
Kemudahan pemberian izin usaha mesti diimbangi dengan pengawasan yang ketat.
JAKARTA, KOMPAS — Pemberian izin berusaha berbasis risiko yang dipermudah bagi pelaku usaha akan diiringi dengan sistem pengawasan, pemantauan, dan evaluasi yang lebih kuat. Langkah itu untuk memastikan operasional usaha sesuai standar dan komitmen awal.
Tantangan terbesar adalah melatih dan meningkatkan kapasitas aparatur pelaksana pengawas di seluruh daerah.
Analis Kebijakan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, Armand Suparman, Rabu (27/1/2021), mengatakan, pemerintah harus menyeimbangkan kemudahan pemberian izin usaha dengan pengawasan yang ketat. Pemerintah harus memastikan operasional kegiatan usaha tidak membahayakan lingkungan atau berdampak pada kondisi sosial masyarakat sekitar.
Lewat sistem baru perizinan usaha berbasis risiko yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah memberi kepercayaan yang sangat besar terhadap pelaku usaha. Kepercayaan ini, jika tidak dibarengi pengawasan dan penegakan sanksi yang kuat, bisa berbahaya bagi masyarakat dan lingkungan serta berujung mengganggu iklim usaha.
”Hanya dengan nomor induk berusaha dan sertifikat standar, pelaku usaha cukup memberi pernyataan komitmen dan bisa beroperasi. Artinya, kepercayaan pemerintah kepada pelaku usaha sangat besar. Hal ini yang harus diatur tegas, bagaimana teknis pengawasannya, karakter usaha seperti apa yang membutuhkan verifikasi dan pengawasan ekstra di lapangan, dan lain sebagainya,” kata Armand saat dihubungi.
Pemerintah harus memastikan operasional kegiatan usaha tidak membahayakan lingkungan atau berdampak pada kondisi sosial masyarakat sekitar.
Selama ini, pengawasan dalam proses perizinan berusaha kerap kali kendur. Penyebabnya, antara lain keterbatasan sumber daya manusia serta komitmen penegakan aturan yang minim dari aparatur pusat dan daerah. Hal seperti ini tidak boleh terulang lagi, terutama dengan berbagai kemudahan yang diberikan kepada pengusaha.
Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang konsep dasarnya sedang disusun, pemerintah harus mempertegas dan mendetailkan pihak yang bertanggung jawab atas pengawasan. Harus diperjelas juga bentuk pengawasannya serta sanksi yang diberikan jika perusahaan tidak memegang komitmen untuk berusaha sesuai standar yang berlaku.
RPP itu juga harus mengatur peran publik dan masyarakat sekitar dalam proses pengawasan. Jalur pengaduan masyarakat tidak boleh sebatas formalitas, tetapi harus ditindaklanjuti dengan aktif dan responsif.
”Khususnya untuk jenis-jenis kegiatan usaha yang berisiko tinggi dan punya implikasi sangat besar ke lingkungan dan masyarakat,” kata Armand.
Ke lapangan
Staf Ahli Bidang Pengembangan Produktivitas dan Daya Saing Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Lestari Indah mengatakan, pihak yang bertanggung jawab mengawasi adalah pihak yang menerbitkan perizinan usaha. Jika izin diterbitkan pemerintah kabupaten/kota, pelaksana pengawas harus disediakan pemerintah kabupaten/kota.
Baca juga: Rencana Detail Tata Ruang Menjadi Acuan Pemberian Izin Usaha
Hal ini memunculkan persoalan utama berupa kompetensi sumber daya manusia yang harus ditingkatkan di seluruh Indonesia. Sebab, pelaksana harus memiliki kompetensi dan komitmen kuat untuk mengawasi berkala sampai ke lapangan.
”Dulu, pengawas tugasnya hanya melihat aspek legalitas, apakah perusahan A sudah punya izin ini dan itu. Jika iya, cukup, selesai. Sekarang, tidak cukup hanya begitu, pengawas harus turun dan melihat secara langsung apakah pelaku usaha benar-benar patuh pada komitmen dan standar pemerintah,” kata Lestari.
Oleh karena itu, dalam waktu empat bulan setelah RPP tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko ditandatangani pemerintah, pembangunan sistem dan peningkatan kapasitas SDM akan dilakukan di seluruh Indonesia.
”Kami sadar hal ini penting sekali karena kita sekarang menerapkan konsep trust but verified (dipercaya tetapi harus terverifikasi). Kita keluarkan izin dengan mudah, tetapi bagaimana pengawasannya? Para pelaksana pengawas benar-benar punya peran sangat penting,” ujar Lestari.
Empat bulan setelah RPP tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko ditandatangani pemerintah, pembangunan sistem dan peningkatan kapasitas SDM akan dilakukan di seluruh Indonesia.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, asosiasi pengusaha siap menawarkan diri membantu pengawasan di lapangan. Di sektor pariwisata, pengawasan berupa penilaian kesesuaian standar akan dilakukan secara virtual oleh tim inspeksi dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sementara, untuk pengawasan di lapangan akan melibatkan unsur asosiasi seperti PHRI.
”Kenapa kami minta dilibatkan? Karena pengawasan, monitoring, dan evaluasi biayanya bisa sangat mahal kalau (pemerintah) harus datang khusus. Akan lebih mudah melibatkan asosiasi untuk melakukan pengawasan terhadap standar usaha itu,” katanya.
Konsep dasar
UU Cipta Kerja mengubah rezim perizinan berusaha dari berbasis izin biasa menjadi perizinan usaha berbasis risiko. Untuk menyederhanakan perizinan berusaha di Indonesia, tidak semua jenis kegiatan usaha memerlukan izin dan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) untuk beroperasi.
Setiap jenis kegiatan usaha mengacu pada kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLI) yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik, akan ditakar analisis risikonya. Usaha dengan tingkat risiko rendah bisa langsung beroperasi dengan mengurus nomor induk berusaha (NIB).
Baca juga: Libatkan Daerah dalam Analisis Risiko
Usaha risiko menengah perlu NIB dan sertifikat standar deklarasi komitmen pengusaha untuk beroperasi sesuai standar. Adapun izin usaha kegiatan dengan tingkat risiko menengah-tinggi harus melalui proses tambahan berupa verifikasi NIB dan sertifikat standar.
Untuk menyederhanakan perizinan berusaha di Indonesia, tidak semua jenis kegiatan usaha memerlukan izin dan analisis mengenai dampak lingkungan untuk beroperasi.
Usaha dengan risiko tinggi bisa beroperasi setelah NIB dan sertifikat standarnya terverifikasi serta memperoleh perizinan amdal. Setiap kriteria risiko ditetapkan dengan menimbang aspek kesehatan, keselamatan, lingkungan, keterbatasan sumber daya, aspek sosial, dan risiko lainnya.
Saat ini, RPP tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko masih dalam tahap finalisasi penyusunan konsep dasar draf. Selain isu substansi, tantangan yang dihadapi pemerintah adalah RPP yang tebal, bahkan bisa lebih dari 20.000 halaman. Targetnya, pada 2 Februari 2021, semua RPP sudah harus selesai dan ditandatangani Presiden.