Ketidaksetaraan Digital Berisiko Perluas Ketimpangan Sosial
Transformasi digital semakin cepat terjadi di tengah pandemi Covid-19. Namun, ketidaksetaraan digital berisiko memperluas ketimpangan sosial.
Oleh
SHARON PATRICIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku ekonomi meyakini pandemi Covid-19 sebagai akselerator transformasi digital yang membawa manfaat bagi manusia. Namun, perkembangan digital yang tidak setara berisiko memperluas ketimpangan sosial.
Menurut Laporan Risiko Global 2021 dari Forum Ekonomi Dunia, yang dikutip pada Minggu (24/1/2021), ketidaksetaraan digital merupakan ancaman kritis bagi dunia selama dua tahun ke depan. Bahkan, menjadi kemungkinan besar ketujuh dari risiko jangka panjang.
Dalam The Future of Jobs Report 2020, digitalisasi dinilai akan menciptakan 97 juta pekerjaan baru pada 2025. Namun, pada saat bersamaan, digitalisasi juga dapat menggantikan sekitar 85 juta pekerjaan.
”Percepatan transformasi digital menjanjikan keuntungan besar. Akan tetapi, pada saat yang sama, 60 persen orang dewasa saat ini masih belum memiliki keterampilan dasar digital. Risikonya adalah memperburuk ketidaksetaraan yang ada,” ujar Peter Giger, Chief Risk Officer Group Zurich Insurance Group, melalui siaran pers yang diterima Kompas.
Terkait dengan akses teknologi dan keterampilan digital, kesenjangan antara mereka yang ”punya” dan ”tidak punya” berisiko kian melebar dan mempersulit ikatan sosial. Kesenjangan digital yang semakin lebar juga dapat merusak pemulihan yang inklusif.
Ketua Umum Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI) Herman Abdulrohman menyadari digitalisasi dapat menjadi ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi para buruh. Realitasnya, era digital memang akan menghilangkan pekerjaan, tetapi diiringi dengan munculnya pekerjaan baru.
”Keadaaan ini mendorong perhatian kami di organisasi serikat FPBI untuk mulai mengadakan kegiatan workshop bagi anggota agar bisa mengenal banyak hal terkait digitalisasi. Termasuk dalam menjalankan roda organisasi sendiri,” kata Herman saat dihubungi.
Digitalisasi diyakini Herman hadir untuk memberikan segala kemudahan pekerja dalam menjalankan proses produksi. ”Jangan sampai dijadikan alasan untuk melakukan PHK buruh dengan alasan kompetensi,” ucapnya.
Menurut dia, sejumlah perusahaan mulai beralih menggunakan mesin untuk proses produksi, yaitu pada sektor makanan dan minuman. Adapun pada sektor farmasi dengan pertimbangan sterilisasi produk. ”Kami meminta peran pemerintah untuk memfasilitasi pelatihan keterampilan terkait dengan digitalisasi. Selain itu, juga mengingatkan para pengusaha untuk memberikan pelatihan peningkatan kemampuan atau kapasitas bagi para pekerjanya,” tutur Herman.
Perbaiki BLK
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia Mirah Sumirat mendorong balai latihan kerja (BLK) kembali diaktifkan. Isi kurikulum dan materi pun harus disesuaikan untuk menjawab tantangan di era digital.
”BLK, kan, ada di setiap kota kabupaten sehingga jangkauannya sudah luas. Tinggal dilengkapi dengan kurikulum yang disesuaikan dengan keterampilan yang dibutuhkan pasar (industri), khususnya keterampilan digital,” ujar Mirah.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, juga mendorong pembaruan kurikulum BLK dan disesuaikan juga dengan instruktur yang kompeten di bidang digital. Konsepnya, BLK dapat berkolaborasi dan bekerja sama dengan perusahaan swasta.
Misalnya, seperti pelatihan yang diberikan perusahaan Apple selama satu tahun kepada masyarakat Indonesia. Para peserta dilatih untuk membuat aplikasi di Apple Store yang dapat menjadi solusi dari permasalahan sosial.
”Pemerintah harus lebih banyak mendorong perusahaan-perusahaan swasta untuk membuat program seperti yang dilakukan Apple Academy. Pemerintah juga bisa menjadi fasilitator yang menyediakan pelatihan untuk tenaga kerja dan menghubungkan mereka ke perusahaan yang membutuhkannya,” tutur Esther.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengakui pemerintah memiliki pekerjaan rumah besar untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas pekerja. Salah satu program prioritas pada 2021 adalah mewujudkan transformasi kelembagaan dan infrastruktur BLK.
”Kalau bisa memfungsikan BLK, kita akan memiliki SDM yang siap tempur dalam segala situasi, terutama merespons pekerjaan di masa depan,” kata Anwar seperti yang termuat di Kompas, 28 Desember 2020.