Gejolak harga daging sapi dinilai hanya terkonsentrasi di Jabodetabek sebagai simpul konsumen daging di Indonesia yang mengandalkan pasokan dari luar provinsi dan luar negeri. Pemerintah menjamin stok daging cukup.
Oleh
Mukhamad Kurniawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dampak kenaikan harga daging sapi dan sapi bakalan impor asal Australia diperkirakan paling terasa di DKI Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang. Sebab, selain sepenuhnya mengandalkan pasokan dari luar provinsi dan luar negeri, wilayah ini menjadi konsentrasi utama konsumen daging sapi di Indonesia.
Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University Muladno, dalam dialog yang digelar Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka), dan IPB University, Jumat (22/1/2021), menyatakan, wilayah yang kekurangan daging sapi adalah DKI Jakarta dan sekitarnya, bukan Indonesia secara keseluruhan. Jabodetabek jadi sentra konsumen yang selama ini mendapat pasokan daging dari luar daerah dan dari hasil importasi.
Oleh karena harga daging sapi dan sapi bakalan impor terus naik, para pedagang daging sapi di Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi mogok berjualan selama tiga hari hingga Jumat (22/1). Kenaikan itu dinilai semakin menekan margin.
Menurut Muladno, gejolak harga daging sapi di Jabodetabek perlu disikapi serius. Sebab, delapan provinsi dengan populasi sapi terbanyak di Indonesia tidak sanggup memenuhi kebutuhan Jabodetabek, seperti Jawa Timur dengan 4,76 juta ekor, Jawa Tengah (1,75 juta ekor), Sulawesi Selatam (1,36 juta ekor), NTB (1,24 juta ekor), dan NTT (1,09 juta ekor).
Sementara alternatif impor di luar Australia, seperti Brasil atau Meksiko, relatif mahal karena secara geografis terlalu jauh jaraknya. Selain itu, sapi bakalan jantan di Indonesia umumnya disiapkan untuk hari raya Idul Adha, sementara sapi betina terlarang untuk dipotong menurut undang-undang. Dengan demikian, sapi lokal tidak bisa diharapkan menutup defisit secara efektif dalam jangka pendek.
Beberapa solusi yang bisa ditempuh pemerintah, kata Muladno, antara lain melonggarkan aturan impor sapi bakalan khusus untuk wilayah Jabodetabek, memperketat daging impor hanya untuk bahan baku industri, dan mengonsolidasikan peternak kecil dan mendampingi mereka agar perannya lebih besar dalam struktur pemenuhan kebutuhan daging nasional.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia Didiek Purwanto menambahkan, mayoritas kebutuhan daging sapi di Jabodetabek mengandalkan pasokan dari usaha penggemukan yang bakalannya impor. Oleh karena itu, ketika suplai di negara asal terganggu, Jabodetabek segera terdampak. Ke depan, Indonesia mesti berdikari agar keluar dari jebakan ketergantungan impor.
Mencukupi
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian Syamsul Maarif dalam keterangan yang dimuat dalam situs resmi Kementerian Pertanian menyebutkan, stok daging sapi dan kerbau mencukupi kebutuhan. Tahun ini, kebutuhannya diperkirakan mencapai 696.956 ton, sementara produksi dalam negeri 425.978 ton.
Selain itu, ada 47.836 ton daging sapi/kerbau impor dan sapi bakalan setara daging dari limpahan tahun 2020. Dengan demikian, total stok tahun ini 473.814 ton sehingga defisit daging sapi mencapai 223.142 ton.
”Guna memenuhi kekurangan daging, pemerintah akan mengimpor 502.000 ekor sapi bakalan yang setara 112.503 ton daging, impor daging sapi 85.500 ton, serta impor daging sapi Brasil dan daging kerbau India 100.000 ton. Stok akhir tahun 2021 diperkirakan 58.725 ton,” kata Syamsul.
Sementara itu, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasrullah menyebutkan, potensi produksi daging sapi dan kerbau dalam negeri mencapai 28.790 ton pada Januari. Sementara kebutuhan konsumsi kurang lebih 56.720 ton. Defisit ini akan dipenuhi dari stok daging sapi dan kerbau impor serta sapi bakalan yang per 14 Januari mencapai 21.980 ton. Rinciannya, 15.160 ton di BUMN dan 6.830 ton di pelaku usaha/asosiasi.
Sementara itu, stok sapi bakalan di kandang per 14 Januari mencapai 144.279 ekor atau setara 32.330 ton daging. Pada Februari 2021, stok diharapkan bertambah seiring dimulainya pengapalan sapi bakalan dari Meksiko. Menurut dia, selama ini sumber sapi yang masuk ke Indonesia hanya dari Australia.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir akan terjadi kekurangan daging sapi dan kerbau. Sebab, stok daging yang ada mencukupi kebutuhan masyarakat.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto melalui keterangan pers, Jumat (22/1), menyampaikan hal senada. Menurut dia, stok daging sapi tersedia dan mencukupi kebutuhan nasional. Namun, ada kenaikan harga karkas 11,6-12,6 persen di tingkat rumah pemotongan hewan pada Januari 2021.
Penyesuaian harga karkas ditempuh seiring naiknya harga sapi bakalan asal Australia, yakni dari 2,8 dollar AS per kilogram (kg) berat hidup pada Juni 2020 menjadi 3,78 dollar AS per kg berat hidup pada Januari 2021. Kenaikan itu terutama dipicu oleh program pemulihan populasi, pemenuhan permintaan konsumsi dalam negeri, serta peningkatan permintaan dari negara lain ke Australia, terutama di 3 bulan terakhir.
Sementara itu, PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau RNI bersama BUMN di kluster pangan bersiap membantu pemerintah menstabilkan harga daging. Guna memastikan ketersediaan daging, RNI bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan, Kamar Dagang Indonesia (Kadin) DKI, PT Berdikari (Persero), Asosiasi Pedagang Daging Indonesia, serta badan usaha milik DKI Jakarta, yakni PD Pasar Jaya dan PD Dharma Jaya.
”Saat ini kami sedang mempersiapkan stok daging sapi dan kerbau untuk disalurkan ke pasar-pasar tradisional guna memenuhi kebutuhan masyarakat,” kata Direktur Utama RNI Arief Prasetyo Adi.