Perempuan Pelaku UMKM Paling Rentan Terdampak Covid-19
Perempuan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah dinilai paling rentan terdampak pandemi Covid-19. Program pemulihan dinilai perlu mempertimbangkan prinsip jender guna mengoptimalkan hasil.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dukungan pemulihan usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM dinilai penting untuk mempertimbangkan prinsip jender. Peran perempuan dalam pemulihan sektor UMKM tidak bisa dikesampingkan karena porsinya dominan. Namun, pada saat yang sama, mereka menghadapi hambatan untuk pulih.
Hasil survei dampak Covid-19 terhadap UMKM di Indonesia, yang dirilis Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), menyebutkan, pelaku UMKM perempuan lebih banyak ketimbang laki-laki. Porsinya mencapai 50,7 persen, sementara UMKM laki-laki 49,3 persen.
Perempuan mendominasi sektor usaha mikro, sedangkan laki-laki lebih banyak usaha kecil, menengah, dan besar. Survei dilakukan terhadap lebih dari 1.100 pelaku UMKM yang tersebar di Jawa dan luar Jawa pada Agustus 2020. Sekitar 74 persen responden pelaku usaha mikro dan kecil, sementara 26 persen usaha menengah besar.
Ekonom UNDP Indonesia, Rima Prama Artha, dalam webinar peluncuran laporan dampak Covid-19 terhadap UMKM, Kamis (21/1/2021), menyatakan, Covid-19 paling berdampak terhadap keuangan UMKM. Paling tidak ada tiga masalah utama keuangan yang dihadapi pelaku UMKM, yaitu kesulitan membayar utang, biaya tetap seperti uang sewa tempat atau rental, dan gaji pegawai.
Perempuan dinilai paling rentan terdampak Covid-19 karena mayoritas bergerak di usaha mikro. Menurut Rima, perempuan pelaku UMKM yang mengakses layanan keuangan dan fasilitas perbankan lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Selain literasi, perempuan pelaku UMKM terkendala motivasi berusaha. Berbisnis acap kali menjadi pekerjaan sampingan karena mereka lebih fokus pada urusan domestik.
”Selain ada hambatan jender, tidak banyak perempuan pelaku UMKM memiliki motivasi yang serius untuk mengembangkan usaha menjadi besar,” kata Rima.
Pendiri Woman Preneur Community Irma Sustika menambahkan, masalah yang dihadapi perempuan pelaku UMKM di perkotaan dan perdesaan juga berbeda. Mereka yang tinggal di kota cenderung lebih berdaya tahan karena literasi digital dan akses terhadap layanan keuangan lebih mumpuni.
Adapun perempuan pelaku UMKM di perdesaan kondisinya serba terbatas. Mayoritas di antaranya mendirikan usaha berbasis kelompok usaha bersama. Dengan berkelompok, mereka dapat mengatasi masalah modal dan kesinambungan produksi. Namun, model UMKM ini rentan bubar karena egoisme individu.
”Konsep saling dukung antarperempuan penting untuk menjadikan UMKM berkelanjutan, bukan hanya bertahan selama pandemi,” kata Irma.
Menurut Irma, tak semua perempuan pelaku UMKM memiliki literasi dan akses informasi terbatas. Banyak perempuan di perdesaan mengaku tidak mendapatkan Bantuan Presiden (banpres) produktif karena sudah mengakses kredit usaha rakyat (KUR). Banpres hanya diberikan kepada UMKM yang belum terlayani perbankan.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian M Rudi Salahuddin menyatakan, kendala terbesar pemerintah saat ini adalah ketiadaan data UMKM berdasarkan nama dan alamat. Jumlah 64 juta UMKM hanya berdasarkan estimasi, bukan data primer. Akibatnya, penyaluran bantuan sosial dan dukungan UMKM tidak optimal.
Pemerintah kesulitan memastikan program tepat sasaran, terutama untuk UMKM informal. Meski demikian, sejumlah program tetap akan dilanjutkan pada 2021, termasuk Banpres Produktif UMKM.
”Satu-satunya yang bisa digunakan adalah DTKS (data terpadu kesejahteraan sosial). Namun, data itu, kebanyakan sudah formal atau UMKM terakses ke layanan perbankan,” kata Rudi.
Kepala Pusat Kajian Iklim Usaha dan Rantai Nilai Global Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia M Revindo menambahkan, bantuan sosial sebaiknya diberikan kepada UMKM yang paling terdampak dan belum sama sekali terakses layanan perbankan. ”Jangan sampai bansos hanya diberikan kepada pelaku UMKM yang itu-itu saja,” ujarnya.
Berlanjut
Komisi VI DPR RI mendukung usulan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah agar program Banpres produktif usaha mikro dilanjutkan tahun 2021. Namun, sistem pelayanan diperbaiki agar lebih mudah dan tepat sasaran.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Kamis (21/1/2021), dengan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki menyatakan, tahun lalu Banpres dengan anggaran Rp 28,8 triliun diberikan kepada 12 juta pelaku usaha mikro. Pada 14 Desember 2020, pihaknya bersurat kepada Kementerian Keuangan untuk mengusulkan program lanjutan tahun ini. (CAS)