”Kuda Troya”, Terjadilah Sudah...
Berkali-kali lonjakan kasus Covid-19 terjadi usai libur panjang. Nasi sudah berkali-kali menjadi bubur. Imbasnya sudah nyata di depan mata. Masyarakat benar-benar diharapkan tidak mengabaikan disiplin protokol kesehatan.
Masa liburan Natal 2020 dan Tahun 2021 baru saja berlalu. Merujuk pengalaman beberapa libur panjang sebelumnya yang kemudian diikuti lonjakan kasus Covid-19, ada kekhawatiran hal serupa terulang. Kekhawatiran itu benar terjadi. Kasus Covid-19 melonjak tinggi di tengah bergulirnya vaksinasi massal. ”Kuda Troya”, libur akhir tahun 2020, terjadilah sudah.
Tubuh manusia ibarat Kuda Troya, saat di mana tubuh yang ternyata atau tanpa disadari telah disusupi Covid-19, kemudian menjadi wahana virus menyebar dan menyerang kesehatan kerabat. Demikian pula sebaliknya.
Ketika terjadi pergerakan massal ke berbagai penjuru daerah dibarengi dengan pengabaian disiplin protokol kesehatan, virus korona baru turut bergerak dan menyebar. Virus di dalam ”Kuda Troya” menyebar tak terkendali, baik di daerah tujuan pergerakan maupun saat kembali dari daerah tujuan.
Jumlah kasus positif Covid-19, sejak pertama kali kasus tersebut diumumkan pada 2 Maret 2020 hingga 18 Januari 2021, sebanyak 917.015 orang. Dua hari sebelumnya, pertumbuhan kasus harian sempat mencatatkan rekor tertinggi, yaitu 14.224 kasus positif.
Kondisi saat ini, sebagian dari total 951 rumah sakit dengan 50.942 tempat tidur isolasi dan ICU yang menjadi rujukan Covid-19 menunjukkan tingkat keterisian (BOR) tempat tidur yang cukup tinggi. Terdapat 11 provinsi dengan BOR lebih dari ambang batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 60 persen, antara lain DKI Jakarta (83 persen), Banten (79 persen), DI Yogyakarta (78 persen), Jawa Barat (73 persen), dan Jawa Timur (69 persen).
”Puncak lonjakan kasus Covid-19 diperkirakan terjadi pada pekan ketiga Januari-pekan pertama Februari 2021. Karena itu, antisipasi menghadapi lonjakan kasus akibat libur Natal dan Tahun Baru tersebut perlu disiapkan dengan baik,” kata Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, Senin lalu (Kompas, 18 Januari 2021).
Puncak lonjakan kasus Covid-19 diperkirakan terjadi pada pekan ketiga Januari-pekan pertama Februari 2021. Karena itu, antisipasi menghadapi lonjakan kasus akibat libur Natal dan Tahun Baru tersebut perlu disiapkan dengan baik.
Baca juga: Antisipasi Lonjakan Covid-19 yang Diperkirakan hingga Februari
Tak berlebihan kiranya ketika jauh sebelum libur Natal dan Tahun Baru muncul suara-suara untuk mewaspadai potensi lonjakan kasus Covid-19 sebagai imbas libur akhir tahun. Jika tidak terpaksa atau dituntut tugas kewajiban yang tak dapat ditinggalkan, masyarakat diminta menunda dulu bepergian di tengah pandemi Covid-19.
Namun, ketika mereka terpaksa harus bepergian, baik menggunakan transportasi umum maupun kendaraan pribadi, warga dianjurkan selalu menerapkan protokol kesehatan. Sebuah ajakan manusiawi menimbang ancaman bahaya Covid-18 yang telah menimbulkan kepayahan para tenaga kesehatan, mengakibatkan kesakitan, bahkan kematian.
Baca juga: Robohnya Fasilitas Kesehatan Kita
Sepercik asa kesadaran
Awal pekan ini Kementerian Perhubungan baru saja merilis data mobilitas orang di periode Natal 2020 dan Tahun Baru 2021. Terlihat ada penurunan pergerakan orang dibandingkan periode sama tahun lalu.
Merujuk data Posko Natal dan Tahun Baru yang dihimpun dari 18 Desember 2020 hingga 4 Januari 2020, penurunan jumlah penumpang angkutan umum tersebut terjadi di semua moda transportasi. Jumlah penumpang angkutan bus turun 59,87 persen, yakni dari 2.127.971 penumpang pada Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 menjadi hanya 853.970 penumpang di Natal 2020 dan Tahun Baru 2021.
Pada periode sama jumlah penumpang angkutan penyeberangan turun 47,87 persen, yakni dari 3.063.561 penumpang menjadi 1.596.915 penumpang. Jumlah penumpang angkutan udara turun 42,30 persen, yaitu dari 3.602.821 penumpang menjadi 2.078.764 penumpang.
Di angkutan laut terjadi penurunan jumlah penumpang sebanyak 62,80 persen, yakni dari 1.380.422 penumpang menjadi 513.503 penumpang. Adapun jumlah penumpang angkutan kereta api turun 83,83 persen, yaitu dari 3.495.773 penumpang menjadi 565.414 penumpang.
Pada periode liburan Natal dan Tahun Baru memang ada pengetatan mobilitas warga melalui Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 3 Tahun 2020. Surat edaran tersebut mengatur tentang protokol kesehatan perjalanan orang selama libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 dalam masa pandemi Covid-19, yakni dari 19 Desember 2020 hingga 8 Januari 2021.
Kesadaran warga untuk menunda bepergian di tengah pandemi Covid-19, yang antara lain tergambar pada penurunan pergerakan penumpang di berbagai moda transportasi saat periode libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021, tentu patut diapresiasi.
Apresiasi pun pantas disematkan bagi mereka yang berdisiplin menegakkan dan menerapkan protokol kesehatan di berbagai kesempatan, termasuk saat terpaksa harus bepergian. Upaya mencegah penularan Covid-19 melalui kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan boleh dikata menjadi sebentuk amal bakti demi menyelamatkan semua di tengah cekaman pandemi.
Namun, Covid-19 masih terus mengancam kesehatan serta keselamatan masyarakat. Kelalaian sekecil apa pun dalam mencegah penularan Covid-19 dapat berakibat fatal. Vaksinasi yang saat ini tengah digulirkan tidak serta-merta menjadi senjata ampuh pembasmi virus korona baru.
Baca juga: ”Kuda Troya” Libur Akhir Tahun
Tantangan serius
Pengendalian pandemi Covid-19 di Indonesia tengah menghadapi tantangan serius karena virus telanjur menyebar ke berbagai wilayah. Pelacakan dibutuhkan untuk mendeteksi orang yang terjangkit virus korona. Semua pemangku kepentingan mesti berupaya memutus rantai penularan Covid-19 yang jumlah kasus positifnya terus membubung.
Pemerhati kebijakan publik Agus Pambagio ketika dihubungi, Minggu (17/1/2021), mengatakan, sejak awal pembatasan sosial berskala besar tidak akan efektif untuk mengendalikan pandemi Covid-19. Apabila karantina wilayah dilakukan sejak awal, virus korona baru akan terlokasi di daerah terbatas dan tidak menyebar ke berbagai wilayah seperti saat ini.
Biaya menanggung kebutuhan masyarakat yang terdampak selama karantina wilayah pun tidak akan sebesar biaya penanganan dampak ketika Covid-19 sudah menyebar luas seperti sekarang. ”Sekarang sudah setahun, berapa biayanya? Kalau dulu karantina wilayah dijalankan efektif, paling sebulan dua bulan, biaya pun akan jauh lebih murah,” ujarnya.
Berkali-kali lonjakan kasus Covid-19 terjadi seusai libur panjang. Nasi sudah berkali-kali menjadi bubur. Saat ini pelacakan penting untuk mengetahui orang yang terkena Covid-19, menyembuhkannya, dan mencegah penularan ke orang lain.
”Sampaikan data apa adanya. Masyarakat akan sadar ketika melihat bahwa bahaya Covid-19 itu nyata sehingga tanpa disuruh pun akan berusaha mencegah penularan,” kata Agus.
Berkali-kali lonjakan kasus Covid-19 terjadi seusai libur panjang. Nasi sudah berkali-kali menjadi bubur.
Baca juga: Diperlukan Pendekatan Lintas Batas dalam Menghadapi Lonjakan Kasus
Libur akhir tahun telah usai. Imbas negatifnya ada di depan mata. Untuk mengendalikan makin merebaknya kasus positif Covid-19, pemerintah kembali membatasi pergerakan masyarakat dan kegiatan ekonomi melalui kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada 11-25 Januari 2021.
Kedisiplinan dan konsistensi penerapan protokol kesehatan demi mencegah penularan virus korona baru yang mematikan bernilai penting dalam upaya mengakhiri pandemi Covid-19. Tak terbantahkan, sektor transportasi termasuk sektor yang berdarah-darah akibat pandemi.
Upaya membangkitkan lagi sektor ini amat tergantung pada pemulihan kepercayaan publik. Kepercayaan masyarakat untuk bertransportasi akan kembali saat pandemi Covid-19 terkendali.
Upaya membangkitkan lagi sektor ini amat tergantung pada pemulihan kepercayaan publik. Kepercayaan masyarakat untuk bertransportasi akan kembali saat pandemi Covid-19 terkendali.
Beberapa waktu lalu, Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati mengatakan, Kemenhub menerbitkan surat petunjuk pelaksanaan perjalanan orang di berbagai moda transportasi untuk mengantisipasi meningkatnya kasus positif Covid-19. Surat edaran berisi petunjuk pelaksanaan perjalanan orang dalam negeri untuk moda transportasi darat, laut, udara, dan kereta api tersebut merujuk pada Surat Edaran (SE) Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 1 Tahun 2021 yang berlaku mulai 9-25 Januari 2020.
SE itu antara lain mengatur, pelaku perjalanan udara menuju Bandara Ngurah Rai, Bali, wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 2 x 24 jam atau hasil nonreaktif tes cepat antigen yang hasilnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1 x 24 jam sebelum keberangkatan.
Pelaku perjalanan udara dari dan ke daerah lain wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 3 x 24 jam. Selain hasil tes RT-PCR, mereka juga bisa menunjukkan hasil nonreaktif tes cepat antigen yang hasilnya diambil dalam kurun waktu maksimal 2 x 24 jam sebelum keberangkatan. Pelaku perjalanan ke Bali melalui transportasi darat, termasuk angkutan sungai, danau, dan penyeberangan serta laut, baik pribadi maupun umum, wajib menunjukkan surat serupa.
Baca juga: Penghapusan Pembatasan Kursi Pesawat Picu Kekhawatiran Publik
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang mengatakan, penerapan protokol kesehatan demi memutus rantai penularan Covid-19, termasuk di sektor transportasi, membutuhkan komitmen semua pihak. Penerapan sejumlah persyaratan perjalanan dengan mengedepankan protokol kesehatan di transportasi umum harus benar-benar diawasi.
Kesadaran warga untuk menjaga protokol kesehatan di semua tempat dan berbagai aktivitas juga dibutuhkan dalam upaya bersama mengendalikan pandemi Covid-19. Pengguna kendaraan pribadi antarwilayah pun harus memperhatikan kondisi kesehatannya demi mengantisipasi penyebaran Covid-19.
”Apalagi telah ada tren baru kluster penularan Covid-19 dalam satu keluarga,” katanya.