Komisi VI DPR mendukung usulan Kemenkop dan UKM agar program Banpres Produktif Usaha Mikro dilanjutkan di tahun 2021. Namun, sistem pelayanan mesti diperbaiki agar bantuan lebih tepat sasaran.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mengusulkan pelaksanaan program Bantuan Presiden atau Banpres Produktif Usaha Mikro berlanjut di tahun 2021. Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat mendukung usulan tersebut dengan catatan perbaikan pada sistem pelayanan agar bantuan lebih mudah dan tepat sasaran.
Demikian antara lain mengemuka pada rapat kerja Komisi VI DPR dengan Menkop dan UKM Teten Masduki di Jakarta, Kamis (21/1/2020).
Pada rapat kerja tersebut, Teten menyebutkan, pada tahun 2020, Banpres Produktif Usaha Mikro dengan anggaran Rp 28,8 triliun disalurkan ke 12 juta pelaku usaha mikro. Terkait rencana program Banpres Produktif Usaha Mikro di tahun 2021, Kemenkop dan UKM telah berkirim surat kepada Kementerian Keuangan.
Anggaran diusulkan Rp 28,8 triliun dengan target 12 juta usaha mikro. Setiap pelaku usaha mikro akan mendapatkan bantuan langsung Rp 2,4 juta. ”Kami telah mengirimkan surat pada 14 Desember 2020 untuk mengusulkan lanjutan program Banpres Produktif Usaha Mikro pada tahun anggaran 2021,” kata Teten.
Penyaluran bantuan diprioritaskan dari aspek pemerataan daerah dan bagi mereka yang belum mendapatkannya di tahun 2020. ”Bagi yang sudah mendapatkan bantuan akan diarahkan untuk mengakses pembiayaan kredit usaha rakyat mikro,” ujar Teten.
Menurut Teten, saat ini pihaknya sedang dalam tahap penyempurnaan sistem Banpres Produktif Usaha Mikro. Kemenkop dan UKM akan membicarakan hal tersebut dengan Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta Komisi Pemberantasan Korupsi.
Anggota Komisi VI DPR, Nyoman Parta, menyatakan, pihaknya menyetujui hasil survei yang menyebutkan bahwa program Banpres Produktif Usaha Mikro bermanfaat bagi masyarakat. Namun, di sisi lain, ada persoalan atau kendala di lapangan yang membutuhkan perbaikan.
Dia mencontohkan, ada kasus perbedaan antara nama yang tercantum di SMS (layanan pesan pendek) dengan nama asli calon penerima Banpres Produktif Usaha Mikro. Akibatnya, timbul kendala di lapangan. Selain itu, tidak semua memutakhirkan nomor digit di kartu tanda penduduk (KTP).
”Mereka masih mengusulkan nomor KTP yang 14 digit, sementara yang diharuskan itu 16 digit. Ketika namanya muncul, (banpres) tidak bisa direalisasikan. Mungkin harus dibuat standar khusus untuk itu,” ujarnya.
Anggota Komisi VI DPR, Edhie Baskoro Yudhoyono, mengatakan, sosialisasi mengenai program Banpres Produktif Usaha Mikro sudah banyak dilakukan. ”Meskipun demikian, tetap ada sejumlah pertanyaan dan kendala yang ditemui para pendaftar,” katanya.
Banyak yang mendaftar, tetapi belum tentu berhasil mendapatkan Banpres Produktif Usaha Mikro. Padahal, bantuan tersebut dibutuhkan pelaku usaha mikro. ”Ini aspirasi, banyak yang sedang menunggu dan mengharapkannya. Bagi usaha mikro, bantuan Rp 2,4 juta sangat berarti,” kata Edhie.
Beberapa waktu lalu, Kepala Bidang Organisasi International Council for Small Business (ICSB) Samsul Hadi mengatakan, perlunya perbaikan implementasi program Banpres Produktif Usaha Mikro. Aspek yang perlu diperbaiki semisal menyangkut proses verifikasi.
Menurut Samsul, dampak program Banpres Produktif Usaha Mikro juga harus terukur untuk memastikan efektivitas bantuan tersebut. ”Pelaksanaannya harus lebih terencana dan terstruktur. Program ini harus lebih diarahkan ke subsektor yang sekiranya berdampak produktif secara signifikan,” ujarnya.