Suku Bunga Acuan BI Dipertahankan, Likuiditas Digelontorkan
Otoritas moneter menjamin akan akomodatif dalam menjalankan kebijakannya serta menjaga kecukupan likuiditas di perekonomian.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Stabilitas eksternal diiringi inflasi tahunan yang rendah membuat Bank Indonesia kembali menahan posisi suku bunga acuan. Selain mempertahankan tingkat suku bunga, bank sentral berkomitmen terus menggelontorkan likuiditas untuk mendukung kinerja ekonomi.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 20-21 Januari 2021 memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI di level 3,75 persen. BI juga mempertahankan posisi suku bunga simpanan rupiah di BI (deposit facility) sebesar 3 persen dan suku bunga pinjaman rupiah dari BI (lending facility) sebesar 4 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan tersebut konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah dan stabilitas eksternal yang terjaga, serta upaya mendukung pemulihan ekonomi. Keputusan mempertahankan suku bunga acuan didukung tingkat inflasi yang rendah dalam beberapa bulan terakhir. Inflasi pada 2020 sebesar 1,68 persen atau lebih rendah dari 2019 yang sebesar 2,72 persen.
BI selaku otoritas moneter, tambah Perry, menjamin tetap akomodatif dalam menjalankan kebijakan moneternya, termasuk menjaga kecukupan likuiditas di perekonomian.
”Sepanjang tahun lalu, BI telah menggelontorkan likuditas Rp 726,57 triliun yang berasal dari penurunan giro wajib minum dan ekspansi moneter. Kami melanjutkan dengan melakukan ekspansi moneter sekitar Rp 7,44 triliun terhitung sejak awal Januari hingga 19 Januari 2021,” ujar Perry.
Gelontoran likuiditas ini turut mengerek rasio alat likuid per dana pihak ketiga (AL/DPK) ke level 31,67 persen pada Desember 2020. Adapun suku bunga pasar uang antarbank di level 3,04 persen per Desember 2020.
Kelonggaran tersebut membuat suku bunga deposito perbankan turun ke posisi 4,53 persen per akhir 2020. Sementara suku bunga kredit modal kerja turun ke posisi 9,21 persen per Desember 2020.
Ketersediaan likuiditas akan menopang peningkatan aktivitas perekonomian yang ditandai dengan pertumbuhan ekspor-impor serta ekspansi konsumsi pada akhir 2020. Situasi ini diperkirakan berlanjut pada awal 2021.
”Pertumbuhan ekonomi domestik yang membaik hingga akhir 2020 diprakirakan meningkat secara bertahap pada 2021. Program vaksinasi nasional yang dibarengi dengan penerapan protokol Covid-19 diharapkan dapat mendukung proses pemulihan ekonomi domestik,” ucapnya.
Perry menegaskan, BI memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas terkait lainnya serta mendukung berbagai kebijakan lanjutan untuk membangun optimisme pemulihan ekonomi nasional. Hal tersebut dilakukan melalui pembukaan sektor-sektor ekonomi produktif dan aman, akselerasi stimulus fiskal, penyaluran kredit perbankan dari sisi permintaan dan penawaran, melanjutkan stimulus moneter dan makroprudensial, serta mengakselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan.
Pertumbuhan ekonomi domestik yang membaik hingga akhir 2020 diprakirakan meningkat secara bertahap pada 2021.
Menghindari komplikasi
Kepala ekonom PT Bank CIMB Niaga Tbk Adrian Panggabean menilai, secara domestik BI perlu menjaga agar tingkat suku bunga tidak terlalu rendah. Sebab, dikhawatirkan menimbulkan komplikasi saat normalisasi kebijakan moneter pada 2022 atau 2023.
”Masih ada ruang untuk penurunan suku bunga, tetapi tidak ada urgensi bagi BI untuk kembali menurunkan suku bunga,” ujarnya.
Saat ini, lanjut Adrian, likuiditas perbankan sudah dua kali lipat dibandingkan dengan 2019. Namun, intermediasi perbankan untuk menyalurkan kredit belum kuat akibat permintaan yang lemah.
”Intermediasi perbankan belum terjadi karena permintaan kredit sangat lemah. Dari sisi pasokan, skala restrukturisasi yang besar menyebabkan lembaga keuangan menjaga kualitas aset dengan meningkatkan pencadangan,” ujarnya.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede menilai ada risiko terhadap potensi pemulihan ekonomi saat pemerintah kembali memberlakukan kebijakan pembatasan sosial. Dari sisi kebijakan ekonomi, pemerintah perlu tetap fokus mendorong produktivitas belanja pemerintah, termasuk program pemulihan ekonomi nasional yang lebih mendukung sisi permintaan perekonomian. Pasalnya, daya beli masyarakat berpenghasilan rendah masih lemah.
”Penanganan Covid-19 masih menjadi isu sentral yang perlu ditangani dengan lebih baik oleh pemerintah dengan meningkatkan jumlah tes. Pada saat bersamaan, program vaksinasi perlu dipercepat untuk mendorong terjadinya imunitas komunal,” ujarnya.
Penanganan Covid-19 masih menjadi isu sentral yang perlu ditangani dengan lebih baik oleh pemerintah.