Ribuan Ternak di Daratan Flores dan Sumba Mati Terserang Virus Demam Babi Afrika
ebanyak 1.600 ekor ternak babi di Flores Timur dan 665 ekor di Lembata Timur terserang African Swine Fever atau demam babi Afrika sejak November 2020 sampai hari ini.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
LARANTUKA, KOMPAS - Sebanyak 1.600 ekor ternak babi di Flores Timur dan 665 ekor di Lembata Timur mati terserang virus demam babi Afrika atau African Swine Fever sejak November 2020. Jumlah ini belum termasuk kabupaten lain di Flores dan Sumba. Serangan demam babi Afrika (DBA) merupakan kedua kali setelah periode Desember 2019-Juli 2020.
Sekretaris Dinas Peternakan Flores Timur, Nusa Tenggara Timur Simon Nani dihubungi di Larantuka, Selasa (19/1/2021) mengatakan, hasil pemeriksaan di Laboratorium Balai Besar Veteriner di Denpasar November 2020 menyebutkan, spesimen babi yang dikirim Pemkab Flores Timur, dinyatakan positif terinveksi African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika (DBA). Puncak kematian ternak babi terjadi 19-24 Desember 2020.
“Jumlah ternak babi mati akibat DBA sesuai laporan masyarakat ke Dinas Peternakan Flores Timur sejak November 2020 – 11 Januari 2021 sebanyak 1.600 ekor. Diduga, masih banyak babi mati yang tidak dilaporkan karena masyarakat merasa ternak babi sudah mati, melapor pun tidak ada manfaat lagi,”kata Nani.
Populasi ternak babi di Flores Timur 87.000 ekor. Jumlah ini yang selamat setelah serangan ASF periode Desember 2019-Juli 2020. Saat itu ada ribuan ekor babi di Flores Timur mati. Hama ternak ini sempat berhenti menyerang babi pada bulan Agustus-Oktober 2020, tetapi kembali muncul pada November 2020 sampai hari ini. Sejumlah perilaku peternak terhadap babi yang sedang sakit ASF berpengaruh terhadap penyebaran virus ini.
Menggigil dan sempoyongan
Saat babi sedang sakit, sempoyongan, dan menggigil peternak langsung sembelih kemudian daging babi dijual di pasar atau di rumah warga, atau dikonsumsi. Tetangga yang datang membantu memotong babi, pulang ke rumah langsung memberi makan ternak babi di rumahnya tanpa memperhatikan kesehatan dirinya. Bahkan babi di kandang pun kembali tertular ASF. Daging babi yang dicuci dengan air cucian dicampur makanan dari dapur kemudian diberikan ke babi yang masih sehat.
ASF ini belum ada obatnya. Petugas kesehatan hewan hanya membantu memberi pemahaman kepada peternak bagaimana menjaga agar virus tidak menyebar dari satu babi ke babi lain oleh perilaku peternak yang tidak paham mengenai sistem penyebaran virus ASF (Simon Nani)
Daging babi dibawa dari Larantuka ke pulau Adonara, dan Pulau Solor. Sisa daging yang dibersihkan dari piring kemudian diberikan ke ternak babi yang masih sehat akhirnya babi itu pun perlahan-lahan mati terserang ASF.
“ASF ini belum ada obatnya. Petugas kesehatan hewan hanya membantu memberi pemahaman kepada peternak bagaimana menjaga agar virus tidak menyebar dari satu babi ke babi lain oleh perilaku peternak yang tidak paham mengenai sistem penyebaran virus ASF,”kata Nani.
Penyebaran virus ini begitu cepat. Dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, ASF sudah menyerang babi di seluruh daratan Flores Timur termasuk pulau Adonara dan Pulau Solor. Jika masyarakat tidak melakukan pencegahan sendiri, seluruh babi di Flores Timur bakal mati perlahan-lahan.
Pihak petugas kesehatan hewan Flores Timur telah mendatangi desa-desa yang terserang virus ASF untuk mensosialisasikan bagaimana cara mengatasi penyebaran ASF ini. Petugas kesehatan hewan pun tidak boleh berpindah tempat dengan mengenakan pakaian yang sama saat mendatangi satu kandang ternak dengan kondisi ternak itu positif ASF. Mereka harus mandi membersihkan diri, menggantikan pakaian, mencuci alat-alat yang telah dibawa di kandang pertama, kemudian mendatangi kandang berikut.
Ia mengatakan, kematian 1.600 ekor ternak babi itu memiliki nilai kerugian Rp 4 miliar dengan asumsi satu ekor ternak babi paling murah dijual Rp 3 juta. Harga ternak babi di Flores Timur berkisar Rp 3 juta – Rp 6 juta per ekor. Ini tergantung besar atau kecil babi itu.
Virus ini menyerang ternak babi hampir seluruh daratan Flores. Selain Flores Timur, ada ribuan babi milik warga di Sikka pun mati setelah terpapar ASF. “Babi di seluruh daratan Flores, mulai dari Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timu, Ngada, Nagekeo, Ende, dan Sikka sudah terserang ASF juga,”katanya.
Sementara itu Kepala Dinas Peternakan Lembata Kanisius Tuaq mengatakan, sekitar 665 ekor ternak babi di Lembata mati, sejak November 2020- 18 Januari 2021. Nilai kerugian sekitar Rp 1,195 miliar. Populasi ternak babi di Lembata sebanyak 121.000 ekor.
“Babi di Lembata diminati masyarakat dari Sumba dan Maumere, sebagian besar untuk kepentingan mas kawin atau urusan adat istiadat lain. Populasi babi masih cukup banyak, tetapi saat ini sedang terancam punah akibat ASF ini,”kata Tuaq.
Dinas Peternakan setempat terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka bisa menangani ternak yang sudah mati secara tepat sehingga tidak menyebar ke ternak lain. Setiap babi mati langsung dikuburkan di lokasi itu, kemudian peternak langsung mandi dan menggantikan pakaian sebelum memberi makan ternak lain.
Beberapa kegunaan
Ia mengatakan, babi di Lembata memiliki beberapa fungsi. Selain untuk mas kawin, urusan adat istiadat, sebagai “teman dan hiburan”, dijual untuk meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga, dan meningkatkan status sosial seseorang. Makin banyak ternak babi dimiliki, status sosial orang itu makin popular di masyarakat.
Yoseph Yohanes (49) warga desa Nita Kecamatan Nita Kabupaten Sikka meminta pemerintah segera mencari jalan keluar mengatasi virus ASF ini untuk menyelamatkan ternak babi yang masih sehat. Saat ini menjual babi di pasar pun tidak laku karena banyak babi yang dipasarkan. Masyarakat pun sudah paham, babi yang dijual itu sedang mengalami sakit ASF.
“Pemerintah bilang babi yang terserang ASF ini tidak membahayakan kesehatan manusia sehingga bisa dikonsumsi asal dimasak sesuai prosedur. Tetapi di pasar pun konsumen enggan membeli babi-babi itu. Selesai natal dan tahun baru, daya beli masyarakat makin rendah,”kata Yohanes.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Sumba Umbu Manurara mengatakan, ASF juga menyerang babi di Sumba sejak 2020 sampai hari ini. Sudah ribuan ternak babi mati cuma-cuma dengan nilai kerugian miliaran rupiah, tetapi belum ada kebijakan pemerintah menangani ini.
Direktur Yayasan Mitra Tani Mandiri Timor Tengah Utara (TTU) Vinsensiu Nurak mengatakan, daratan Timor seperti TTU, Belu, Malaka, Kupang dan Timor Tengah Selatan tidak lagi terserang ASF. “Virus ini menyerang ternak babi Desember 2019 sampai dengan Juni 2020. Saat ini kasus sudah redah, peternak mulai memelihara babi lagi. Tetapi kalau di Flores sudah terserang ASF, tidak lama lagi akan merambat ke Timor, kalau Pemda tidak melakukan pencegahan dini,”kata Nurak.