Perbaikan Perdagangan Global Topang Pemulihan Ekonomi
Indonesia dinilai perlu menangkap peluang meningkatnya aktivitas perdagangan dunia guna menyokong pemulihan ekonomi nasional. Organisasi Perdagangan Dunia memperkirakan perdagangan global meningkat 7,2 persen tahun ini.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Tumpukan petikemas di Terminal Petikemas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (31/5/2013).
JAKARTA, KOMPAS — Aktivitas perdagangan dan harga komoditas global tahun 2021 diyakini lebih baik dibandingkan tahun 2020. Peluang ini mesti ditangkap Indonesia untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi tetap kuat.
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperkirakan perdagangan barang global akan turun 9,2 persen pada 2020, tetapi diikuti kenaikan 7,2 persen pada tahun 2021. Perbaikan perdagangan global mulai terlihat sejak September 2020 seiring normalisasi aktivitas ekonomi, pengembangan vaksin Covid-19, dan terpilihnya Presiden Amerika Serikat Joe Biden.
Ekonom PT Bank Danamon Tbk Wisnu Wardana berpendapat, perbaikan perdagangan global masih berlanjut paling tidak hingga triwulan I-2021. Hal ini karena beberapa negara di dunia mulai melakukan pemulihan ekonomi sehingga permintaan barang ekspor meningkat dan harga komoditas membaik.
Perbaikan perdagangan global dibarengi oleh harga komoditas yang relatif terjaga. Kenaikan harga minyak dunia bersamaan dengan kenaikan harga batubara dan minyak sawit. Beberapa komoditas mulai naik harganya, seperti karet, minyak sawit, dan logam, seiring meningkatnya aktivitas manufaktur di sejumlah negara.
”Tren perbaikan perdagangan masih berlanjut setidaknya di triwulan I-2021 sejalan dengan pemulihan ekonomi global,” kata Wisnu, yang dihubungi pada Jumat (15/1/2021).
Tren perbaikan perdagangan global berimbas ke perdagangan domestik. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia pada Januari-Desember surplus 21,74 miliar dollar AS. Nilai total ekspor mencapai 163,307 miliar dollar AS, sementara impor 141,568 dollar AS.
Menurut Wisnu, surplus neraca perdagangan akan berkelanjutan jika dibarengi produksi dalam negeri untuk substitusi impor. Terlebih, nilai impor saat ini belum pulih karena permintaan domestik yang masih lebih rendah. Perbaikan perekonomian global membuka peluang dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional tetap kuat. ”Surplus dagang ini menjadi fondasi yang baik untuk ketahanan daya beli nasional di masa yang akan datang,” ujar Wisnu.
Pemulihan ekonomi berpotensi melemah jika pemerintah gagal menangkap prospek perbaikan perdagangan global. Di dalam negeri, permintaan masyarakat tetap lamban, apalagi ada risiko pembatasan kegiatan pada Januari 2021. Rendahnya permintaan berimplikasi ke lemahnya pertumbuhan impor.
Secara terpisah, Jumat, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, peran usaha kecil menengah (UKM) signifikan dalam pemulihan ekonomi nasional. Kontribusi mereka mencapai 60 persen produk domestik bruto dengan serapan tenaga kerja lebih dari 90 persen.
Perbaikan perdagangan global dapat dimanfaatkan pemerintah untuk membuka pasar ekspor produk UKM. Produk yang diekspor sebaiknya berkaitan dengan kebutuhan pokok sehari-hari untuk membidik pangsa pasar penduduk Indonesia yang tinggal di luar negeri. Dengan demikian, ekspor UKM diharapkan dapat berkelanjutan.
”Undang-Undang Cipta Kerja memberikan penguatan dan kemudahan bagi UKM untuk ikut berpartisipasi mendorong ekspor,” kata Roeslani.
Data Bank Dunia, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berperan penting dalam mendorong perekonomian negara-negara berkembang. Secara global, UMKM menyerap 50 persen tenaga kerja dunia.
Menurut Chief Economist and Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan, potensi pertumbuhan ekonomi 2021 salah satunya akan ditopang oleh perbaikan perdagangan global. Negara-negara Asia, termasuk Indonesia, akan diuntungkan karena menjadi pusat produksi barang dan jasa dunia.
Berdasarkan riset Manulife, dengan asumsi volume perdagangan stabil setara September 2020 dan tidak ada peningkatan harga, proyeksi pertumbuhan ekspor pada triwulan I-2021 bisa mencapai 8,3 persen. Jika ada peningkatan harga 25 persen, pertumbuhan ekspor diproyeksikan 35,4 persen. (KRN)