Baharsjah Wariskan Kebijakan Berbasis Data dan Riset Ilmiah
Menteri Pertanian periode 1993-1998 Sjarifudin Baharsjah mewariskan prinsip menetapkan kebijakan pertanian berlandaskan data dan penelitian ilmiah. Prinsip yang dinilai masih sangat relevan bagi Indonesia saat ini.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pertanian yang berlandaskan data dan penelitian ilmiah menjadi warisan Sjarifudin Baharsjah, Menteri Muda Pertanian periode 1988-1993 dan Menteri Pertanian periode 1993-1998. Baharsjah tutup usia pada Kamis (14/1/2021) malam.
Menteri Pertanian periode 2001-2004 Bungaran Saragih merasa bersyukur karena memiliki sosok guru, senior, sekaligus pemimpin seperti Baharsjah. ”Yang saya pelajari dari beliau ialah membangun pertanian dengan konsep yang matang serta didasarkan pada kebutuhan bangsa dan dasar ilmiah yang kuat,” katanya saat dihubungi, Jumat.
Konsep matang itu tampak dari kepiawaiannya menerapkan sains ke dalam kebijakan pembangunan pertanian nasional. Baharsjah dikenal sebagai sosok yang menghargai ilmu pengetahuan.
Menurut Bungaran, perumusan kebijakan berdasarkan sains dan data menjadi warisan Baharsjah yang relevan bagi pertanian saat ini. Data yang disertai analisis bermuara pada strategi pembangunan yang bijaksana.
Dalam relasi personal, dia menilai Baharsjah sebagai pribadi yang menyenangkan dan membuat orang lain merasa nyaman. Di ranah profesional, Baharsjah mampu memobilisasi pegawai untuk bekerja sama serta kerja keras dan cerdas.
Senada dengan Bungaran, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin menilai, kemampuan Baharsjah dalam menyusun kebijakan berdasarkan fakta (evidence-based policy) menjadi warisan bagi Indonesia.
”Saat ini, kita patut berjuang untuk mengembalikan kebijakan yang berdasarkan bukti, analisis, data, dan paradigma pertanian. Hasil penelitian menjadi kebenaran universal sehingga kebijakan yang dihasilkan tidak dikarang-karang,” tuturnya saat dihubungi.
Salah satu kebijakan Baharsjah yang berkesan ialah saat Indonesia menghadapi kekeringan akibat El Nino sekitar 1993.
Salah satu kebijakan Baharsjah yang berkesan bagi Bustanul ialah saat Indonesia menghadapi kekeringan akibat El Nino sekitar 1993 dan berdampak pada produksi sejumlah komoditas pangan sehingga Indonesia mesti mengimpor. Selain itu, Bustanul juga mengingat proyek kedelai yang dinilai cukup berhasil. Saat itu, Lampung menjadi salah satu sentranya.
Baharsjah pernah menjadi dosen Bustanul. Sebagai dosen, dia menilai, Baharsjah perhatian dengan anak muda. Baharsjah kerap mengirimkan anak-anak muda untuk sekolah di luar negeri.
Baharsjah merupakan alumnus Institut Pertanian Bogor. Rektor IPB University Arif Satria menyatakan, Baharsjah menjadi teladan dosen IPB University karena memiliki daya intelektualitas tinggi dan kepemimpinan kuat.
Dia juga kagum terhadap luasnya wawasan dan kemampuan artikulasi gagasan Baharsjah. ”Sekitar tahun 1990, saya bertemu beliau. Pada saat itu, saya aktivis mahasiswa. Kami membicarakan dampak globalisasi terhadap pertanian Indonesia. Beliau menjelaskan dalam kacamata optimistis dan analisis yang jernih. Selain itu, beliau juga menekankan science -based policy, setiap kebijakan pertanian harus berbasis sains yang kuat. Oleh sebab itu, saat menjabat, beliau mengembangkan Pusat Sosial Ekonomi Pertanian,” tuturnya.
Pada Januari 2014, Baharsjah memperoleh Umali Awards bidang pembangunan pertanian dari Southeast Asian Regional Center for Graduate Study and Research in Agriculture (SEARCA) di Manila, Filipina. Dalam paparan pidato penerimaan penghargaan, dia menuliskan, ”Dare to turn around and accept the invitation to turn to farmers as change agents to achieve agriculture success.”