Pelonggaran Kapasitas Pesawat Dinilai Tidak Masalah
Aturan kapasitas maksimal 70 persen tidak lagi diberlakukan bagi moda transportasi udara di masa pembatasan kegiatan masyarakat 11-25 Januari 2021. Sebagian penumpang khawatir, tetapi pelonggaran itu dinilai tak masalah.
Oleh
ERIKA KURNIA / CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan baru Kementerian Perhubungan yang tidak lagi membatasi keterisian pesawat membuat sebagian pengguna khawatir tertular virus. Namun, syarat untuk naik pesawat diperketat sehingga risiko penularan diharapkan berkurang. Selain itu, kabin pesawat dinilai sebagai tempat yang relatif aman sehingga pelonggaran kapasitas dinilai tidak masalah.
Pada 9 Januari 2021, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri pada Masa Pandemi Covid-19. Kemenhub menindaklanjutinya, salah satunya dengan mengeluarkan SE No 3/2021 terkait transportasi udara.
Salah satu yang diatur adalah soal pembatasan kapasitas maksimal 70 persen yang tidak diberlakukan lagi. Terkait kebijakan itu, Iqbal Ilham (31), pekerja swasta yang berencana cuti ke Yogyakarta, Rabu (13/1/2021), menyatakan, dirinya berpikir ulang saat akan membeli tiket pesawat. Ia akhirnya menggunakan kereta kelas eksekutif yang masih menerapkan pembatasan kapasitas dan kursi.
Fikri Nur Fakhmi (29), yang hendak kembali ke tempat kerja di Ternate, Maluku Utara, dari Jakarta juga khawatir dengan aturan baru di tengah terus meningkatnya kasus Covid-19. ”Namun, ada maskapai nasional yang menerapkan seat distancing walau harga tiketnya lebih mahal,” katanya.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati menjelaskan, pelonggaran kapasitas berkaitan masa berlaku tes Covid-19 yang dipersempit. Hasil tes negatif Covid-19 melalui tes usap antigen dan PCR kini menjadi syarat. Namun, jarak tes dan waktu naik pesawat dipersempit untuk meminimalkan peluang paparan virus.
Penumpang wajib menunjukkan keterangan hasil negatif tes PCR yang sampelnya diambil dalam kurun maksimal 3x24 jam. Sementara tes usap antigen harus diambil maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan. Selain itu, aturan baru mengimbau penumpang agar tidak berbicara searah atau dua arah menggunakan telepon atau langsung selama di pesawat. Penumpang dalam penerbangan kurang dari 2 jam juga tak boleh makan di dalam pesawat, kecuali harus mengonsumsi obat-obatan.
”Wajib menerapkan dan mematuhi protokol kesehatan (3M), yaitu memakai masker (sesuai standar penerbangan), menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun atau penyanitasi tangan,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto.
Keamanan pesawat
Pengamat penerbangan sekaligus anggota Ombudsman, Alvin Lie, mengatakan, masyarakat tak perlu terlalu khawatir. Pesawat dinilai sebagai tempat yang relatif aman dari kemungkinan penularan Covid-19 dibandingkan dengan ruang tertutup lainnya. Hal ini sebelumnya telah dibuktikan berdasarkan berbagai riset oleh pembuat pesawat.
”Ini ditambah adanya sistem penyaring udara HEPA (high- efficiency particulate air) filter yang membuat udara di dalam kabin dapat didaur ulang dan membersihkan bakteri dan virus hingga 99 persen,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia tidak mempermasalahkan pelonggaran kapasitas selama protokol dipatuhi, baik oleh penumpang maupun maskapai.
Adita menambahkan, dengan tidak diberlakukannya aturan kapasitas maksimal 70 persen, bukan berarti kapasitas pesawat jadi 100 persen. Maskapai boleh memutuskan kapasitas maksimal yang akan diimplementasikan. Selain itu, maskapai wajib menyediakan tiga baris kursi yang dikosongkan untuk area karantina jika ada penumpang yang menunjukkan gejala, seperti batuk, pilek, atau demam.
Pertimbangan lain, kata Adita, sampai saat ini penerbangan di sejumlah negara tidak membatasi kapasitas. Hasil studi Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA), Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), dan Badan Penerbangan Federal AS (FAA) menyebutkan, belum ada kasus penularan Covid-19 di pesawat.