Harga karet di tingkat petani naik dalam dua bulan terakhir dari sekitar Rp 6.000 menjadi Rp 9.000 per kilogram. Petani mulai bergairah menggarap kebun yang selama ini terbengkalai karena harga anjlok.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Harga karet di tingkat petani naik dalam dua bulan terakhir dari sekitar Rp 6.000 menjadi Rp 9.000 per kilogram. Petani pun mulai bergairah menggarap kebun karet yang selama ini dibiarkan terbengkalai karena harga yang anjlok.
”Ekonomi masyarakat di desa semakin hidup karena harga karet yang membaik. Kami berharap harga karet bisa bertahan,” kata Sungkunen Tarigan, Ketua Kelompok Tani Mbuah Page, Desa Kuta Jurung, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hilir, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Rabu (13/1/2021).
Sungkunen mengatakan, produksi dari petani di desanya kini mulai membaik seiring dengan kenaikan harga karet. Sebelum harga naik, kelompok tani mereka biasanya hanya bisa mendapat sekitar 1 ton karet per minggu. ”Kini, setiap minggu kami bisa mengumpulkan 3 ton karet. Petani semakin bergairah menyadap karetnya,” katanya.
Karet itu mereka kumpulkan dari petani yang merupakan anggota kelompok dan petani karet lainnya. Kelompok itu pun mengolah dan menjual langsung bahan olah karet yang mereka hasilkan ke pabrik tanpa melalui agen dan tengkulak.
Sejak harga karet naik, aktivitas ekonomi di desa itu pun terus membaik. Warung dan pasar di desa pun semakin ramai. Hal itu karena penghasilan utama di desa itu salah satunya dari kebun karet.
Sungkunen mengatakan, kenaikan harga karet juga mereka dapatkan karena kualitas pengolahan pascapanen yang semakin baik. Mereka kini menggumpulkan karet dengan bahan yang baik, seperti asam semut atau asap cair. Hal itu membuat elastisitas karet semakin tinggi.
Sejak harga karet naik, aktivitas ekonomi di desa itu pun terus membaik.
Sebelumnya, petani memakai bahan yang lebih mudah didapat, seperti tawas, urea, dan cuka. Namun, bahan itu mengurangi kualitas karet. ”Pengolahan kami semakin baik setelah mendapat pelatihan dari Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut,” kata Sungkunen.
Harga karet yang dijual kelompok itu pun rata-rata lebih mahal Rp 2.000 per kilogram dibandingkan dengan harga pasar. Hal itu juga didapat karena mereka menjual langsung ke pabrik tanpa agen atau tengkulak.
Sekretaris Eksekutif Gapkindo Sumut Edy Irwansyah mengatakan, kenaikan harga di tingkat petani sebagai imbas naiknya harga karet di pasar dunia. ”Kenaikan harga karet dunia terjadi karena permintaan dari sejumlah negara terus meningkat dalam beberapa bulan terakhir,” ujar Edy.
Edy mengatakan, harga karet remah jenis TSR 20 di bursa komoditas Singapura (Sicom) kini mencapai 1,57 dollar Amerika Serikat per kilogram. Harga itu terus meningkat sejak anjlok ke titik paling rendah pada 2020, yakni 1,08 dollar pada bulan April.
Edy mengatakan, volume ekspor karet dari Sumut selama beberapa bulan belakangan sudah membaik. Namun, secara tahunan, volume ekspor karet Sumut pada Januari-November 2020 hanya 346.984 ton, menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 375.720 ton.
Edy pun memperkirakan harga karet tahun 2021 akan membaik. Hal itu karena permintaan yang terus meningkat, tetapi pasokan masih terbatas.