Harapan Merekah dari Mereka yang Diberdayakan
Kredit yang diberikan BRI turut memberdayakan usaha mikro, kecil, menengah, hingga di pelosok negeri. Jenis usaha yang terbantu beragam, mulai dari usaha yang terkait pangan hingga usaha kreatif.
”BRI adalah bank yang DNA-nya bank mikro. Komitmen tim, saya kira tetap konsisten dan akan dominan di UMKM dengan misi BRI harus bisa melayani rakyat sebanyak mungkin dengan harga semurah mungkin. Kuncinya ada di digitalisasi.”
Komitmen itulah yang disampaikan Sunarso saat menjabat Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk pada awal September 2019. Konsisten dengan janjinya, ketika merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-125 BRI, di Jakarta, Rabu (16/12/2020), terungkap langkah BRI untuk meningkatkan ekonomi kerakyatan melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia ditunjukkan dengan terus meningkatnya porsi kredit di segmen UMKM.
Pada September 2020, penyaluran kredit ke segmen UMKM tercatat senilai Rp 754,33 triliun atau setara dengan 80,65 persen dari total kredit BRI. Hal ini lebih cepat dari aspirasi yang ditetapkan BRI pada 2022, yaitu porsi kredit UMKM sebesar 80 persen.
Bank terbesar di Tanah Air ini memang dilahirkan untuk membantu rakyat kecil. Rakyat yang dapat menikmati warisan komitmen Raden Bei Aria Wirjaadmadja (1831-1909), pendiri BRI, itu tersebar dari Aceh sampai Papua, dari Sulawesi Utara hingga Nusa Tenggara Timur. Mereka pelaku UMKM, yang oleh sejumlah pimpinan BRI disebutkan nyaris tak pernah ingkar janji.
Hingga Oktober 2020, nilai kredit usaha rakyat (KUR) yang disalurkan BRI mencapai Rp 105,34 triliun, setara dengan 75,1 persen dari kuota yang diberikan pemerintah, pada lebih dari 4 juta debitor mikro, kecil, supermikro, dan tenaga kerja Indonesia (TKI). Non-performing loan (NPL) atau kredit bermasalah KUR BRI sangat rendah, pada 2020 sekitar 0,06 persen.
Kepala Bagian Program BRI Kantor Wilayah Jayapura Gama Hendhika Negara mengatakan, pelaku usaha penerima KUR di Provinsi Papua dan Papua Barat, khususnya di bidang ritel, mencapai 3.384 debitor. ”Kami juga memberikan sejumlah keringanan bagi debitor KUR yang terdampak pandemi, yakni membebankan pembayaran bunga saja dalam jangka waktu tertentu maksimal 12 bulan dan menambah jangka waktu relaksasi kebijakan restrukturisasi,” paparnya.
Baca juga: Beri Sampai ke Ujung Negeri
Menurut Marketing KUR Bank BRI Kantor Unit Gatot Subroto, Denpasar, Bali, Putu Nurindah Windari, bunga KUR di wilayahnya 0,256 persen per bulan. Laporan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara menyebutkan, UMKM di Bali tergolong patuh dalam membayar kredit, termasuk KUR. Rasio kredit bermasalah (NPL) KUR di Bali juga tergolong rendah. Sampai Oktober 2020, penyaluran KUR di Bali dilaporkan mencapai Rp 4,89 triliun.
Usaha terkait pangan
Agus Suryana, warga Kampkey, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua, adalah penerima kredit dari BRI untuk mengembangkan penjualan daging sapi di Pasar Youtefa, Jayapura. Ia menerima KUR dari Bank BRI Unit Tanah Hitam tahun 2015 sebesar Rp 25 juta selama empat tahun dan Rp 50 juta sejak Juli 2020.
”Berkat program KUR, saya bisa menjalankan usaha dan membiayai anak-anak selama lima tahun terakhir. Seorang anak saya telah meraih gelar sarjana,” kata Agus.
Erni Suaida, pelaku UMKM di Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, juga menjalankan usaha yang terkait pangan, seperti membuat dan menjual amplang, rengginang ubi, dan keripik. Ia memulai usaha pada 2009 dengan mengakses KUR untuk membeli alat produksi.
”Saya sudah beberapa kali meminjam melalui KUR. Pinjaman awalnya pernah Rp 5 juta. Dua kali meminjam Rp 5 juta. Pernah juga mengakses yang Rp 10 juta. Baru-baru ini meminjam lagi Rp 25 juta yang baru berlangsung sekitar lima bulan,” ujarnya, Selasa (12/1/2021), di Pontianak.
Saat awal menjalankan usaha, dia memiliki dua karyawan. Kala itu penghasilan bersih baru sekitar Rp 3 juta per bulan. Jumlah karyawan berkembang menjadi lima orang. ”Setelah mendapatkan KUR ada tambahan modal untuk mengembangkan usaha,” kata Erni.
Ia pun kini bisa membuat rumah toko (ruko) yang akan dijadikan tempat memajang produknya. Kini, penghasilan bersih dari usahanya sekitar Rp 10 juta per bulan. Erni juga mendapatkan sertifikat pemasaran ”Kiat Sukses Pemasaran UMKM Juara” dari BRI pada 3 November 2015 karena dinilai berhasil dan tak pernah menunggak angsuran.
Baca juga: Inovasi Menjangkau Negeri demi Memberdayakan Rakyat
Kucuran KUR dari BRI turut membantu Evvy Herlina (46), pemilik usaha Evvy_Cake di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, mengembangkan usahanya dan bertahan di tengah kondisi pandemi Covid-19.
Evvy memulai usaha pembuatan kue di Banjarmasin pada 2015. Ia mengenal KUR BRI dari kakaknya yang sudah lebih dulu berwirausaha.
”Awalnya, saya pinjam atas nama kakak dan mendapatkan Rp 10 juta. Kami bagi dua untuk modal usaha,” katanya, di Banjarmasin. Setelah menikmati bantuan modal dan lancar dalam pembayaran angsuran kredit, Evvy memberanikan diri mengajukan KUR atas namanya dan usahanya sendiri yang sudah berjalan tiga tahun.
Pada 2018, ia mengikuti sosialisasi penyaluran KUR. Petugas dari BRI pun sempat menyurvei tempat usahanya dan memastikan dana itu digunakan untuk membeli oven dan loyang. Pada 2020, di tengah pandemi Covid-19, Evvy kembali mengajukan KUR ke Bank BRI sebesar Rp 25 juta untuk pembelian sepeda motor agar lebih leluasa mengantarkan pesanan kue kepada konsumen.
Evvy juga mengakui terbantu dengan bantuan bagi pelaku UMKM terdampak pandemi sebesar Rp 2,4 juta yang disalurkan lewat BRI. ”Untuk pengajuan kredit pertama kali memang agak rumit. Namun, kalau pembayaran lancar, untuk pengajuan selanjutnya gampang sekali. KUR dari BRI benar-benar membantu usaha saya,” tuturnya.
Suami-istri pengusaha mikro di Kota Denpasar, Bali, I Made Artama dan Lilik Listiyorini, bercita-cita membuka toko bahan kue, selain tetap membuat aneka kue dan jajanan. Harapan itu mewujud saat mereka mengajukan kredit modal kerja, KUR, di BRI pada 2016 dan disetujui. Mereka mendapat kredit Rp 25 juta dengan masa 36 bulan atau tiga tahun.
”Syaratnya mudah. Kami pakai BPKB sepeda motor sebagai jaminan selain menyerahkan surat keterangan usaha, KTP, dan kartu keluarga. Sekitar satu minggu, kredit sudah dicairkan,” kata Lilik.
Syaratnya mudah. Kami pakai BPKB sepeda motor sebagai jaminan selain menyerahkan surat keterangan usaha, KTP, dan kartu keluarga. Sekitar satu minggu, kredit sudah dicairkan. (Lilik Listyorini)
Artama mengatakan, dana KUR BRI itu digunakan untuk membeli beraneka peralatan membuat kue dan roti, termasuk alat pemanggang dan alat pengaduk adonan (mikser). Mereka juga menyisihkan dana kredit untuk membeli bahan kue.
”Uangnya digunakan sebagai modal untuk menambah produksi,” kata Artama. Usaha rumah tangga itu mula-mula dikerjakan Lilik. Artama masih bekerja di sebuah toko kue. Oleh karena menambah produksi kue, Artama pun membantu usaha istrinya itu dan pada Agustus 2020 mengajukan tambahan modal kerja melalui KUR BRI kembali.
Baca juga: Sumber Daya yang Melayani di Ujung Negeri
”Saya masih berencana mempunyai toko bahan kue,” kata Artama.
Menurut Artama, dia dan istrinya akan membutuhkan tambahan modal usaha dari perbankan sehingga mereka sebagai nasabah bank harus menjaga kepercayaan bank. Adapun kredit usaha berupa KUR dari BRI ini dinilainya sudah bagus dan membantu pengusaha mikro seperti dirinya dan bunga kreditnya tidak berat.
”Kami harus optimistis meski kondisi saat ini sedang berat,” ujar Artama.
Dengan modal awal Rp 250.000, pada 2015, Randy Tabaleka mencoba meraih mimpi. Ia membeli 50 kilogram jagung pipilan, kemudian diproses menjadi marning yang gurih renyah. Keuntungan awal Rp 200.000 itu sangat membanggakan dan memacu Randy Tabaleka untuk maju. Ia pun meminjam untuk modal usaha senilai Rp 50 juta dari BRI Cabang NTT guna memperkuat modal usaha sampai meraup keuntungan Rp 7 juta per bulan, hanya dari marning jagung.
Randy ditemui di kios ”Manja Tibers” miliknya, Kelurahan Tofa, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, NTT, Selasa (12/1/2021). Seusai diwisuda dari Universitas Nusa Cendana, Kupang, ia pun membuka usaha pangan setelah kesulitan mendapatkan pekerjaan kantoran.
September 2020, Randy mendapat pinjaman Rp 50 juta dari BRI Cabang Kupang untuk menambah modal usaha dan pembangunan tempat usaha berukuran 6 meter x 6 meter. Selain marning jagung, di ruangan itu pula ia mengembangkan usaha keripik singkong. Sebelumnya, pada 2018-2019, ia dilibatkan dalam berbagai kegiatan BRI, seperti pameran yang diselenggarakan BRI Kupang. Ia kini dibantu lima karyawan.
Usaha kerajinan kreatif
Pada 2001, Didik Setyawan merantau dari Solo, Jawa Tengah, ke Natuna, Kepulauan Riau, untuk menetap sebagai penjual pakaian keliling. Namun, penghasilan yang pas-pasan mendorongnya untuk mencari pekerjaan lain. Satu peluang yang dilirik Didik waktu itu adalah membuat kerajinan ukir berbahan kayu khas yang ada di Natuna.
”Di Natuna, ada kayu yang sangat unik. Namanya kayu hitam. Jenis kayu ini hitamnya sangat pekat dan tidak bisa dibakar. Keunikannya di situ,” kata Didik. Pada 2013, Didik pergi ke Pontianak untuk belajar seni mengukir kayu dari seorang sahabat. Tiga tahun kemudian, ia memberanikan diri untuk merekrut satu pekerja dan merintis usaha mandiri di Ranai, Pulau Natuna Besar.
Baca juga: Kepemimpinan yang Memberi Arah dalam Perubahan
Didik menggunakan tiga jenis kayu langka, yakni kayu hitam, kayu setiki, dan akar bahar. Dari kayu itu, ia membuat berbagai jenis kerajinan ukir mulai dari tongkat komando, pipa rokok, gelang, tasbih, dan beberapa jenis barang lain.
”Waktu itu omzetnya lumayan. Kami bisa dapat belasan juta rupiah per bulan. Namun, saya berpikir usaha ini bisa dikembangkan lebih besar lagi kalau ada modal,” ujar Didik.
Pada 2018, ia mengajukan KUR ke Bank BRI. Berbekal jaminan BPKB kendaraan bermotor, modal Rp 25 juta berhasil ia dapatkan. Uang itu ia pakai untuk membeli alat bor duduk seharga Rp 7 juta dan memperbanyak bahan baku.
Pelan-pelan usahanya dikenal orang. Salah satu yang paling dicari pembeli adalah tongkat komando dari kayu hitam. Harga satu tongkat komando buatan Didik berkisar Rp 1 juta-Rp 12 juta, bergantung pada kerumitan ukiran. Pembeli tongkat komando itu petinggi TNI atau Polri dari seluruh penjuru Tanah Air. Selang beberapa tahun, Didik mengajukan lagi pinjaman KUR senilai Rp 50 juta untuk memperbanyak mesin ukir dan menambah jumlah karyawan. Ia juga masih menyimpan banyak mimpi, termasuk membeli mesin bubut computer numerical control (CNC) yang dapat mempercepat pengerjaan karena bisa dioperasikan melalui komputer.
Program KUR BRI juga menopang usaha pembuatan kopiah milik Azizah, warga Desa Miruek, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Empat tahun menjadi nasabah, usahanya pun tetap berdiri kokoh hingga kini. ”Waktu itu saya butuh tambahan modal untuk berbelanja bahan baku. Syukur ada KUR BRI,” kata Azizah.
Waktu itu saya butuh tambahan modal untuk berbelanja bahan baku. Syukur ada KUR BRI.
Usaha pembuatan kopiah yang diberi nama Ayuza, sesuai dengan nama anak semata wayangnya itu, dimulai 2003. Ia yang menjadi orangtua tunggal dan mengalami kondisi ekonomi tidak stabil, pada 2016 mengajukan pinjaman modal usaha ke BRI sebesar Rp 20 juta dengan jangka pinjaman selama dua tahun. Setelah pinjaman itu lunas, Azizah kembali mengajukan pinjaman Rp 25 juta dan kini ia berencana mengajukan tambahan pinjaman lagi.
Dari usaha itu, Azizah membiayai pendidikan anaknya hingga perguruan tinggi dan membangun ruko tempat pembuatan kopiah. Usaha itu juga memberikan manfaat bagi 12 pekerja.
Bagi Tjahyani, semua bermula dari bangku kantin di SD tempat anaknya bersekolah pada suatu siang di 2012. Ia melihat serpihan sisik ikan kakap merah ditumpuk, lalu dibuang begitu saja oleh pemilik kios. Iseng saja, ia meminta tumpukan sisik ikan itu untuk dibawa pulang. Di rumah, lembaran sisik ikan itu ia cuci dengan deterjen dan ia keringkan, lalu dirangkai menjadi seperti kelopak bunga mawar putih mengkilap.
”Saya iseng saja bikin anting-anting dan saya pakai sendiri. Kata teman-teman saya bagus dan mereka bilang mau pesan. Dari situ saya mulai buatkan pesanan,” katanya, di Manado, Sulawesi Utara.
Tjahyani lalu mencoba membuat gelang dari bahan yang sama. Mulanya kecil, hanya lima buah yang ia titipkan di toko oleh-oleh untuk dijual masing-masing seharga Rp 25.000. Ternyata gelangnya diminati wisatawan sehingga pesanan makin banyak. Ia pun menambah pasokan sisik ikan, kali ini bukan dari kantin sekolah anaknya, melainkan pelapak ikan di Pasar Bersehati, pasar induk di Manado.
Sejak itu pula produknya bertambah. ”Selain anting-anting dan gelang, saya juga membuat kalung, bros, sampai syal dengan hiasan kelopak bunga dari sisik ikan. Saya terus menggelutinya sampai berhasil. Sekarang diri saya tidak bisa dipisahkan dari produk sisik ikan. Teman-teman perajin saya memanggil saya Bu Yannie SI, sisik ikan,” ujar Tjahyani.
Ibu empat anak laki-laki ini pun mendaftarkan usahanya menjadi unit usaha mikro dengan modal Rp 50 juta dan omzet hingga Rp 15 juta setiap bulan dengan merek Yannie Handicraft. Produk-produknya menarik perhatian banyak pihak, termasuk BRI. Tjahyani pun resmi bergabung bersama Rumah Kreatif BUMN (RKB) sejak 2017.
Melalui RKB BRI, ia mendapat berbagai pelatihan, salah satunya memasarkan produknya melalui media sosial. Berbagai informasi juga ia dapatkan dari komunitas penggiat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) itu, seperti pelatihan pelaporan dan penghitungan pajak.
Lebih dari itu, Tjahyani juga justru mendapatkan kesempatan melatih banyak ibu-ibu seperti dirinya yang ingin memiliki usaha kerajinan. ”Tetapi, usaha kerajinan itu peminatnya sedikit. Di Manado ini, paling banyak usaha kuliner,” katanya.
Baca juga: Hindari Risiko akibat Pandemi, Laba Bersih BRI Turun
Pada 2018, untuk pertama kalinya Tjahyani mengajukan kredit usaha rakyat (KUR) di BRI sebesar Rp 25 juta. Cicilannya tanpa bunga sebesar Rp 1 juta setiap bulan. Pinjaman itu sangat membantu Tjahyani untuk mengembangkan usahanya. Usahanya pun makin berkembang setelah ia menguasai cara memadukan sisik ikan dengan perak.
Saat itu saya berkesempatan bertemu Pak Presiden Joko Widodo. Saya sangat senang dan bersyukur sekali.
Usaha Yannie Handicraft pun semakin berkembang dan terkenal. Pada 2019, usaha mikro itu terpilih mewakili Sulawesi Utara dalam ajang BRILian Preneur 2019 di Jakarta. ”Saat itu saya berkesempatan bertemu Pak Presiden Joko Widodo. Saya sangat senang dan bersyukur sekali,” kata Tjahyani. Kini, foto dirinya bersama Presiden Jokowi tergantung di dinding ruang tamu.
Kendati demikian, pandemi Covid-19 menyerang. Tak pelak, Yannie Handicraft terdampak. Permintaan kerajinan pun menurun karena toko oleh-oleh sepi dari kunjungan wisatawan. Namun, Tjahyani harus tetap lincah. Ia pun mengajukan lagi permohonan pinjaman KUR sebesar Rp 30 juta.
Pinjaman itu kali ini ia gunakan untuk membeli bahan baku kerajinan lain, diawali masker untuk memenuhi permintaan. Ketika pasokan masker semakin banyak di pasar, Tjahyani juga beralih membuat paket oleh-oleh penunjang protokol kesehatan. Tas kecil bertuliskan ”Bunaken” dengan motif kain Manado ia isi dengan masker kain, tisu, dan hand sanitizer.
”Bagaimanapun para perajin terdampak Covid-19. Namun, saya tetap harus mencari cara untuk bertahan,” kata Tjahyani. Ia tak sabar menanti pandemi berakhir agar kilau sisik ikan bisa mempercantik penampilan para peminatnya.
Ada juga UMKM yang mengakses KUR BRI Syariah, seperti Kurniati (42), pemilik usaha tenun songket Sambas dan corak insang di Kampung Tenun, Kelurahan Batu Layang, Kecamatan Pontianak Utara. Ia mengakses KUR BRI Syariah sejak sekitar lima tahun lalu. Ia kini memiliki enam karyawan, selain juga memberdayakan ibu-ibu yang aktif di kampung tenun yang berjumlah 25 perajin. KUR membuatnya bisa mengembangkan usaha tenun. (NDU/JUM/ESA/FLO/AIN/COK/OKA/KOR/DIM/TRA)