Pemerintah akan jadi penengah antara importir, produsen tahu-tempe, dan pasar untuk menjaga harga tahu dan tempe di batas yang wajar. Harga kedelai dunia diperkirakan masih akan naik seiring meningkatnya permintaan.
Oleh
Agnes Theodora/Anita Yossihara
·4 menit baca
Kompas/Wawan H Prabowo
Pedagang tempe-tahu menunggu pelanggan di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Sabtu (8/1/2021). Untuk menyiasati tingginya harga kedelai, pedagang tempe-tahu di kawasan tersebut tidak menaikkan harga jual, tetapi memperkecil ukuran tempe-tahu yang dijual.
JAKARTA, KOMPAS — Harga kedelai dunia diperkirakan terus menguat sampai akhir Mei 2021 seiring dengan permintaan yang meningkat dan pasokan yang ketat dari negara produsen. Pemerintah Indonesia menyatakan akan menjadi penengah antara importir, perajin, dan pasar untuk menjaga agar kenaikan harga tahu dan tempe tetap di batas yang wajar.
Per 8 Januari 2021, harga kedelai ada di level 13,75 dollar AS per gantang (27,2 kg), menguat dibandingkan dengan Januari-Agustus 2020 di kisaran 9 dollar AS per gantang. Di dalam negeri, harga kedelai impor melonjak dari kisaran Rp 6.000-Rp 7.000 per kilogram menjadi Rp 8.500-Rp 9.500 per kg.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Senin (11/1/2021), memastikan, pasokan kacang kedelai untuk kebutuhan dalam negeri selama 2-3 bulan ke depan mencukupi. Namun, kenaikan harga tahu tempe mau tidak mau terjadi. Gangguan cuaca, produksi, dan logistik di negara produsen, seperti Brasil dan Argentina, serta tingginya permintaan kedelai dari China membuat harganya terus menguat.
Lutfi mengatakan, untuk sementara ini, harga keseimbangan tahu dan tempe sudah terbentuk di pasar. Dengan harga kedelai di tingkat importir (landed cost) sekitar Rp 8.500 per kg, harga tahu dan tempe di pasaran naik dari Rp 13.000 per kg jadi Rp 15.000 per kg.
”Ini adalah keniscayaan yang harus kita hadapi. Setiap akhir bulan, pemerintah akan membantu menetapkan estimasi harga yang wajar untuk tahu dan tempe. Kami akan jadi penengah antara importir, produsen tahu tempe, dan pasar,” kata Lutfi dalam konferensi pers Trade Outlook 2021 secara daring di Jakarta.
Akan tetapi, penetapan harga yang wajar oleh pemerintah ini hanya berlaku sementara. Pemerintah hanya akan jadi penengah selama harga kedelai di tingkat importir di atas Rp 8.000 per kg. Ketika harga kembali di bawah Rp 8.000 per kg, pemerintah akan mengembalikan penetapan harga pada mekanisme pasar.
Menurut Lutfi, hal itu ditempuh karena pemerintah sudah tidak mengatur tata niaga impor kedelai sejak 2013. ”Makanya, yang bisa kita lakukan sekarang adalah memastikan suplai cukup dan memastikan semua saling berbagi beban.
Importir memastikan bahan kedelai tetap ada, produsen memastikan barang (tahu tempe) diproduksi, dan pemerintah informasikan ke pasar soal kenaikan harga,” ujarnya.
Butuh penengah
Secara terpisah, Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan, harga tahu dan tempe saat ini berkembang sendiri sesuai dengan mekanisme pasar. Sementara ini, situasi kondusif dengan harga tahu tempe di level Rp 15.000 per kg. Namun, jika harga kedelai terus menguat sampai lima bulan ke depan, para produsen tahu tempe berharap pemerintah bisa menengahi.
”Kalau harga kedelai naik terus, harga tahu tempe pasti juga begitu, dan kasihan masyarakat yang sehari-hari mengonsumsi tahu-tempe. Masalah harga ini memang perlu dibahas dengan pemerintah supaya tidak parsial dan supaya patokan harganya sama dan merata,” kata Aip.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Suasana lengang terlihat di tempat pembuatan tahu di kawasan Duren Tiga, Jakarta, saat terjadi mogok produksi, Sabtu (2/1/2021). Para pelaku usaha kecil menengah yang tergabung dalam Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia DKI Jakarta menghentikan proses produksi dan penjualan tahu tempe pada 1-3 Januari 2021. Hal itu mereka lakukan sebagai bentuk protes atas tingginya harga kedelai impor yang menjadi bahan baku pembuatan tahu dan tempe.
Di sisi lain, ia juga berharap pemerintah dapat menggenjot produksi kedelai lokal. Itu karena Indonesia tidak bisa terus-menerus bergantung pada impor dan fluktuasi harga kedelai global. ”Prinsipnya, bagi kami, yang penting kedelai selalu ada. Selama ini kedelai lokal belum cukup memadai. Makanya, ke depan perlu ditingkatkan pengembangan kedelai lokal secara profesional,” ujarnya.
Kedelai lokal
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo saat meresmikan pembukaan Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta, Senin, mengingatkan, tata kelola sektor pertanian harus segera diperbaiki. Pemenuhan kebutuhan sejumlah bahan pangan yang selama ini masih menjadi persoalan harus segera diselesaikan.
Presiden menyampaikan, persoalan berakar pada harga kedelai lokal yang kalah saing dengan kedelai impor. Petani enggan menanam kedelai karena kurangnya peminat akibat harga yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan kedelai impor.
”Kedelai di Indonesia bisa tumbuh baik, kenapa petani kita enggak mau tanam? Karena, harganya kalah dengan kedelai impor. Kalau petani disuruh jual sama dengan harga kedelai impor, harga pokok produksi enggaknutup,” tuturnya.
Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk mengurangi impor adalah dengan meningkatkan daya saing dan produksi kedelai lokal. Pemerintah akan menyiapkan lahan untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri.
”Lahan kita masih cari, lahan yang cocok untuk kedelai. Tapi, jangan 1-2 hektar atau 10 hektar, cari yang 100.000, 300.000, 500.000, atau 1 juta hektar,” kata Presiden.