Mismanajemen, korupsi, pemborosan, dan penipuan anggaran PC-PEN berisiko terjadi selama krisis. Oleh karena itu, BPK akan melakukan audit komprehensif berbasis risiko.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pemeriksa Keuangan akan melakukan audit komprehensif terhadap anggaran program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Audit dilakukan dengan berbasis risiko meliputi sisi keuangan, kinerja, dan kepatuhan pengelolaan anggaran. Investigasi kemungkinan salah alokasi dana juga tengah dilakukan.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna, Senin (11/1/2021), menuturkan, mismanajemen, korupsi, pemborosan, dan penipuan anggaran berisiko terjadi selama krisis. Terlebih, tidak satu pun pemangku kebijakan dan pengelola anggaran pernah menghadapi kondisi krisis Covid-19.
”Faktanya, saat ini terdapat investigasi yang sedang berlangsung di Indonesia tentang kemungkinan salah alokasi dana bantuan Covid-19 yang cukup besar,” ujarnya dalam telekonferensi pers.
Faktanya, saat ini terdapat investigasi yang sedang berlangsung di Indonesia tentang kemungkinan salah alokasi dana bantuan Covid-19 yang cukup besar.
Pada akhir 2020, mencuat kasus dugaan korupsi bantuan sosial penanganan pandemi Covid-19. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Menteri Sosial Juliari P Batubara bersama empat pelaku yang lain sebagai sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan paket bahan pokok untuk wilayah Jabodetabek senilai Rp 5,9 triliun.
Agung menekankan, transparansi dan akuntabilitas tidak bisa dikesampingkan kendati dalam situasi krisis. Karena itu, BPK akan melakukan audit komprehensif berbasis risiko terhadap keseluruhan anggaran Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN).
Audit berbasis risiko dilakukan untuk memitigasi risiko lebih besar yang mungkin akan terjadi pada masa depan dalam situasi darurat. Audit komprehensif ini mencakup seluruh elemen keuangan negara, baik di tingkat pusat maupun daerah, dari sisi keuangan, kinerja, dan kepatuhannya.
”Masalah dan tantangan strategis diidentifikasi beserta berbagai jenis risiko dan mitigasinya, mulai dari risiko strategis, operasional, integritas, kepatuhan, hingga keuangan,” kata Agung.
BPK sudah melakukan audit komprehensif berbasis risiko ini pada anggaran PC-PEN selama paruh pertama 2020. Adapun audit komprehensif untuk paruh kedua 2020 sedang berlangsung dan mulai dilakukan beberapa pemeriksaan. Laporan hasil audit nasional akan terbit awal 2021.
Berdasarkan catatan BPK, total anggaran penanganan Covid-19 yang telah digelontorkan pemerintah mencapai Rp 1.035 triliun yang bersumber dari APBN Rp 937,42 triliun, APBD Rp 86,36 triliun, sektor moneter Rp 6,5 triliun, BUMN Rp 4,02 triliun, badan usaha milik darah (BUMD) Rp 320 miliar, dan hibah masyarakat Rp 625 miliar.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui, akuntabilitas penggunaan anggaran penanganan Covid-19 menjadi tantangan berat bagi pemerintah. Sejauh ini, kecepatan respons kebijakan memang belum didukung ketepatan penyaluran anggaran yang memadai.
Di satu sisi, krisis Covid-19 memerlukan respons kebijakan yang cepat. Namun, di sisi lain, kecepatan respons kebijakan belum dibarengi ketersediaan data dan ketepatan target sasaran. ”Pemerintah akan menghadapi tantangan akuntabilitas penggunaan anggaran satu tahun dari sekarang,” kata Sri Mulyani.
Dalam penyaluran anggaran program PC-PEN, pemerintah telah membuat landasan hukumnya, yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Pasal 27 regulasi itu dinilai memberikan kekebalan hukum atau imunitas kepada penyelenggara anggaran dalam rangka penanganan Covid-19.
Namun, Sri Mulyani menyebutkan, bilamana penyelenggara anggaran tidak melakukan tugas dengan iktikad baik dan bertentangan peraturan perundang-undangan, ia tetap bisa dikenai sanksi pidana dan gugatan perdata (Kompas, 4 Mei 2020).
Anggota III BPK, Achsanul Qosasi, menambahkan, BPK akan membentuk tim kolaborasi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas belanja negara. Tim kolaborasi ini bertugas melakukan pemeriksaan pada tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan anggaran.
BPK juga melakukan perubahan metodologi pemeriksaan akibat pandemi Covid-19. Keterbatasan ruang gerak di lapangan jangan sampai berimbas ke hasil pemeriksaan yang tidak bermutu. Saat ini BPK sudah memiliki prosedur alternatif untuk mengumpulkan bukti pemeriksaan yang memadai.
”Prosedur alternatif mengharuskan akses jarak jauh dan upaya-upaya yang mengandalkan teknologi,” kata Achsanul.
Kepala Spesialis Tata Kelola dan Ketua Komunitas Sistem Informasi Manajemen Keuangan (FMIS CoP) Bank Dunia Cem Dener menambahkan, digitalisasi seharusnya diadopsi pemerintah untuk meminimalkan risiko tata kelola keuangan. Pengadopsian teknologi juga akan memudahkan pemeriksaan BPK.
Pengadopsian teknologi bermanfaat untuk menyederhanakan sistem dan operasi yang terkait dengan anggaran. Teknologi efektif mengurangi biaya dan meminimalisir risiko penyalahgunaan anggaran. Meski demikian, pengadopsian teknologi tetap harus dibarengi pelibatan masyarakat dalam pengawasan penggunaan keuangan negara.