Kemenhub: Perjalanan Angkutan Ikuti Aturan Satgas Covid-19
Pemerintah berencana mengatur kapasitas dan jam operasional transportasi umum selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat. Pengaturan ini mengacu aturan Satuan Tugas Penanganan Covid-19.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perhubungan dan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 tengah membahas pengaturan kapasitas dan jam operasional transportasi umum saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat. Aturan dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menjadi rujukan pengaturan perjalanan penumpang.
Soal pengaturan kapasitas dan jam operasional transportasi umum saat pembatasan kegiatan masyarakat, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati, Jumat (8/1/2021), mengatakan, hal itu sedang dibahas Kementerian Perhubungan bersama Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19. ”Syarat perjalanan penumpang selama ini merujuk pada aturan Satgas (Satgas Penanganan Covid-19),” ujarnya.
Selama periode Natal 2020 dan Tahun Baru 2021, misalnya, syarat perjalanan penumpang mengacu pada Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 3 Tahun 2020. Surat edaran itu mengatur protokol kesehatan perjalanan orang selama 19 Desember 2020 hingga 8 Januari 2021.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan pembatasan kegiatan masyarakat akan diberlakukan 11-25 Januari 2021 guna mengendalikan pandemi Covid-19. Ada beberapa pembatasan yang diatur kembali.
Selain kapasitas dan jam operasional transportasi umum, pemerintah juga membatasi tempat kerja atau perkantoran. Pola bekerja dari rumah (work from home) diterapkan sebesar 75 persen dengan memberlakukan protokol kesehatan secara lebih ketat.
Menurut Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang, batasan pola bekerja dari rumah sebesar 75 persen akan mengurangi beban transportasi. Jumlah pengguna angkutan umum maupun kendaraan pribadi akan berkurang ketika semakin banyak orang yang bekerja dari rumah.
Deddy berpendapat, jam operasional angkutan umum perkotaan tidak perlu dibatasi. ”Sebab, kalau dibatasi, dikhawatirkan akan menyebabkan antrean panjang,” katanya.
Agar pengaturan pembatasan kegiatan masyarakat efektif dalam mengendalikan Covid-19, Deddy menilai pengecekan hasil tes antigen jangan hanya diterapkan pada penumpang transportasi umum. Pengetatan protokol kesehatan jangan sebatas dilakukan di bandara, stasiun, atau terminal.
Kesehatan pengendara kendaraan pribadi pun semestinya dicek. ”Adanya pengecekan kesehatan pengendara kendaraan pribadi, di jalan atau jalan tol, setidaknya akan mengurangi hasrat masyarakat melakukan perjalanan,” ujar Deddy.
Secara terpisah, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit mengatakan, pihaknya mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah untuk membatasi perjalanan demi menanggulangi penyebaran Covid-19. Apalagi, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sudah menerbitkan peraturan menteri mengenai kompensasi atas dampak Covid-19 bagi badan usaha jalan tol.
”Kami pun sudah memiliki protokol kesehatan, terutama untuk pengelolaan di tempat istirahat dan penanganan di gardu tol,” kata Danang dalam konferensi pers secara virtual, Jumat.
Proses pembersihan atau sanitasi dilakukan secara rutin serta dipantau oleh BPJT maupun Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Batasan kapasitas di area istirahat dijalankan sesuai arahan pemerintah.
”Kalau dibatasi 50 persen, ya, (akan dibatasi) 50 persen. Kalau, misalnya, ternyata nanti dibutuhkan untuk ditekan lagi secara jumlah, kami juga akan membatasi,” kata Danang.
Sejauh ini, belum ada tambahan pengetatan ataupun perubahan prosedur protokol kesehatan. Namun, ada inisiatif dengan menugaskan anak perusahaan Jasa Marga untuk menyusun standardisasi alat-alat, bantuan, ataupun dukungan terhadap penanggulangan Covid-19.
”Termasuk dalam hal ini penyediaan APD (alat pelindung diri) standar. Mereka sedang menyusun standardisasi peralatan-peralatan bantu selama Covid-19,” ujar Danang.