”Pom-pom” Bertebaran, Literasi Masyarakat tentang Pasar Modal Perlu Diperkuat
Meningkatnya animo investasi saham membuka ruang bagi para pemengaruh atau biasa disebut ”pom-pom” untuk berbagi pengalaman berinvestasi mereka. Rendahnya literasi investasi bisa menjadi jebakan bagi investor.
Oleh
ERIKA KURNIA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meningkatnya animo masyarakat untuk berinvestasi saham membuka ruang bagi para pemengaruh atau biasa disebut ”pom-pom” untuk berbagi tentang pengalaman berinvestasi mereka. Rendahnya literasi investasi perlu diantisipasi agar tidak menjadi jebakan bagi calon atau para investor.
Per akhir 2020, jumlah investor di pasar modal Indonesia yang tercatat dalam sistem identifikasi investor tunggal (SID) pada PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencapai 3,87 juta investor, dengan 3,8 juta di antaranya adalah investor ritel. Jumlah ini meningkat signifikan dari hanya 2,48 juta investor pada 2019 dan 433.607 investor pada 2016.
Jumlah investor ritel tetap meningkat meskipun pasar saham tengah lesu seiring lemahnya perekonomian domestik akibat pandemi Covid-19. Seiring dengan adaptasi kebiasaan baru, pasar saham di pengujung 2020 sedikit membaik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari Kamis (7/1/2020) ini ditutup di level 6.153,63. Nilai tersebut sudah jauh di atas level kritis di angka 3.900 pada Maret 2020.
Seiring dengan perbaikan situasi pasar saham, pemengaruh saham di media sosial pun santer bermunculan. Artis Raffi Ahmad dan Ari Lasso, misalnya, pada 5 Januari 2021 membagikan pengalaman mereka di akun Instagram setelah menaruh modal di emiten perusahaan digital.
Melalui video singkat berdurasi 1 menit, keduanya secara persuasif mengajak pengikutnya berinvestasi saham guna memperbaiki kemampuan finansial. Mereka pun merekomendasikan saham emiten yang memberi keuntungan berkali lipat setelah mengalami kenaikan nilai puluhan persen dalam waktu singkat.
Berbagai komentar kekecewaan pun banyak disampaikan pengikut mereka dalam kolom komentar. Banyak yang menduga keduanya mendapat endorsement dari perusahaan karena melakukan ”pom-pom” atau tindakan mengajak orang lain untuk membeli atau menjual suatu saham pada waktu tertentu.
Tidak lama berselang, keduanya pun membuat video klarifikasi untuk menyampaikan maksud di balik pembuatan video tersebut.
”Saya sebenarnya kemarin hanya berbagi saja buat kalian. Tapi memang heboh, karena mungkin main saham, tuh, sekarang lagi in banget. Tapi kembali lagi, kemarin saya cuma cerita pengalaman saja,” kata Raffi melalui akun Instagram @raffinagita1717 dengan hampir 50 juta pengikut.
Langkah klarifikasi itu pun diikuti penyanyi Ari Lasso melalui akun @ari_lasso. ”Sekali lagi saya luruskan, saya tidak merekomendasikan apa pun. Saya tidak menyuruh kalian membeli. Keputusan ada tangan kalian,” ujar Ari, yang telah menjadi investor saham sejak 2009, di akhir pernyataannya.
Selain mereka, figur publik seperti Ustaz Yusuf Mansur yang memang familier di dunia investasi hingga anak Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, dikenal sering merekomendasikan sejumlah emiten pasar modal kepada pengikutnya di media sosial. Kegiatan promosi terang-terangan itu pun tidak sedikit mendongkrak harga saham.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa, Bursa Efek Indonesia, Laksono Widodo, pun menanggapi positif suara para pemengaruh terkait aktivitas mereka dalam berinvestasi di saham. Namun, para pemengaruh diingatkan pada tanggung jawab moral terhadap para pengikutnya.
”Kami juga mengingatkan potensi tuntutan hukum dari para follower apabila ada yang merasa dikecewakan,” ujar Laksono (Kompas.com, 5/1/2020).
Senada, analis pasar dan Kepala Riset PT Koneksi Kapital, Alfred Nainggolan, mengatakan, tidak ada aturan hukum yang bisa menyalahi pemengaruh yang merekomendasikan masyarakat untuk membeli saham tertentu.
Namun, rekomendasi yang memengaruhi orang untuk membeli saham tertentu bisa memengaruhi harga saham suatu emiten. Pasalnya, harga saham sensitif terhadap jumlah permintaan dan penawaran. Ketika permintaan naik, harga bisa mendadak naik dan sebaliknya.
”Dari sisi yang meng-endorse, harus paham ada tanggung jawab moral. Bisa ada misleading kalau apa yang mereka rekomendasikan tidak sesuai dengan ekspektasi,” katanya kepada Kompas.
Di sisi lain, regulator pun diharapkan memperluas edukasi dan literasi agar calon atau investor paham sehingga lebih bijak dalam mengambil keputusan. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, literasi pasar modal masyarakat Indonesia hanya 4 persen, jauh lebih rendah dari indeks literasi keuangan yang mencapai sekitar 38 persen.
Model edukasi sederhana seperti pemahaman apa itu saham, bagaimana risiko, dan produknya dinilai perlu digencarkan, terutama pada investor muda yang kini mendominasi jumlah investor pasar modal.
”Ini jadi momentum karena selama 2020, bursa telah dihidupkan kembali oleh investor ritel yang per hari bisa mencatatkan transaksi Rp 15 triliun-Rp 20 triliun. Padahal, sebelumnya hanya Rp 9 triliun dan sempat turun Rp 7 triliun-Rp 8 triliun setelah kasus Jiwasraya. Jadi, jangan sampai euforia ritel ini meninggalkan catatan negatif kekecewaan bagi investor,” ujarnya.
Rekomendasi perorangan yang dianggap ahli diakui masih menjadi penentu keputusan investor saham. Hal ini diakui investor yang menggunakan instrumen saham untuk mengambil keuntungan jangka pendek lewat aktivitas jual beli (trading).
Erik Derry (28), yang menjadi investor saham dua tahun terakhir, misalnya, mengaku kerap mengikuti ulasan emiten saham dari pemengaruh yang juga investor muda di media sosial. Namun, ia mengaku tidak asal memilih pemengaruh untuk dijadikan panutan.
”Aku sering belajar dari media sosial yang memang menyediakan edukasi, seperti Ellenmay, Rivan Kurniawan, atau komunitas yang untuk edukasi,” katanya.
Adityawan (29), yang baru menjadi investor saham Desember lalu, juga mengaku sangat hati-hati memilih emiten saham. Sejauh ini, ia banyak belajar dari teman dan grup yang tepercaya. ”Ketika ada pemengaruh yang rekomendasikan suatu saham, saya biasanya konfirmasi lagi ke teman atau grup,” katanya.
Debby Julianty (25) yang juga baru mulai berinvestasi di saham beberapa bulan terakhir juga mengaku lebih tenang berkonsultasi langsung dengan orang yang lebih mahir dan lebih dikenal daripada informasi di media sosial.
”Kebetulan saya investasi saham untuk jangka panjang. Jadi menghindari banget saran-saran jebakan yang mungkin hanya dipertimbangkan pakai analisis teknikal daripada fundamentalnya,” ujar pekerja swasta tersebut.