Pengetatan PSBB Picu ”Panic Selling” di Pasar Modal
Kebijakan PSBB ketat merupakan sentimen negatif utama bagi pasar. Dengan kembali berlakunya kebijakan ini, aksi ”panic selling” kembali terjadi di kalangan investor.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku pasar modal merespons negatif kebijakan pengetatan pembatasan aktivitas yang ditetapkan pemerintah untuk menahan laju penyebaran pandemi Covid-19. Kebijakan ini muncul karena peningkatan kasus Covid-19 terjadi secara signifikan. Namun, keputusan ini malah memicu para investor ritel melepaskan saham.
Kepanikan dalam penjualan saham tecermin dari posisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan, Rabu (6/1/2021). IHSG ditutup melemah 71,66 poin atau 1,17 persen ke level 6.065,68. Pelemahan juga terjadi pada kelompok 45 saham unggulan dalam indeks LQ45 sebesar 15,71 poin atau 1,63 persen ke level 945,68.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, penutupan IHSG diiringi aksi jual saham oleh investor asing. Jumlah jual bersih saham oleh investor asing ini sebesar Rp 669,11 miliar.
Analis Bina Artha Sekuritas, Nafan Aji Gusta, mengatakan, isu pembatasan sosial merupakan isu yang paling ditakuti oleh mayoritas pelaku pasar. Secara umum, mereka mengkhawatirkan pembatasan mobilitas fisik yang akan membatasi ruang aktivitas perekonomian.
”Kebijakan PSBB ketat merupakan sentimen negatif utama bagi pasar. Dengan kembali berlakunya kebijakan ini, aksi panic selling kembali terjadi di kalangan investor,” kata Nafan saat dihubungi, Rabu.
Kebijakan PSBB ketat merupakan sentimen negatif utama bagi pasar. Dengan kembali berlakunya kebijakan ini, aksi panic selling kembali terjadi di kalangan investor.
Pada Rabu siang, pemerintah melalui Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan akan membatasi kegiatan masyarakat dengan merujuk pada aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk menekan penularan Covid-19 di seluruh provinsi di Pulau Jawa dan Provinsi Bali. PSBB di Jawa-Bali ini berlaku mulai 11 Januari sampai 25 Januari 2021.
Keputusan tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Pembatasan kegiatan itu, antara lain, meliputi kapasitas tempat kerja atau perkantoran 25 persen, melaksanakan belajar-mengajar secara daring, operasional restoran tutup pukul 19.00 dengan maksimal kapasitas 25 persen, serta kegiatan di tempat ibadah maksimal 50 persen.
Sebelum pengumuman tersebut, IHSG sempat menguat. Pada satu jam pertama perdagangan, IHSG menguat, kemudian bergerak ke teritori negatif setelah pemerintah mengumumkan adanya pembatasan sosial. Setelah bocornya informasi tersebut, IHSG terus bergerak melemah hingga sempat berada di level terendah 5.990,09.
Secara sektoral, seluruh sektor terkoreksi, dengan sektor infrastruktur paling dalam, yaitu minus 2,09 persen. Hal itu diikuti sektor keuangan dan sektor konsumer masing-masing minus 1,31 persen dan minus 1,29 persen.
Sementara frekuensi perdagangan saham tercatat sebanyak 1.533.934 kali transaksi dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 23,24 miliar lembar saham senilai Rp 19,6 triliun. Sebanyak 173 saham naik, 319 saham menurun, dan 144 saham tidak bergerak nilainya.
Direktur Utama PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee menilai, saham-saham dari emiten pengelola mal dan pusat perbelanjaan akan terdampak kebijakan ini. Meski begitu, jika berkaca ke belakang, penerapan PSBB tidak sampai membuat pengelola pusat perbelanjaan merugi.
”Apa yang terjadi hari ini hanya panic selling. Sentimen ini sifatnya jangka pendek sehingga IHSG tidak akan akan turun banyak karena pelaksanaan PSBB tidak seketat itu,” kata Hans.
Apa yang terjadi hari ini hanya panic selling. Sentimen ini sifatnya jangka pendek sehingga IHSG tidak akan akan turun banyak karena pelaksanaan PSBB tidak seketat itu.
Sementara itu, berdasarkan kurs nilai tukar Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah pada hari Rabu menguat 19 poin dari hari sebelumnya ke level Rp 13.926 per dollar AS. Penguatan juga terjadi di penutupan pasar spot di mana rupiah menguat tipis 0,07 persen dibandingkan dengan posisi hari sebelumnya ke level Rp 13.890 per dollar AS.
”Penguatan rupiah ini ditopang oleh membaiknya data ekonomi, baik nasional maupun global,” kata Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi.
Dalam Laporan Edisi Januari 2020 bertajuk ”Global Economic Prospects”, Bank Dunia memprediksi ekonomi Indonesia tumbuh 4,4 persen pada 2021. Prediksi membaiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia itu didasarkan pada distribusi dan peluncuran vaksin yang efektif sejak triwulan I-2021.