PT Bukit Asam Tbk, selaku BUMN tambang batubara, diharapkan menjadi pionir hilirisasi batubara agar komoditas tersebut tak hanya digali dan dijual. Pemberian insentif royalti nol persen sedang dikaji.
Oleh
ARIS PRASETYO
·4 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Aktivitas penambangan batubara di area PT Tunas Inti Abadi di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Rabu (26/9/2018). Di area tambang di wilayah Tanah Bumbu ini terdapat sumber daya batubara sebanyak 106 juta ton dan cadangan sekitar 52 juta ton dengan kandungan kalori 5.400-5.600 kcal per kg.
JAKARTA, KOMPAS — PT Bukit Asam Tbk memperluas hilirisasi atau peningkatan nilai tambah batubara menjadi karbon aktif. Sebelumnya, perusahaan tersebut telah mencanangkan proyek gasifikasi batubara menjadi dimetil eter atau DME sebagai pengganti elpiji. Pemerintah masih mengkaji proyek hilirisasi yang bakal mendapat insentif royalti nol persen.
Karbon aktif adalah batubara yang sudah diolah sedemikian rupa sehingga menjadi material yang berpori untuk menyerap zat lain di sekitarnya. Karbon aktif dapat dimanfaatkan untuk proses penjernihan air, pemurnian gas dan udara, penghilang warna, hingga pemanfaatan untuk dunia farmasi sebagai penetral limbah obat-obatan. Selain menjadi karbon aktif, batubara juga bisa diolah menjadi DME dan metanol.
Bukit Asam sudah menandatangani pokok-pokok perjanjian dengan Activated Carbon Technologies PTY Ltd beberapa waktu lalu. Dalam perjanjian tersebut, perusahaan asal Australia itu akan bertindak sebagai pembeli (off taker) produk karbon aktif yang diproduksi Bukit Asam. Perencanaan pra-proyek (front end engineering design/FEED) dijadwalkan dimulai tahun ini.
Sekretaris Perusahaan Bukit Asam Apollonius Andwie, Rabu (6/1/2021), mengatakan, proyek hilirisasi batubara menjadi karbon aktif adalah bagian dari rencana perusahaan melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 yang merupakan hasil perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Beberapa proyek hilirisasi yang digarap Bukit Asam adalah batubara diolah menjadi DME, briket, dan pembangunan pembangkit listrik di mulut tambang.
”Besaran investasi hilirisasi batubara menjadi karbon aktif belum bisa disebutkan. Adapun pemberian insentif dari pemerintah berupa royalti nol persen itu akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi penerimaan negara dalam jangka panjang,” kata Apollonius saat dihubungi di Jakarta.
Rencana produksi karbon aktif oleh Bukit Asam adalah sebanyak 12.000 ton per tahun dengan kebutuhan batubara sebanyak 60.000 ton per tahun. Diharapkan pada 2023 sudah terealisasi pengapalan perdana karbon aktif ke Australia. Lokasi pabrik untuk pengolahan batubara menjadi karbon aktif direncanakan ada di Kawasan Industri Tanjung Enim.
Rencana produksi karbon aktif oleh Bukit Asam adalah sebanyak 12.000 ton per tahun dengan kebutuhan batubara sebanyak 60.000 ton per tahun.
Sementara itu, CEO Activated Carbon Technologies PTY Ltd Peter Culuum, dalam siaran pers, menyatakan, kerja sama dengan Bukit Asam akan memberikan dampak positif bagi kedua pihak. Faktor penyebabnya adalah permintaan karbon aktif terus tumbuh dan sehingga ada peluang untuk memperluas pemasaran karbon aktif.
”Kami melihat ada kesempatan yang sangat baik dan kesuksesan yang lebih besar dari kerja sama ini,” ucap Peter.
Adapun tentang kebijakan insentif, menurut Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sujatmiko, pemerintah masih mengkaji proyek hilirisasi batubara yang berhak diberikan insentif. Insentif tersebut, antara lain, berupa penetapan royalti nol persen bagi perusahaan batubara yang melaksanakan hilirisasi di dalam negeri.
”Kami masih terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk mengkaji jenis-jenis proyek apa saja yang berhak mendapat insentif berupa royalti nol persen,” ujar Sujatmiko.
Kebijakan royalti nol persen tersebut diberikan lantaran ongkos investasi hilirisasi batubara di Indonesia terbilang mahal.
Potret kapal tongkang dan tumpukan batubara di Dermaga Muarajati, Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat, Senin (9/11/2019). Sekitar 80 persen kapal yang bersandar di pelabuhan tersebut mengangkut batubara.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan bahwa pemerintah akan memberikan insentif royalti nol persen bagi perusahaan batubara yang berinvestasi di sektor hilirisasi batubara. Hilirisasi tersebut berupa gasifikasi batubara menjadi DME atau pengolahan batubara menjadi metanol. Produk DME bisa digunakan menggantikan fungsi elpiji.
”Royalti hanya diberikan untuk volume batubara yang digunakan dalam proyek hilirisasi. Di luar itu, tetap dikenai royalti sesuai ketentuan,” ujar Arifin.
Arifin menambahkan bahwa kebijakan royalti nol persen tersebut diberikan lantaran ongkos investasi hilirisasi batubara di Indonesia terbilang mahal. Untuk menghasilkan DME sebanyak 1,5 juta ton per tahun, perusahaan membutuhkan investasi sebesar hampir 2 miliar dollar AS atau setara Rp 28,2 triliun. Selain itu, hanya hilirisasi batubara yang merupakan proyek strategis nasional atau menghasilkan produk strategis yang berhak memperoleh royalti nol persen.
Hilirisasi batubara menjadi DME oleh Bukit Asam dijadwalkan bisa berproduksi secara komersial pada 2025. Bukit Asam menggandeng PT Pertamina (Persero) dan Air Products, perusahaan Amerika Serikat selaku pemilik teknologi gasifikasi. Lokasi pabrik ada di di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, dengan kebutuhan batubara sebanyak 6 juta ton per tahun untuk menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun.
SUMBER: KEMENTERIAN ESDM
Proyek hilirisasi batubara yang sudah berjalan di Indonesia.