Bank bukan lagi suatu tempat untuk dituju, melainkan aktivitas yang dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
Memanfaatkan layanan bank seharusnya tidak lagi merepotkan nasabah karena harus datang ke kantor bank dan mengantre berjam-jam. Inilah semangat perusahaan-perusahaan teknologi finansial atau tekfin yang berfokus pada layanan keuangan secara digital.
Dalam buku Bank 4.0: Banking Everywhere, Never at a Bank (2019) yang dikutip pada Rabu (6/1/2021) dijelaskan, ketika berbicara tentang bank, kini bukan lagi tentang bangunan fisik, melainkan ponsel pintar, data, dan kecerdasan buatan. Bank 4.0 memungkinkan pengguna mengakses layanan perbankan di mana pun dan kapan pun.
Brett King, penulis buku ini yang juga pendiri Moven, menuliskan, Bank 4.0 terdiri dari berbagai perusahaan rintisan di bidang tekfin. Perusahaan tekfin membuat layanan keuangan bertransformasi ke digital dengan lebih cepat dan efisien dibandingkan bank-bank konvensional.
Keberadaan perusahaan tekfin pun disambut baik masyarakat global. Survei Ernst and Young pada 2017 menunjukkan, dari 22.000 responden, 43,4 persen menyatakan memilih menggunakan layanan tekfin karena kemudahan akses yang diberikan.
Kondisi ini tecermin pada 2015 saat transaksi pengguna Visa mencapai puncak dengan 9.000 transaksi per detik, pengguna Ant Financial (Alipay) mampu mencapai 87.000 transaksi per detik. Dalam waktu 10 tahun, nilai Ant Financial dikatakan akan mencapai 500 miliar dollar AS, bahkan pada 2030 mendekati hingga 1 triliun dollar AS dalam kapitalisasi pasar, 4 kali lebih besar dari bank terbesar di dunia, yaitu Industrial and Commercial Bank of China.
Ant Financial dan Tencent (WeChat atau WePay) bahkan mengklaim lebih dari 92 persen masyarakat China menggunakan kedua sistem pembayaran digital ini. Ant Financial dan Tencent bukan bank, melainkan perusahaan tekfin yang berfokus pada layanan keuangan.
Pemikiran Jack Ma, pendiri Alibaba dan Ant Financial, misi dari perusahaan tekfin adalah teknologi untuk mengembangkan masyarakat dan ekonomi. Kemudahan bagi pengguna dilakukan dengan strategi 3, 1, 0, yakni 3 menit untuk mendaftarkan pinjaman, 1 detik untuk mentransfer dana kepada peminjam, dan 0 intervensi manual dalam keseluruhan proses.
Ant Financial meyakini, dalam waktu dekat orang-orang dapat berpergian tanpa ponsel pintar, uang tunai, bahkan kartu identitas. Orang-orang dapat pergi ke mana pun dan cukup menggunakan wajah untuk sistem pengenalan.
Sama halnya dengan kondisi di Indonesia. Perusahaan tekfin, khususnya yang bergerak dalam bidang pinjaman (peer to peer lending), kian berkembang.
Otoritas Jasa Keuangan mencatat, hingga Oktober 2020, ada 119 perusahaan tekfin yang terdaftar dan 36 perusahaan tekfin yang berizin. Penyaluran pinjaman baru secara nasional sebesar Rp 56,16 triliun, naik 23,88 persen dibandingkan dengan Oktober 2019.
Dalam periode yang sama, bank-bank konvensional menyalurkan kredit Rp 5.480 triliun. Meski jauh lebih besar dibandingkan kredit tekfin, kredit bank tumbuh negatif dari sebelumnya yang mencapai Rp 5.506 triliun pada Oktober 2019.
Kolaborasi
Pengamat perbankan Paul Sutaryono menilai, agar bank dapat bertahan dari serbuan tekfin, bank perlu melakukan adaptasi bisnis. Upaya ini untuk menjaga kinerja perbankan agar tidak tergerus dengan maraknya tekfin.
”Bagaimana caranya? Bank wajib menggali semua layanan keuangan (financial services) berbasis teknologi dan protokol kesehatan. Hal itu juga untuk menanggapi perubahan perilaku nasabah (customer behavior) yang cenderung lebih memilih layanan berbasis teknologi,” kata Paul.
Meski transformasi menuntut perubahan yang cepat, kata Paul, semua proses harus tetap memperhatikan manajemen risiko. Perlindungan bagi nasabah ataupun pengguna layanan keuangan harus menjadi prioritas.
Sebelumnya, Direktur MoPinjam Andy Pribadi menyampaikan, peminjaman melalui perusahaan tekfin dapat memberikan layanan yang lebih baik dan cepat sebagai solusi keuangan. Bagi negara, tekfin juga mempercepat perputaran uang dan meningkatkan inklusi keuangan.
Menurut dia, peminjaman modal melalui tekfin lebih memudahkan bagi peminjam dibandingkan dengan ke bank. Salah satunya tidak mensyaratkan adanya agunan atau jaminan.
”Meski begitu, peminjam yang tidak disiplin dalam mengembalikan kewajiban pinjamannya akan memiliki rekam jejak yang buruk. Pengalaman gagal bayar ini pun akan menjadi basis data yang diketahui semua tekfin, bahkan bank sehingga peminjam akan kesulitan di masa mendatang,” ujar Andy.
Pemikiran ini sejalan dengan tulisan King dalam Bank 4.0: Banking Everywhere, Never at a Bank (2019). Beberapa tahun lalu, hubungan bank dengan tekfin terlihat sebagai sebuah kompetisi tetapi saat ini lebih mengarah pada kolaborasi.
Bermitra dengan tekfin akan membantu bank dalam mengembangkan kemampuan layanan digital keuangan.
”Terlepas dari semua itu, apa pun strategi yang dibangun, fleksibilitas dan berpikir kreatif menjadi dasar untuk mengembangkan layanan keuangan. Waktunya adalah sekarang untuk berkolaborasi dan bermitra di antara kedua dunia untuk mendapat keuntungan yang sudah pasti lebih besar daripada risiko,” tulis King.