Awal 2021, Empat Pekerja Migran Ilegal asal NTT Meninggal di Luar Negeri
Empat pekerja migran ilegal asal Nusa Tenggara Timur meninggal di luar negeri dalam lima hari terakhir karena sakit dan kecelakaan lalu lintas. Keberangkatan beberapa pekerja ke luar negeri menempuh cara ilegal.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Empat pekerja migran ilegal asal Nusa Tenggara Timur meninggal di luar negeri dalam lima hari terakhir atau awal 2021 ini karena sakit dan kecelakaan lalu lintas. Selama 2020 sebanyak 87 pekerja migran meninggal di luar negeri, 10 di antaranya berangkat secara legal, tetapi masa tinggal di luar negeri lewat waktu sehingga masuk status ilegal.
Kepala Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Perlindungan Pekerja Migran (BP2M) Nusa Tenggara Timur Timotius Kopong Subhan di Kupang, Rabu (6/1/2021) mengatakan, selama pemda belum menyediakan lapangan kerja, mencari pekerjaan di luar negeri secara ilegal tidak bisa dikendalikan meski mereka banyak mengalami masalah di luar negeri, seperti penganiayaan, kematian, dan pemulangan ke daerah asal karena tidak memiliki dokumen keimigrasian
Ini semua permasalahan yang menyebabkan data korban P2M yang meninggal di luar negeri berkurang. Sebenarnya, jumlah korban tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya. (Subhan)
Menurut Subhan, 2-6 Januari 2021 dilaporkan empat pekerja migran ilegal asal NTT meninggal di Malaysia. Korban pertama, 2 Januari 2021, dari Kecamatan Inerie, Kabupaten Ngada, atas nama Agus Bange usia 45 tahun karena sakit paru-paru. Korban kedua meninggal 4 Januari 2021, yakni Simon Eban Saku, dari Desa Helan Lamawuyo, Kecamatan Ile Boleng, Flores Timur, karena menderita hernia.
Jenazah Agus Bange telah tiba di kampung asal di Inerie. Sementara jenazah Simon Eban Saku sesuai rencana tiba di Bandara El Tari, Kupang, Kamis (7/1/2021). Setelah tiba di Kupang, jenazah akan disemayamkan di Ruang Pamulasaran Jenazah RSUD Yohannes Kupang sebelum diberangkatkan ke Adonara, Flores Timur.
Mariana Sophia (43) dari Ende meninggal karena kecelakaan lalu lintas, Selasa (5/1/2021). Jenazah Mariana Sophia masih di Johor Bahru, Malaysia, sesuai rencana akan tiba di Bandara El Tari, Kupang, Jumat (8/1/2021).
Marthen Talan (56) asal Soe, Timor Tengah Selatan, meninggal, Rabu (6/1/2021) karena digigit buaya saat memancing di air payau di Lahad Datu, Malaysia Timur. Jenazah korban akan tiba di Kupang, Sabtu (9/1/2021).
Mencari kerja
Ia mengatakan, keempat korban ini berangkat ke Malaysia secara ilegal semata -mata mencari pekerjaan untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Alasan utama semua pekerja migran ke luar negeri karena kemiskinan dalam keluarga. Biasanya mereka itu dipengaruhi para calo atau teman-teman yang sudah pernah ke Malaysia.
Simon Eban Saku adalah korban paling lama, yakni 17 tahun, menetap di Lahad Datu, Malaysia, sebagai pekerja sawit. Korban setiap tahun pulang kampung bertemu istri dan anak-anak, membangun rumah, dan hasil pekerjaan korban dimanfaatkan untuk membiayai pendidikan anak-anak.
Sementara jumlah pekerja migran meninggal dunia sepanjang 2021 sebanyak 87 orang, 10 diantaranya pekerja legal, tetapi masa tinggal di luar negeri sudah lewat waktu sehingga dianggap pekerja ilegal.
Jumlah 87 orang ini jauh lebih sedikit dibanding tahun 2019, sebanyak 157 orang, dan tahun 2018 sebanyak 273 orang. Penurunan kasus kematian ini akibat Covid-19 sehingga banyak pekerja migran lebih banyak berada di satu tempat, tidak bepergian ke mana-mana. Jika yang meninggal akibat Covid-19, dimakamkan secara diam-diam.
Banyak pekerja migran ilegal kesulitan biaya rumah sakit sehingga jenazah tidak sempat dikembalikan ke keluarga. Ada pula korban sengaja mengganti nama, anggota keluarga kesulitan biaya pemulangan jenazah, atau korban sendiri tidak punya biaya. Terkadang rekan-rekan korban mengumpulkan uang untuk membiayai kepulangan jenazah ke NTT.
Biaya pemulangan satu jenazah pekerja migran ilegal dari Malaysia senilai Rp 30 juta, itu sampai di kampung asal. Tetapi, terkadang karena anggaran terbatas, jenazah itu hanya sampai di Bandara El Tari, Kupang, kemudian dilanjutkan UPT P2M NTT ke kampung asal dengan biaya P2M.
”Ini semua permasalahan yang menyebabkan data korban P2M yang meninggal di luar negeri berkurang. Sebenarnya, jumlah korban tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya,” kata Subhan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT Selvia Pekujawang mengatakan, ketika moratorium diterapkan awal 2019, sekitar 966 calon pekerja migran ilegal yang hendak ke luar negeri atau ke provinsi lain dapat ditahan tim penanggulangan pekerja migran ilegal di Bandara El Tari, Kupang.
Kematian pekerja migran ilegal ini tidak ada kaitan langsung dengan moratorium pekerja migran itu, tetapi setidaknya mengurangi jumlah pekerja migran di luar negeri.