Warga yang belum terdaftar sebagai penerima Bantuan Sosial Tunai masih berharap bisa mengakses bantuan ini. Akan tetapi, pemerintah meminta mereka mengakses bantuan dari sumber lain.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga yang tidak menerima bantuan sosial tunai atau BST masih berharap bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah. Berhubung kuota penerima BST sudah penuh, Kementerian Sosial atau Kemensos menyarankan warga yang tak mendapatkan BST tahun ini mengakses bantuan tunai dari kementerian lain atau pemerintah daerah.
Penerima BST adalah warga terdampak pandemi Covid-19 yang tidak termasuk dalam penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Sembako. Penerima BST mendapat Rp 300.000 per bulan selama empat bulan. Pencairannya melalui PT Pos Indonesia. Pada tahun 2021, pemerintah menarget 10 juta penerima manfaat dengan total anggaran Rp 12 triliun.
Warga RT 009 RW 008 Joglo, Jakarta Barat, Ruminah Binti Barmawi (58), kecewa setelah mengecek namanya di dtks.kemensos.go.id. Situs itu menyebutkan dirinya tidak menerima BST. Padahal, dia bukan penerima PKH ataupun Program Sembako. Tahun lalu, dia hanya mendapatkan paket sembako bantuan presiden.
Ditemui di rumahnya, Selasa (5/1/2021) siang, Ruminah berharap masih bisa mendapatkan BST. Sebab, dia harus mengongkosi tiga cucunya. Ketiganya tinggal bersama Ruminah. ”Cucu saya ini sama saya karena enggak mungkin tinggal sama ibunya karena ibunya kan menikah lagi. Dia punya ayah tiri, jadi agak tidak enakan,” katanya.
Setiap hari, cucunya yang duduk di bangku SMP menghabiskan Rp 20.000 untuk jajan. Dua cucu lainnya yang masih SD masing-masing mendapatkan uang jajan Rp 10.000. ”Ibunya kadang ngasih duit. Pas berkunjung biasanya ngasih Rp 200.000 buat jajan anaknya. Tetapi ya kadang-kadang enggak cukup,” tambahnya.
Ruminah tinggal di lahan yang disewa Rp 600.000 per bulan. Lokasinya dekat lapak pemulung. Di tanah itu, dia membuat bangunan semipermanan dan membuka warung. Jika pembeli sedang ramai, dia bisa memiliki omzet Rp 300.000 per hari.
Warga Joglo lainnya, Royani Siregar (50), juga tak mendapatkan BST. Dia menduga Kemensos tidak detail dalam mendata warga. Dia merasa sudah sepatutnya mendapatkan BST. Sebab, suaminya sudah sakit-sakitan dan tak bisa lagi mencari uang.
Pada saat bersamaan, ibu lima anak ini memiliki tiga anak yang masih sekolah. Anak nomor empat baru masuk Institut Pertanian Bogor. Anak nomor tiga sedang menjalani studi di Universitas Budi Luhur, Jakarta. Sementara anak ketiganya sedang duduk di bangku SMA.
Beruntung, biaya sekolah anak Royani sedikit terbantu dengan program Kartu Jakarta Pintar dari Pemerintah DKI Jakarta. Anaknya yang SMA mendapat Rp 420.000 per bulan. Sementara anaknya yang baru masuk Institut Pertanian Bogor mendapatkan Rp 18 juta setahun untuk biaya kuliah.
”Kalau KJP memang dapat. Tetapi yang dari Kemensos ini kenapa aku enggak masuk. Suamiku enggak bisa kerja lagi. Ini merem saja kerja pemerintah ini,” katanya.
Pas jadwal angsuran tiba, maunya minta lewat (tunda) dulu. Lewat terus! Pusing aku.
Royani saat ini bekerja sebagai penyedia kredit untuk barang-barang keluarga, seperti kasur, lemari, dan kulkas, untuk para tetangga. Di masa pandemi Covid-19, banyak nasabahnya yang menunggak kredit. ”Pas jadwal angsuran tiba, maunya minta lewat (tunda) dulu. Lewat terus! Pusing aku,” katanya.
Beberapa pos
Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin (PFM) Kemensos Asep Sasa Purnama menjelaskan, pihaknya ditugaskan menyalurkan BST ke 10 juta penerima manfaat pada tahun 2021. Saat ini, bantuan itu sudah mulai diberikan.
”Sumber anggaran bantuan tunai ada beberapa. Bagi yang tinggal di desa, bisa diusulkan kepada pemerintah desa untuk menerima BLT Dana Desa. Kemudian yang tinggal di DKI Jakarta, juga ada anggarannya dari APBD. Indeksnya juga sama,” jelasnya.
Bambang, pengolah data di Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemensos, menambahkan, data jumlah penerima BST 10 juta orang itu sudah
by name by address. Pembaruan data mungkin dilakukan apabila ada permintaan dari pemerintah kabupaten atau kota.
”Teknisnya, nanti kami buka data dari setiap kabupaten/kota. Nanti kabupaten/kota menyampaikan secara berjenjang ke struktur pemerintah di bawah mereka jika ada perbaikan data. Jika kuota di kabupaten/kota itu masih tersedia, kami masih bisa memasukkan data penerima BST baru lagi. Tetapi, ini sepenuhnya wewenang dari dinas sosial dari kabupaten/kota masing-masing. Namun, untuk penambahan kuota penerima BST secara keseluruhan, itu wewenangnya Pak Dirjen (Asep Sasa Purnama),” ujarnya.
Dia melanjutkan, dalam memverifikasi data penerima BST, Kemensos menerima data calon penerima dari kabupaten/kota. Lalu, Kemensos memastikan calon penerima itu bukan penerima PKH atau Program Sembako. ”Kalau sudah menerima PKH atau Program Sembako itu otomatis tidak lulus. Acuan kami itu,” katanya.