Jeli dan Inovatif, Modal bagi UMKM Berkembang pada 2021
Tahun 2021 bukanlah tahun yang mudah bagi UMKM. Meski sejumlah tantangan masih akan dihadapi tetapi dengan konsistensi dan kerja keras, pelaku UMKM dinilai dapat bertahan, bahkan berkembang, di tengah pandemi Covid-19.
Memasuki tahun 2021, pandemi Covid-19 masih membayangi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Meski demikian, pelaku usaha tetap optimistis menyambut Tahun Baru yang diyakini akan membuka peluang baru.
Sebagai tulang punggung perekonomian negara, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mampu berkontribusi pada perekonomian nasional hingga 65 persen dari total pendapatan domestik bruto (PDB) pada 2019. Bahkan, kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai 97 persen.
Yani Mardiyanto (53), pelaku usaha kecil yang bergelut di bidang kain lukis dengan nama Nasrafa, belum lama ini menerima penghargaan Siddhakarya. Penghargaan yang diserahkan langsung oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo pada 6 Oktober 2020 menjadikan Nasrafa sebagai usaha kecil dan menengah (UKM) terbaik se-Jawa Tengah.
Penghargaan Siddhakarya diberikan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Binalattas). Apresiasi ini merupakan upaya pemerintah meningkatkan kualitas industri UKM.
Nasrafa kemudian akan mewakili Provinsi Jawa Tengah dalam seleksi calon penerima penghargaan tingkat nasional Paramakarya 2021 yang akan diserahkan Presiden. Wujud apresiasi ini, kata Yani, merupakan cerminan dari konsistensi usaha yang dilakukan selama sembilan tahun terakhir.
”Dalam menjalankan usaha, kami membawa konsep terintegrasi. Mulai dari menjaga kualitas produk, kemasan, legalitas, pemasaran, pembukuan yang rapi dan benar, serta yang terpenting adalah kerja tim,” kata Yani saat dihubungi pada Selasa (5/1/2021).
Diversifikasi produk juga dilakukan, dari yang awalnya membuat lukisan pada media kain sekarang ditambah media tas goni kulit lukis dan caping. Kreativitasnya mendapatkan sambutan baik dari konsumen dengan permintaan mencapai 100 tas goni kulit lukis per bulan.
Berkembangnya Nasrafa di tengah pandemi, kata Yani, dapat dilakukan karena terus konsisten dalam bekerja. Ia pun berpesan kepada pelaku UMKM lainnya agar lebih aktif dalam berkomunikasi dengan pemerintah, baik daerah maupun pusat, sehingga mengetahui berbagai fasilitas yang disediakan.
”Jangan menunggu, kita harus memiliki inisiatif. Saya tahu semua ini berat tetapi inovasi, improvisasi, dan berbagai ide harus terus digali agar kerja keras kita membuahkan hasil yang manis,” katanya.
Baca juga: Pelaku Industri Dukung Penggunaan Produk Lokal
Begitu pun dengan Hanny Annisa (47), pelaku UMKM di sektor kelautan dan perikanan dengan nama usaha Yamois Indo Prima di Malang, Jawa Timur. Menurut dia, walaupun sempat tutup selama satu bulan akibat pandemi, sektor perikanan memiliki peluang luas.
”Produk olahan yang kami produksi memang penjualannya belum kembali pulih seperti sebelum Covid-19. Untuk sementara, kami melihat ada peluang untuk menjual ikan segar jadi kami hunting lagi ke pantai untuk mencari ikan segar dengan harga terjangkau untuk dijual,” ujarnya.
Kondisi pandemi, kata Hanny, sesungguhnya tidak memukul semua sektor dan peluang tetap ada asalkan jeli dalam melihatnya. Pada 2021, Yamois juga akan berfokus melengkapi berbagai izin usaha untuk menarik minat dan kepercayaan pelanggan.
Saat ini, Yamois sedang dalam proses mengurus sertifikat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan sertifikat kelayakan pengolahan (SKP) perikanan. Selain itu, memperpanjang sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia.
”Alhamdulillah semua difasilitasi dinas provinsi setempat. Menurut kami, pandemi yang berdampak global harus dihadapi dengan meningkatkan kemampuan, potensi, dan tetap semangat karena tidak semua sektor terdampak dan tetap ada peluang,” kata Hanny.
Tantangan
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai masih akan ada sejumlah tantangan yang akan dihadapi pelaku UMKM di tahun 2021. Mulai dari terbatasnya pasar, pembiayaan dari bank, hingga belum adanya skenario tambahan program bantuan dari pemerintah.
”UMKM yang bersifat musiman sejauh ini tidak punya skenario tambahan program dari pemerintah, ini yang masih kurang pas. Pasar belum terbentuk dan modal sudah habis untuk membiayai kebutuhan harian,” kata Tauhid.
Untuk itu, melalui data yang dikumpulkan dari program Bantuan Presiden (Banpres) Produktif, harus ada akselerasi untuk menilai kebutuhan apa yang diperlukan para pelaku usaha, khususnya yang mikro. Dengan begitu, pemerintah dapat mengintervensi secara efektif.
”Jutaan data baru (pelaku usaha mikro) ini dapat menjadi alat verifikasi yang jelas. Namun sebelumnya, pemerintah perlu mencari tahu bantuan Rp 2,4 juta tersebut digunakan untuk apa sehingga program selanjutnya dapat tepat sasaran,” ujar Tauhid.
Senada dengan itu, Ketua Asosiasi UMKM Ikhsan Ingratubun menyampaikan, meski potensi kebangkitan UMKM untuk tahun 2021 belum besar, tetap ada peluang. Data yang terhimpun dari Banpres Produktif harus dikelola dengan baik.
”Data harus dikelola dengan baik untuk pembinaan dan pemberdayaan secara berkelanjutan. Dengan begitu, usaha mikro dapat naik kelas,” kata Ikhsan.
Kredit UMKM
Hingga kuartal III-2020, PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (Maybank Indonesia) telah menyalurkan kredit segmen Community Financial Services (CFS) Non-ritel sebesar Rp 38,7 triliun. Sebanyak Rp 22,6 triliun di antaranya kredit untuk sektor UMKM.
Adapun penyerapan kredit Maybank Indonesia terhadap portofolio UMKM 78 persen sebagai kredit modal kerja UMKM berjangka waktu pendek untuk membiayai operasional usaha, piutang dagang, dan pembelian bahan baku. Sementara 22 persen digunakan sebagai pinjaman investasi berjangka panjang untuk mendukung kebutuhan usaha UMKM, yaitu membiayai proyek investasi, perluasan usaha, dan pembelian alat produksi.
Steffano Ridwan, Direktur Community Financial Services Maybank Indonesia, mengatakan, penyaluran kredit usaha Maybank Indonesia dilandasi pada prinsip empowering the community. Artinya, bank harus mampu mengikuti dinamika kebutuhan UMKM yang diwujudkan dalam berbagai kemudahan proses penyaluran kredit yang cepat, sederhana, dan fleksibel.
Baca juga: Tahun Transformasi
Kedua, disalurkan melalui kemitraan dengan institusi perbankan/non-perbankan dalam program MyLinkage, seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), kemitraan dengan koperasi plasma sawit serta dalam bentuk modal ventura. Pada Desember 2019, Maybank Indonesia telah menyalurkan total kredit Rp 4,1 triliun melalui program kemitraan MyLinkage.
”Sesuai visi Maybank Indonesia humanising financial services, kami berupaya memberikan akses pembiayaan yang beragam, mudah dijangkau, dan sesuai dengan fitur nasabah UMKM dalam menjalankan roda usahanya mengingat kontribusi penting para pelaku UMKM terhadap ketahanan perekonomian nasional,” kata Steffano.