Dampak Ekonomi Penyaluran Banpres Produktif Usaha Mikro Mesti Terukur
Dampak ekonomi bantuan produktif bagi usaha mikro semestinya terukur. Pendampingan bagi pelaku usaha mikro diperlukan untuk memastikan efektivitas bantuan tersebut.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bantuan presiden produktif bagi usaha mikro pada 2021 mesti dilihat dampaknya terhadap perekonomian. Di tengah keterbatasan anggaran pemerintah, efektivitas bantuan tersebut dibutuhkan dalam konteks pemulihan ekonomi nasional.
Kepala Bidang Organisasi International Council for Small Business (ICSB) Samsul Hadi ketika dihubungi pada Selasa (5/1/2020) mengatakan, desain program bantuan pemerintah bagi pelaku usaha mikro (BPUM) berupa bantuan presiden (banpres) produktif senilai Rp 2,4 juta per pelaku usaha mikro sudah bagus. Kendati begitu, implementasi program yang pada tahun lalu diberikan bagi 12 juta pelaku usaha mikro ini masih perlu perbaikan.
Perbaikan itu menyangkut proses verifikasi. Selain itu, dampak program banpres produktif juga harus terukur untuk memastikan efektivitas bantuan tersebut. Jika program itu berlanjut pada tahun ini, pelaksanaannya harus lebih terencana dan terstruktur.
”Program ini harus lebih diarahkan ke subsektor yang sekiranya berdampak produktif secara signifikan. Jadi, bukan sekadar mengejar target penyaluran bagi sekian juta usaha mikro, tetapi tidak mengetahui secara pasti penggunaan dan dampak produktif dari dana bantuan tersebut,” kata Samsul.
Program ini harus lebih diarahkan ke subsektor yang sekiranya berdampak produktif secara signifikan. Jadi, bukan sekadar mengejar target penyaluran bagi sekian juta usaha mikro.
Hasil survei Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) bersama Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) terhadap 1.261 responden usaha mikro di 12 provinsi pada Desember 2020 menggambarkan ragam peruntukan banpres produktif. Sebanyak 88,5 persen responden yang sudah mencairkan banpres produktif menggunakan hibah tersebut untuk membeli bahan baku.
Banpres produktif juga digunakan untuk membeli alat produksi (23,4 persen), konsumsi (22,8 persen), menabung (10,3 persen), membayar hutang (6,8 persen), biaya sekolah anak serta biaya pengobatan keluarga yang sakit (3,4 persen), dan membayar pegawai (2,1 persen).
”Tahun lalu, BPUM masih abu-abu. Dalam situasi berat seperti saat ini harus dipetakan dan dipilah mana yang memang membutuhkan bantuan sosial untuk mencukupi kebutuhan hidup harian dan mana yang memerlukan banpres produktif untuk usaha produktif,” kata Samsul.
Samsul menambahkan, banpres produktif sebaiknya juga diiringi pendampingan. Langkah ini untuk memastikan agar dana yang disalurkan bagi pelaku usaha mikro tersebut benar-benar dimanfaatkan untuk kegiatan produktif.
Ketua Umum DPP Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (Hipmikindo) Syahnan Phalipi juga berpendapat senada. Hibah senilai Rp 2,4 juta per usaha mikro tersebut harus tetap diupayakan untuk menopang kegiatan produktif.
Hal ini dibutuhkan untuk memaksimalkan banpres produktif tersebut agar manfaatnya berkelanjutan. Program ini juga perlu ditambah dengan pendampingan dan program-program pemberdayaan lain untuk membantu usaha mikro di tengah pandemi Covid-19.
Terkait keberlanjutan program banpres produktif bagi usaha mikro pada tahun ini, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki beberapa waktu lalu menyatakan, hal ini tengah dibahas di Komite Pemulihan Ekonomi Nasional.
Mengutip arahan Presiden Joko Widodo, Teten mengatakan, usaha mikro masih memerlukan hibah modal kerja di tengah pandemi Covid-19. Hal ini agar para pelaku usaha mikro tersebut dapat melanjutkan usahanya.