Warga Mengurangi Belanja Bahan Pokok di Awal Tahun
Peningkatan harga sebagian bahan pokok di awal tahun 2021 memaksa warga menyesuaikan diri. Sebagian dari mereka mengurangi jatah belanja.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian warga Jakarta mengurangi belanja bahan pokok pada awal tahun 2021. Hal itu dilakukan sebagai upaya berjaga-jaga dari beberapa bahan pokok yang meningkat sejak akhir tahun lalu.
Keluhan itu disampaikan warga di beberapa pasar di Jakarta, Senin (4/1/2021). Mereka pada umumnya mengeluhkan kenaikan harga minyak goreng, cabai, bawang-bawangan, serta tempe pada pekan pertama Januari 2021.
Sarah (39), warga Johar Baru, Jakarta Pusat, mendapati harga cabai rawit merah dan keriting Rp 90.000 per kilogram (kg) di Pasar Senen Blok III. Sementara untuk bawang-bawangan dan minyak goreng harganya berturut-turut Rp 35.000 per kg serta Rp 17.000 per kg. Menurut Sarah, sejumlah harga bahan itu naik beberapa ribu dibandingkan pada Desember 2020.
”Harga cabai ini Desember kemarin masih kisaran Rp 70.000 per kg, sekarang ada yang jual sampai Rp 90.000 per kg. Harga minyak goreng, bawang merah, dan bawang putih juga naik berkisar Rp 3.000 sampai Rp 5.000 per kg. Akhirnya, saya coba ngurangin jumlah belanja, misalnya, dari rencana beli seperempat kilogram jadi hanya beberapa ons,” jelas Sarah di Pasar Senen Blok III, Jakarta Pusat, Senin.
Indrawati (41), warga Matraman, Jakarta Timur, menyebut harga cabai rawit merah mencapai Rp 100.000 per kg di Pasar Pramuka. Tingginya harga membuat dia hanya membeli 15 ons cabai rawit merah. Dari belasan ons itu, jumlah cabai yang ditimbang jadi tampak sedikit.
Lain lagi Ariyani (45), warga Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang berbelanja di Pasar Tanah Abang Blok G. Pemilik warung makan ini membeli cabai rawit seharga Rp 75.000 per kg. Harga itu lebih murah daripada di Pasar Pramuka dan Pasar Senen. Namun, harga di atas Rp 75.000 per kg terhitung cukup mahal menurut dia apabila dibandingkan tahun lalu.
”Seingat saya, harga cabai pada hari-hari normal itu sekitar Rp 35.000 per kg. Enggak sampai dua kali lipatnya seperti sekarang. Karena harga beberapa bahan yang naik, saya coba atur lagi pembelanjaan harian untuk warung,” ucap Ariyani.
Berdasarkan pemantauan harga pangan pada situs infopangan.jakarta.go.id, harga jenis cabai belakangan meningkat mulai dari Rp 70.000 hingga Rp 100.000 per kg. Beberapa bahan pokok lain, yakni minyak goreng, bawang-bawangan, juga terpantau mengalami kenaikan harga berkisar Rp 2.000 hingga Rp 7.000 per kg dibandingkan pekan lalu.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia Abdullah Mansuri membenarkan adanya kenaikan harga bahan pokok di pasar wilayah Jabodetabek. Kenaikan itu bahkan terlihat sebelum momen Natal dan Tahun Baru di pengujung 2020. Kenaikan harga paling terasa pada komoditas cabai.
Pada Januari 2021, harga bahan pokok masih terus meninggi. Sebagian pasar bahkan menjual cabai dengan harga Rp 100.000 per kg. Belum usai persoalan itu, pedagang pasar juga dihadapkan dengan kelangkaan tempe akibat perajin yang mogok produksi sepekan terakhir.
”Kenaikan harga terlihat sejak beberapa pekan di pengujung 2020. Harga bahan-bahan belakangan masih naik. Dugaan penyebabnya ada dua, yaitu soal penurunan produksi atau pemetaan daerah produksi yang belum merata,” ungkapnya.
Naiknya harga turut membuat pasar tradisional sepi. Hal ini diakui Yuli (45), pedagang di Pasar Senen dan Beni (38) di Pasar Pramuka. Mereka menyebut pasar tidak seramai saat momen hari H Natal Desember 2020.
Sejumlah pasar di Jakarta tampak tidak menjual tempe pada Senin siang. Hal ini setidaknya terlihat di Pasar Senen dan Pasar Pramuka. Sejumlah pedagang mengaku tidak menjual, sedangkan sebagian lainnya hanya memasok dalam jumlah sedikit.
Beni, pedagang di Pasar Pramuka, mengakui hanya mendapat sedikit pasokan dari perajin tempe. Jumlah yang dia bawa itu habis sebelum pukul 10.00. ”Tadi ada tempe, tetapi hanya sedikit. Perajinnya belum sedia banyak,” ujarnya.
Kelangkaan tempe di pasar juga dirasakan pengusaha warung. Ketua Komunitas Warteg Nusantara Mukroni menyampaikan keluhan sejumlah pengusaha yang sulit mendapatkan tempe selama empat hari terakhir. Pada Senin ini pun, sebagian pengusaha hanya mendapatkan satu atau dua potong tempe di pasar.
Jumlah itu sangat sedikit apabila membandingkan dengan kebutuhan warung setiap hari. Mukroni memerinci, warteg butuh 5-10 tempe mentah untuk masakan setiap hari. ”Butuh sebanyak itu karena masakan tempe di warteg banyak turunannya, mulai dari orek tempe, gorengan, sampai campuran untuk sayur, dan masih banyak lagi,” katanya.
Karena kurangnya pasokan itu, banyak pengusaha warteg hari ini tidak menghidangkan tempe. Sebagian pengusaha yang membeli tempe hari ini pun relatif menahan persedian untuk keesokan hari. Mukroni menuturkan, pemilik warteg masih memantau situasi setidaknya hingga dua hari ke depan.
”Pemilik warteg masih berjaga-jaga sampai beberapa hari ke depan. Kalau ada yang menghidangkan tempe, kemungkinan mereka akan memperkecil potongan tempe yang dihidangkan. Kalau memang harga di pasar masih relatif mahal hingga minggu-minggu ke depan, kami mungkin terpaksa juga akan menaikkan harga,” tutur Mukroni.