PT Garam Targetkan Kenaikan Produksi, Petambak Rakyat Masih Terpuruk
Garam produksi PT Garam (Persero) ditargetkan naik 113,3 persen menjadi 465.000 ton tahun ini. Pada saat yang sama, para petambak garam rakyat masih terpuruk karena harga garam anjlok dan sisa panen masih menumpuk.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
Kompas/Bahana Patria Gupta
Petani menjahit karung ukuran 50 kilogram berisi garam di sentra produksi garam di Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (21/10/2020). Hujan yang mulai turun menandai berakhirnya masa produksi garam di kawasan tersebut. Saat ini, harga garam di petambak garam Rp 200 per kilogram.
JAKARTA, KOMPAS — PT Garam (Persero), badan usaha milik negara yang memproduksi garam, menargetkan produksi garam 465.000 ton tahun ini atau naik 113,3 persen dibandingkan realisasi produksi tahun 2020 yang sebesar 218.000 ton. Upaya menggenjot produksi, antara lain, ditempuh melalui pembenahan manajemen produksi.
Direktur Utama PT Garam Achmad Ardianto menyatakan, peningkatan produksi, antara lain, ditempuh dengan membenahi manajemen air dan menambah meja kristal garam. Tahun lalu, realisasi produksi hanya 218.000 ton atau 54,5 persen dari target 400.000 ton, antara lain karena dipicu oleh faktor kemarau basah.
Hingga tahun 2020, nilai penjualan masih didominasi bahan baku, yakni 70 persen, sedangkan bahan olahan hanya 30 persen. Tahun ini, PT Garam berupaya memacu porsi garam olahan jadi 50 persen, sedangkan bahan baku 50 persen.
Penambahan mesin pencucian (washing plant) garam yang diinisiasi pemerintah dinilai perlu dibarengi pembinaan di hulu guna meningkatkan mutu garam rakyat. Dengan demikian, biaya pemurnian untuk menghasilkan garam untuk industri pangan lebih kompetitif. Garam mutu rendah yang diolah ditargetkan susut hingga 50 persen sehingga biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi garam industri meningkat dua kali lipat.
Di sisi lain, pihaknya berharap ada perbaikan harga bahan baku garam. Pemerintah berencana memasukkan garam sebagai komoditas bahan pokok dan penting. Namun, hingga kini belum ada perkembangan terkait penetapan harga pokok pembelian (HPP).
Kebutuhan garam nasional saat ini diperkirakan mencapai 4,4 juta ton per tahun, sedangkan produksi garam nasional masih di kisaran 2,5 juta-3 juta ton per tahun. Dengan demikian, kebutuhan garam nasional, khususnya untuk industri, belum bisa dipenuhi dari produksi garam dalam negeri.
Ardianto menambahkan, impor garam saat ini tetap diperlukan. Namun, keputusan impor garam mesti didasarkan pada kebutuhan riil industri. Selain itu, distribusi garam impor perlu diimbangi dengan pengawasan yang ketat agar tidak merembes ke pasar.
”Garam impor diharapkan tidak ada yang bocor ke lapangan atau mengalir ke pasar garam konsumsi sehingga tidak mengganggu porsi penyerapan garam lokal,” kata Ardianto, Minggu (3/1/2021).
Harga anjlok
Saat ini, petambak garam mengeluhkan harga garam yang masih anjlok selepas musim panen tahun 2020. Sejumlah petambak garam rakyat akhirnya menyimpan hasil produksinya, menunggu harga jual garam membaik, sambil bekerja serabutan untuk menyambung hidup.
Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur Muhammad Hasan menyayangkan lambannya pemerintah membenahi tata niaga garam nasional. Harga garam yang anjlok selama musim panen Agustus-November 2020 hingga saat ini telah menghancurkan semangat petambak untuk kembali berproduksi.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Petani memanen garam di lahan yang dilindungi plastik di Desa Bungko Lor, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Senin (5/8/2019). Teknologi tunnel dengan plastik dan geomembran itu diklaim dapat meningkatkan kualitas garam dengan NaCl hingga 97 persen. Selama ini, kadar NaCl sebagian besar garam rakyat di Cirebon jauh di bawah 94 persen.
”Saat ini, sebagian petambak terpaksa menyimpan hasil panen karena harga jual anjlok. Namun, kalau garam disimpan, dari mana pendapatannya? Petambak terpaksa meminjam uang ke rentenir dan bekerja serabutan untuk menyambung hidup,” katanya.
Petambak terpuruk pada musim panen tahun 2020 karena harga garam jual anjlok dan tidak bisa menutup biaya produksi. Harga garam saat ini masih berada pada kisaran Rp 250-Rp 350 per kilogram (kg) di tingkat petambak. Padahal, ongkos produksinya Rp 450-Rp 550 per kg.
Hasan menyoroti janji pemerintah untuk memasukkan garam sebagai barang kebutuhan pokok dan atau penting serta menetapkan HPP. Namun, hingga kini, janji itu belum terealisasi. Padahal, jika harga garam lebih stabil, petambak akan tergerak memacu produksi dan produktivitas. ”Kalau pemerintah tidak turun tangan membenahi tata niaga garam, nasib petambak akan semakin hancur,” katanya.
Hasan menyoroti janji pemerintah memasukkan garam sebagai barang kebutuhan pokok dan atau penting serta menetapkan HPP. Namun, janji itu belum terealisasi.
Pada akhir Desember 2020, Kementerian Kelautan dan Perikanan meresmikan mesin pencucian dan permunian garam senilai Rp 2,7 miliar di Brebes, Jawa Tengah. Fasilitas itu terdiri dari bagian penggilingan atau penghancur, pencucian, penirisan dan pengeringan, iodisasi, serta pengepakan. Mesin diserahkan ke Koperasi Garam Mekar Sari Sejahtera.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Tb Haeru Rahayu mengatakan, pembangunan mesin pemurnian garam itu bertujuan meningkatkan kualitas garam rakyat guna memenuhi kebutuhan industri. Dengan demikian, penyerapan dan harga garam produksi petambak meningkat.
Tahun lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan menggulirkan bantuan mesin pemurnian garam di tujuh lokasi, yakni di Kabupaten Karawang dan Indramayu (Jawa Barat), Pati dan Brebes (Jawa Tengah), serta Sampang, Gresik, dan Pasuruan (Jawa Timur).