Perajin berencana menaikkan harga tahu dan tempe menjadi Rp 15.000 per kilogram mulai Senin (4/1/2021). Upaya menaikkan harga ini dilakukan perajin tahu dan tempe merespons kenaikan harga kedelai beberapa waktu terakhir.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga rata-rata tahu dan tempe direncanakan naik menjadi Rp 15.000 per kilogram mulai Senin (4/1/2021). Ini merupakan respons atas kenaikan harga kedelai beberapa bulan terakhir. Kenaikan harga tahu dan tempe diharapkan menjamin kehidupan para perajin.
Harga tempe semula berkisar Rp 10.000-Rp 12.000 per kilogram. Adapun harga normal kedelai, bahan baku tahu dan tempe, ialah Rp 7.200 per kilogram.
Harga kedelai naik bertahap selama beberapa bulan terakhir dari Rp 7.200 per kilogram menjadi Rp 9.200 per kilogram. Sementara itu, harga tahu dan tempe di pasar sulit naik karena permintaan konsumen. Akibatnya, perajin tahu dan tempe kerap merugi.
Perajin tahu dan tempe pun mogok produksi pada 1-3 Januari 2021 untuk protes. Aksi ini dilakukan di Jabodetabek, sebagian Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Banten, hingga Aceh. Lebih lanjut, harga tahu dan tempe akan dinaikkan menjadi Rp 15.000 per kilogram mulai Senin.
”Kami sekadar ingin hidup dan makan, bukan mencari kekayaan. Kami minta pengertiannya karena harga kedelai sekarang naik,” kata Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (3/1/2021).
Kenaikan harga kedelai disebabkan lonjakan permintaan dari China kepada Amerika Serikat. China merupakan negara importir kedelai terbesar, sedangkan AS negara eksportir terbesar.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto melalui keterangan tertulis menyebutkan, permintaan kedelai China naik dua kali lipat dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton. Ini menyebabkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan di AS, kemudian berdampak pada terhambatnya pasokan kedelai ke beberapa negara importir, termasuk Indonesia. Faktor lain kenaikan harga kedelai, salah satunya, adalah penurunan produksi akibat La Nina.
Aip mengatakan, pihaknya akan bertemu dengan pemerintah pekan ini. Ia akan mengusulkan kepada pemerintah untuk mengatur kebijakan yang menguntungkan semua pihak, yakni konsumen, perajin tahu dan tempe, serta petani kedelai.
Pernah terjadi
Kenaikan harga kedelai juga pernah terjadi pada 2013. Harga kedelai naik dari Rp 7.400 per kilogram menjadi Rp 9.200 per kilogram. Hal itu disebabkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan kenaikan harga kedelai di AS (Kompas, 4/9/2013).
Kami sekadar ingin hidup dan makan, bukan mencari kekayaan. Kami minta pengertiannya karena harga kedelai sekarang naik.
Untuk itu, pemerintah saat itu menghapus semua hambatan impor kedelai agar kedelai bisa masuk ke Indonesia. Tujuannya, untuk mengamankan pasokan dalam negeri dan menstabilkan harga. Pemerintah juga berupaya meningkatkan produksi kedelai dalam negeri dengan kebijakan penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 7.000 per kilogram.
Perajin tempe di Jakarta Pusat, Tarbiah (49), merana pada 2013 dan 2020-2021 akibat kenaikan harga kedelai. Namun, kali ini, kondisi semakin sulit akibat pandemi Covid-19.
Sebelum harga kedelai naik, keuntungan bersih Tarbiah berkisar Rp 50.000-Rp 70.000 per hari. Kini, ia nyaris tidak punya keuntungan. Sebagian besar pendapatannya habis untuk upah pekerja dan kebutuhan produksi. Pendapatan yang tersisa hanya cukup untuk makan sehari-hari. Biaya kontrak rumah pun menunggak dua bulan. ”Tempe kadang terbuang karena tidak laku. Sepi pembeli selama pandemi,” ujarnya.
Tempe kadang terbuang karena tidak laku. Sepi pembeli selama pandemi.
Nasib perajin tempe lain, Kusnadi (45), tak jauh beda. Kenaikan harga kedelai membuat harga tempe mau tak mau ikut naik. Namun, pembeli enggan mengeluarkan uang lebih untuk tempe. Beberapa kali Kusnadi terpaksa membuang tempe produksinya. Jika tidak, ia menjual murah tempenya yang keburu layu.
Ketua Paguyuban Tahu Tempe di Johar Baru, Jakarta Pusat, Khoirun Saleh menambahkan, sejumlah perajin terpaksa menjual harta benda demi bertahan hidup. Ia meminta Bulog turut mengurus komoditas kedelai.
Suhanto mengatakan, pemerintah mendukung industri tahu dan tempe Indonesia. Ia menambahkan, stok kedelai cukup untuk kebutuhan industri tahu dan tempe nasional.
Data dari Asosiasi Importir Kedelai Indonesia (Akindo) menunjukkan, stok kedelai di gudang importir sekitar 450.000 ton. ”Apabila kebutuhan kedelai untuk para anggota Gakoptindo sebesar 150.000-160.000 ton per bulan, stok itu seharusnya masih cukup untuk 2-3 bulan mendatang,” katanya.