Menyambut Asa Pemulihan Ekonomi
Kebijakan fiskal dan kepastian vaksinasi Covid-19 pada 2021 akan menjadi instrumen penting untuk melewati masa sulit perekonomian akibat pandemi.
Kebijakan fiskal tahun 2021 akan menjadi instrumen penting untuk melewati masa sulit perekonomian akibat pandemi. Kepastian vaksinasi Covid-19 juga akan mendorong kebangkitan usaha dan peningkatan kesejahteraan masyarakat bersamaan dengan membaiknya kondisi perekonomian global.
Meskipun pertumbuhan pada triwulan IV-2020 ini diprediksi masih mengalami kontraksi, ada tren peningkatan dari triwulan sebelumnya. Perbaikan ini didorong oleh beberapa faktor. Baik faktor internal dari kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi maupun faktor eksternal dari kondisi global.
Baca juga: Dua Sektor Pulihkan Ekonomi Triwulan Ketiga
Dari sisi internal, perbaikan ekonomi tersebut salah satunya berasal dari stimulus fiskal. Pemerintah sejak awal pandemi telah memberikan sejumlah stimulus fiskal. Nilainya tergolong besar. Anggaran untuk Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN) mencapai Rp 695,2 triliun.
Stimulus yang besar itu berdampak pada defisit APBN hingga 6,3 persen dari PDB. Defisit ini terjadi bukan semata-mata karena upaya pemulihan ekonomi nasional, melainkan juga karena menurunnya pendapatan pemerintah dari sektor pajak. Dengan demikian, pendapatan keuangan negara menurun, tetapi belanja untuk penanganan dampak korona relatif sangat besar.
Baca juga: Minimnya Faskes Mengimpit Pasien Komorbid
Pengalokasian PCPEN dalam enam sektor program akan berlanjut pada 2021. Namun, anggaran PCPEN pada 2021 ini akan diturunkan menjadi Rp 372,3 triliun seiring dengan harapan adanya perbaikan ekonomi dan pendistribusian vaksin.
Stimulus ini untuk mendorong konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah. Data BPS menunjukkan konsumsi rumah tangga menjadi sumber kontraksi terdalam pada pertumbuhan ekonomi yoy triwulan II-2020 hingga minus 5,52 persen.
Pada semester I-2020 itu terjadi penurunan nilai konsumsi rumah tangga hingga sekitar Rp 81,5 triliun dibandingkan dengan semester yang sama pada tahun sebelumnya. Sedangkan pada triwulan III-2020, konsumsi rumah tangga mengalami sedikit peningkatan dari triwulan II-2020.
Namun, apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2019, angkanya masih susut jauh hingga negatif 4,04 persen atau turun sekitar Rp 61 triliun. Hal ini tentu saja berdampak signifikan bagi perekonomian nasional karena pengeluaran domestik rumah tangga menyumbang sekitar 58 persen terhadap PDB Indonesia.
Selain terkait fiskal, pemerintah melalui Bank Indonesia juga memberikan stimulus moneter untuk mengakselerasi penguatan ekonomi nasional. Ada enam aspek kebijakan moneter yang diterapkan oleh BI. Kebijakan tersebut terdiri dari penurunan suku bunga (BI7DRR), stabilisasi nilai tukar rupiah, pelonggaran moneter (quantitive easing), pelonggaran kebijakan makroprudensial, penyediaan pendanaan, dan pembagian beban pembiayaan APBN 2020, serta digitalisasi sistem pembayaran.
Baca juga: Berharap pada Vaksin Covid-19
Pada sektor perbankan, OJK melakukan restrukturisasi kredit dengan penundaan angsuran pokok dan bunga. Upaya ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya kenaikan kredit kurang lancar (NPL) dan juga penurunan permodalan. LPS pun turut memperkuat stabilitas sistem keuangan dengan memastikan terjaminnya simpanan masyarakat pada perbankan.
Mulai pulih
Bauran kebijakan tersebut harapannya mampu membantu perekonomian segera pulih secara bertahap. Setidaknya, pada triwulan III-2020 sejumlah sektor lapangan usaha menunjukkan perbaikan. Dari sekitar 10 sektor yang mengalami pertumbuhan negatif pada triwulan II-2020, kesemuanya menunjukkan peningkatan pada triwulan III-2020.
Meskipun masih bernotasi pertumbuhan negatif, semuanya menunjukkan besaran minus yang mengecil. Bahkan, dua sektor yang terpuruk paling dalam hingga lebih dari negatif 20 persen, seperti sektor transportasi dan jasa akomodasi, kini kondisinya juga semakin membaik.
Pada triwulan III-2020, sektor transportasi beranjak naik menjadi minus 16,70 persen serta sektor jasa akomodasi dan makan minum naik menjadi negatif 11,86 persen. Kondisi tersebut merupakan kabar baik bagi kemajuan perekonomian.
Baca juga: Vaksin Covid-19 Mulai Didistribusikan ke 34 Provinsi
Apalagi, pada triwulan III-2020 juga dilaporkan pengeluaran konsumsi rumah tangga meningkat hampir 4,8 persen atau sekitar Rp 65 triliun dari triwulan sebelumnya. Pada akhir 2020, harapannya pengeluaran sektor rumah tangga dapat terus meningkat lebih banyak lagi.
Secara global, kondisi perekonomian 2020 berada dalam masa krisis akibat pandemi Covid-19. Tak terkecuali Indonesia. Krisis ini membuat sisi permintaan dan produksi menurun secara drastis. Hampir semua sektor ekonomi terganggu.
Google Mobility Report menunjukkan, mobilitas masyarakat sudah mulai membaik pada triwulan III-2020. Namun, adanya risiko kenaikan kasus Covid-19 membuat mobilitas kembali tertahan pada triwulan IV-2020.
Pendistribusian dan keefektifan vaksin menjadi salah satu indikator penting yang memengaruhi ekspektasi dan perilaku masyarakat saat ini. Pembalikan arah ekonomi 2021 ke zona positif akan terkendala jika keefektifan vaksin terkendala oleh berbagai faktor, seperti distribusi, penetrasi vaksin, dan kualitas vaksin.
Baca juga: Merayakan Liburan Akhir Tahun dengan Lebih Aman
Oleh karena itu, pemerintah perlu segera melaksanakan program vaksinasi guna menjamin rasa aman dan keselamatan masyarakat. Tanpa rasa aman, ekonomi akan sulit berputar. Jika pengendalian Covid-19 berjalan lambat, akan memicu gelombang baru lonjakan kasus Covid-19 yang membuat ekonomi kembali bergejolak.
Sentimen eksternal
Pemulihan ekonomi nasional juga bergantung pada faktor eksternal. Faktor ini, antara lain, dipengaruhi oleh kondisi kinerja perekonomian global, terutama terkait penanganan pandemi, geopolitik Amerika Serikat (AS) dan China, serta fluktuasi harga komoditas yang memengaruhi besaran pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.
Perekonomian global pada akhir tahun 2020 diprediksi akan membaik meski masih terkontraksi. Pertumbuhan ekonomi global secara yoy pada triwulan I hingga triwulan III-2020 secara berturut-turut menunjukkan besaran negatif 1,5 persen; negatif 8,9 persen; dan negatif 2,6 persen. Pada triwulan IV-2020, BI memproyeksikan pertumbuhan global akan terdongkrak naik sedikit menjadi negatif 2 persen.
Sejumlah negara maju mulai menujukkan perbaikan perekonomian. AS dan China yang merupakan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia berangsur membaik pada triwulan III-2020 dan diperkirakan berlanjut pada triwulan IV-2020. Kondisi ini menjadi hal positif bagi perekonomian global. Permintaan barang dan jasa dari negara tersebut meningkat sehingga ekspor dari sejumlah negara juga turut bertambah. Termasuk ekspor Indonesia ke AS dan China.
Hasil Pilpres AS 2020 yang dimenangi oleh pasangan Joe Biden dan Kamala Harris juga menjadi angin segar bagi Indonesia. Pasalnya, Indonesia akan semakin diuntungkan karena tensi perang dagang AS dengan China diperkirakan akan menurun sehingga peluang dana investor masuk ke negara emerging market semakin terbuka.
Pada akhirnya, pengalaman Indonesia dalam menangani Covid-19 pada 2020 diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang efektif, tepat, dan cepat, serta lebih baik. Arah kebijakan seperti ini diyakini dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi dan menguatkan reformasi mendukung target pembangunan. (LITBANG KOMPAS)