Peningkatan Simpanan Akhir 2020 Mengindikasikan Tertahannya Konsumsi
Masih meningkatnya dana simpanan masyarakat hingga akhir 2020 bisa menjadi indikator tertahannya aktivitas konsumsi masyarakat. Idealnya, setiap akhir tahun, dana simpanan masyarakat turun.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski berdampak positif pada kecukupan likuiditas, pertumbuhan dana pihak ketiga di periode akhir 2020 perlu diwaspadai karena mengindikasikan tertahannya konsumsi masyarakat. Fluktuasi ekonomi disinyalir membuat masyarakat masih melihat dan menanti untuk melakukan konsumsi.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat, dana simpanan masyarakat pada November 2020 sebesar Rp 6.701 triliun. Jumlah ini naik tipis 0,15 persen dari Rp 6.691 triliun pada Oktober 2020. Jika dibandingkan dengan posisi November 2019, dana simpanan itu sudah tumbuh hingga 10,91 persen. Padahal, di sisi lain, pertumbuhan kredit pada periode waktu yang sama tercatat terkontraksi atau minus 1,39 persen.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin, Jumat (1/1/2021), menilai, masih meningkatnya dana simpanan masyarakat hingga akhir 2020 menjadi indikator masih tertahannya aktivitas konsumsi masyarakat.
”Masih banyak masyarakat yang menanti dan melihat perkembangan ekonomi. Mereka memutuskan untuk menahan konsumsi dengan melakukan penempatan dana pada bank,” ujarnya.
Masih meningkatnya dana simpanan masyarakat hingga akhir 2020 menjadi indikator masih tertahannya aktivitas konsumsi masyarakat.
Penilaian tersebut diperkuat dengan data simpanan dengan nominal di bawah Rp 100 juta pada November 2020 yang tercatat naik 1,1 persen secara bulanan atau sebesar Rp 10,49 triliun. Sementara simpanan dengan nominal di atas Rp 5 miliar turun 0,7 persen secara bulanan sebesar Rp 22,96 triliun.
”Peningkatan DPK perlu diwaspadai karena idealnya di akhir tahun DPK menurun karena masyarakat biasanya mulai melakukan konsumsi,” kata Amin.
Menurut Amin, masyarakat masih waswas melakukan konsumsi karena pandemi Covid-19 masih membayangi tahun ini. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih fokus melanjutkan penanganan pandemi Covid-19.
Fokus penanganan sebaiknya tidak hanya bertumpu pada distribusi vaksin, tetapi juga terhadap pengendalian penyebaran virus. ”Saat ini semua yang berkaitan dengan ekonomi masih fluktuatif. Seluruh agenda penanganan Covid-19 harus cepat direalisasikan,” ujarnya.
Amin juga berharap pemerintah mempercepat pemulihan ekonomi pada awal tahun. Beberapa upaya, seperti konsolidasi, rencana belanja infrastruktur, dan aksi korporasi besar bisa terealisasi lebih cepat sehingga menggerakkan ekonomi.
Dalam keterangan resmi yang diterima Kompas, Rabu (30/1/2020), Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menilai, meningkatnya simpanan dengan nominal di bawah Rp 100 juta pada November 2020 justru menunjukkan penyebaran dana simpanan perbankan telah merata pada sejumlah segmen.
Meningkatnya simpanan dengan nominal di bawah Rp 100 juta pada November 2020 justru menunjukkan penyebaran dana simpanan perbankan telah merata pada sejumlah segmen.
Menurut dia, pemerataan pola pertumbuhan simpanan tersebut adalah pertanda pulihnya konsumsi dan investasi masyarakat menjelang akhir tahun ini dan awal tahun depan. Ini seiring dengan rencana pemerintah untuk melaksanakan program vaksinasi pada awal 2021.
Di pertengahan 2020, pandemi membuat masyarakat, terutama nasabah dengan simpanan jumbo, menahan pengeluaran baik untuk konsumsi bagi nasabah perorangan maupun untuk investasi bagi nasabah korporat.
Dilihat dari pergerakan kategori bank umum kegiatan usaha (BUKU), lanjutnya, data posisi simpanan secara historis sejak 2013 menunjukkan pola yang konsisten menjelang akhir tahun pada November dan Desember.
”Di kedua bulan tersebut, biasanya terjadi pergeseran simpanan secara sementara dari bank-bank BUKU 1 dan 2 ke bank-bank BUKU 3 dan 4, sebelum nanti pada bulan Januari di tahun berikutnya simpanan tersebut akan kembali ke bank-bank BUKU 1 dan 2,” kata Purbaya.
Berdaya tahan
Purbaya menambahkan, sisi baik dari longgarnya likuiditas adalah stabilitas sistem perbankan tetap berdaya tahan meskipun tekanan pandemi Covid-19 belum mereda.
”Kondisi sistem keuangan kita menjelang awal 2021 lebih baik dibandingkan dengan kondisi di pertengahan 2020. Sistem keuangan kita saat ini lebih siap untuk membiayai ekspansi ekonomi di bulan-bulan ke depannya,” ujarnya.
Kondisi sistem keuangan kita menjelang awal 2021 lebih baik dibandingkan dengan kondisi di pertengahan 2020.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso mengatakan, saat ini likuiditas BRI dalam kondisi memadai dengan rasio alat likuid (loan to deposit ratio/LDR) terjaga di level 83,31 persen per Oktober 2020. Untuk meningkatkan konsumsi masyarakat dan pertumbuhan kredit, BRI turut mendorong sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta sektor pangan.
Pelaku UMKM terus didorong agar dapat memanfaatkan peningkatan belanja digital masyarakat dengan penciptaan situs pasar. Di samping itu, perseroan juga terus mengoptimalkan sektor pangan untuk dapat terus meningkatkan kredit.
”Sektor pangan justru memiliki efek domino yang jauh lebih tinggi terhadap sektor lainnya. Kami perlu mengoptimalkan semua sektor terkait seperti logistik dan perdagangannya,” katanya.