Perpanjangan Masa Restrukturisasi Topang Kualitas Kredit Perusahaan Pembiayaan
Setiap perusahaan pembiayaan telah memiliki resep dan strategi masing-masing dalam mengelola piutang pembiayaan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan pembiayaan menyambut baik perpanjangan restrukturisasi pembiayaan nonbank hingga 2022 yang dicanangkan regulator. Namun, sektor pembiayaan nonbank ini tetap akan menghadapi tantangan likuiditas seiring rendahnya target penyaluran kredit perbankan pada 2021.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang relaksasi restrukturisasi pembiayaan bagi perusahaan nonbank hingga 17 April 2022. Hal itu tercantum dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 58/POJK.05/2020 tentang Perubahan atas POJK Nomor 14/POJK.05/2020.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menilai, restrukturisasi merupakan imbauan OJK yang harus dimaknai perusahaan pembiayaan (multifinance) sebagai langkah antisipasi menjaga kualitas kredit sekaligus meminimalkan lonjakan rasio pembiayaan macet.
Setiap perusahaan pembiayaan telah memiliki strategi masing-masing dalam mengelola piutang pembiayaan. Hingga akhir tahun ini, sudah banyak cicilan debitor yang sebelumnya sempat direstrukturusiasi telah kembali normal.
”Di tempat saya (PT Chandra Sakti Utama Leasing/CSUL Finance), 60 persen debitor yang sudah direstrukturisasi sudah normal. Kualitas kredit terjaga akibat keberhasilan program restrukturisasi ini,” ujarnya saat dihubungi Rabu (30/12/2020).
Data Statistik OJK menunjukkan, terdapat perbaikan rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF). NPF 182, perusahaan pembiayaan, sempat menjulang tinggi akibat pandemi Covid-19, yang puncaknya mencapai 5,6 persen pada Juli 2020. Pada bulan-bulan berikutnya, NPF membaik, yaitu sebesar 5,23 persen pada Agustus 2020, 4,93 persen pada September2020, dan 4,71 persen pada Oktober 2020.
Suwandi memproyeksi penyaluran pembiayaan dari multifinance pada 2021 bisa tumbuh 5 persen secara tahunan. Hal itu seiring dengan pemulihan penjualan otomotif yang menjadi kontributor utama penyaluran piutang perusahaan pembiayaan.
Meski begitu, perusahaan pembiayaan akan tetap lebih menekankan kualitas piutang, termasuk dalam mengambil keputusan untuk mengakomodasi nasabah melanjutkan program restrukturisasi.
”Tahun depan, industri multifinance akan menghadapi tantangan likuiditas. Ekonom memproyeksikan target pertumbuhan kredit perbankan pada 2021 berkisar 3 persen-3,5 persen, sementara sumber likuiditas utama dari multifinance adalah perbankan,” ujarnya.
Tahun depan, industri multifinance akan menghadapi tantangan likuiditas.
Berdasarkan data APPI per 8 Desember 2020, nilai restrukturisasi yang telah disetujui industri multifinance sebanyak 4,93 juta kontrak, dengan nilai outstanding pokok Rp 148,32 triliun dan bunga Rp 39,66 triliun.
Sementara, kontrak aktif perusahaan pembiayaan itu sekitar 23 juta debitor. Artinya, jumlah debitor yang sudah mendapat restrukturisasi mendekati 25 persen.
Suwandi menilai pertumbuhan pembiayaan baru belum pulih karena penjualan kendaraan motor masih melambat dan masyarakat menahan konsumsi. Kondisi ini membuat multifinance akan menahan diri untuk menarik dana dari bank.
Direktur Utama PT BCA Finance Roni Haslim mengemukakan, perusahaan tengah mengerem pendanaan dari perbankan karena bisnis tengah melambat. Kendati begitu, arus kas perusahaan tetap masuk dari angsuran kredit nasabah yang saat ini masih mencukupi.
”Selama pandemi, utilitas pinjaman bank kami sangat rendah bahkan pada beberapa titik kami mempunyai dana lebih,” kata Roni.
Secara terpisah, Direktur Sales dan Distribusi PT Mandiri Tunas Finance (MTF) Harjanto Tjitohardjojo menilai, kebijakan perpanjangan masa restrukturisasi sudah sangat baik karena memberikan kesempatan para nasabah untuk memulihkan bisnis mereka.
Ia mengatakan, 90 persen nasabah MTF yang mendapat restrukturisasi mulai pulih sepanjang tahun ini. Sementara sekitar 10 persen sisanya telah memohon perpanjangan waktu restrukturisasi dengan pembayaran sebagian terlebih dahulu.
”Kami memproyeksi pembayaran cicilan piutang para nasabah MTF baru akan mendekati kondisi normal pada semester II-2021,” ujarnya.
Harjanto memperkirakan, apabila permasalahan Covid-19 bisa tuntas pada pertengahan 2021 dan di tahun tersebut penjualan industri otomotif bisa mencapai 80 persen dari 2019, bisnis dari perusahaan pembiayaan akan kembali pulih pada 2022. Hal ini bersamaan dengan berakhirnya tenggat perpanjangan restrukturisasi pembiayaan.